Chapter 1
Langit mendung, tak menyurutkan semangat Tania untuk menemui cinta pertamanya. Baru empat jam yang lalu ia berada di Malaysia, dan kini ia sudah menginjakkan kakinya di depan rumah sang pujaan hati, yang berada di negara kelahirannya, Indonesia.
Tania menatap lurus seorang pria tampan yang cukup membuatnya terkesima. Wajah pria itu seperti percampuran oppa oppa Korea dan Jawa. Ya masih Asia juga sih, tapi sangat tampan.
"Egheeemm..."
Tania tersentak saat deheman itu membuyarkan lamunannya. Ia mendadak gugup. Ia masih menatap pria yang kini bersandar di tiang pintu sembari melipat tangannya ke d**a, "Ada keperluan apa?" Tanya pria itu padanya.
"Hm, Maaf, apa betul ini rumahnya Rian?"
Tatapan pria itu yang tadinya santai, berganti dengan tatapan intimidasi. tentu saja hal itu langsung membuat Tania berdebar kencang.
"Iya betul. Anda siapanya Rian?"
Tania bersorak dalam hati. Sepertinya informasi yang Amel berikan padanya tidaklah salah. Ia lalu melirik ke belakang menatap sahabatnya yang masih menunggu di mobil. Dan lagi dari kejauhan ia bisa melihat Amel memberikannya semangat.
Tania kembali melirik ke depan. "Sebenarnya gini Mas, mungkin Mas nggak akan percaya dengan apa yang saya katakan ini. tapi fakta sebenarnya saya ini pacarnya Rian."
"Ha?"
"Iya. Saya serius loh Mas, nggak bohong. Mas bisa panggilkan Rian kalau Mas nggak percaya."
"Saya memang nggak percaya. Setahu saya keponakan saya itu nggak punya pacar."
Tania membola seketika mendengar pria itu menyebut Rian sebagai keponakannya. itu artinya pria di depannya ini adalah omnya Rian.
Tania langsung merubah sikapnya menjadi lebih anggun. Ia Bahkan merapikan rambutnya di depan pria itu. Tentu saja itu terkesan aneh bagi si pria.
Tetapan mencurigakan langsung ia layangkan pada Tania.
Tania berdehem beberapa kali, "Maaf om kalau saya lancang datang ke sini, tapi..."
"Sejak kapan saya nikah sama tante kamu?"
"Ha?"
"Kamu tadi panggil saya Om kan? sejak kapan saya nikah sama tante kamu."
"O, o itu... Om kan omnya Rian, jadi om saya juga, secara saya kan pacarnya Rian Om." Jawab Tania mencoba untuk tidak gugup sama sekali, walaupun saat ini jantungnya berdegup sangat kencang.
"Saya bukan Om kamu, jangan panggil saya seperti itu."
Tania terdiam seketika. Melihat respon pria di depannya itu membuat semangatnya berkurang 0,0005%.
"Om Bian?"
Tania yang tadi tertekuk langsung mengangkat kepalanya dan melihat seseorang muncul dari dalam rumah. "Om Bian ngapain di sini? Ada tamu kenapa nggak disuruh masuk Om?"
Pria yang dipanggil dengan nama Bian tadi langsung melirik Tania. Namun seketika Bian curiga karena Tania tak merespon sama sekali dengan kehadiran Rian.
"Kamu mau ke mana?"
"Mau main futsal sama Radit."
"O ya sudah, hati-hati."
Rian tersenyum pada Tania sebelum pria itu melangkah menuju mobilnya dan keluar dari rumah. Selama kemunculan Rian tadi sampai Rian pergi, tak ada respon apapun dari Tania. bahkan Gadis itu tak menyambut Rian sedikitpun. begitupun dengan Rian. hal itu membuat Bian seketika curiga.
"Kamu yakin pacarnya Rian?" Pertanyaan Bian membuat Tania terkejut.
"I...iya mas. Saya pacarnya Rian. Minta tolong panggilkan Rian Mas?"
Bian menatap Tania lekat. Iya lalu berdiri tegap masih dengan tangan yang dilipat di d**a. Yang menunjukkan tubuhnya dan mensejajarkan dengan Tania.
Tania kembali gugup karena wajah mereka begitu dekat. Namun ia seketika merinding saat senyum sinis keluar dari bibir pria tersebut.
"Kalau mau niat nipu jangan di sini. Gadis bodoh!" Umpatnya. Tania membola seketika. u*****n Bian tadi membuat emosinya mendadak naik.
"Gadis bodoh? Waahh, eh saya ini mau ketemu sama pacar saya. Saya sudah sopan lho mas dari tadi. Saya cuma minta sama Mas Tolong panggilkan pacar saya."
"Kapan kamu ketemu sama Rian?"
"Ha?"
"Keyakinan saya langsung minus saat kamu bersikukuh mengatakan kalau kamu ini adalah pacarnya Rian."
"Iya memang saya pacarnya Rian kok."
"Kapan kalian pacaran? sebelum kalian lahir."
"Ha? Maksudnya apa sih? Jangan bikin pusing Mas ya."
"Kamu yang bikin saya pusing. Kamu cari Rian ke sini sementara tadi itu Rian dan kamu tidak merespon sedikitpun, sama dengan Rian yang juga tidak merespon kamu. yakin kalian pacaran?"
Pernyataan Bian tadi membuat Tania langsung membeku. Otaknya mendadak kosong. Bahkan dia tak tahu harus berkata seperti apa lagi. Ia mencari Rian namun ia tak mengenal wajah Rian. Di mana-mana orang pasti akan menganggapnya sebagai penipu.
Tak!
Sebuah pukulan pelan mendarat di puncak kepala Tania menyadarkan Tania langsung dari lamunannya.
"Isshhh mas KDRT ya. Main pukul aja!" Teriaknya kesal. Suasana hatinya benar-benar sangat buruk saat ini.
"KDRT apanya? Kapan saya nikah sama kamu."
"Iiihhh! Siapa juga yang mau nikah sama kamu. Pria jahat, nggak punya hati."
"Ettsss, itu u*****n atau pujian? Lagian kamu pikir saja siapa yang percaya, mendung-mendung begini muncul seorang gadis mengaku sebagai pacarnya Rian. Tapi saat Rian muncul, gadis tersebut tak merespon sama sekali. Bahkan Rian nya pun tidak mengenali kamu. Kamu pikir saya harus bersikap santai gitu. Ya nggaklah."
Tania benar-benar lemas seketika. Ia tak tahu harus merespon Seperti apa lagi. karena memang semua yang Bian ucapkan itu benar adanya.
Tania menatap tepat di mata Bian. Bibirnya sudah tertekuk ke bawah dan bola matanya mulai memanas. melihat tatapan Tania yang seperti itu, sudah bisa Bian tebak jika sebentar lagi gadis di depannya ini pasti akan menangis.
dan benar saja. Tania langsung terduduk dan tertunduk. hal itu membuat Amel yang ada di mobil langsung kaget dan memutuskan untuk keluar.
"Tania? Eh? Lo kenapa gini?" Tanya Amel sambil berlari mendekati Tania.
Bian yang mendengar gadis yang baru muncul itu menyebut nama Tania, ia pun langsung menatap penuh pada Amel. Amel langsung memeluk tania. tak lama gadis itu berdiri lagi lalu menatap Bian tajam.
"Eh mas, punya hati nggak sih?"
"Ha? kok saya?"
"Ya iyalah. sejak tadi teman saya ngomongnya kan sama anda."
"Heh! kamu jangan asal tuduh. teman kamu ini yang nggak jelas."
"Nggak jelas dari mananya? dia jauh-jauh pulang ke Indonesia cuma untuk menemui cinta pertamanya yang sudah sepuluh tahun nggak ketemu sama dia. anda apakan sahabat saya.?" Amel kembali duduk. ia meminta Tania untuk berdiri dan beranjak dari sana.
"Tunggu. mungkin saya bisa sampaikan pada Rian. siapa nama kamu, dan kenapa kamu ada di sini." ucap Rian. jantung pria itu bergemuruh. apa Tania di depannya ini adalah Tania yang ia temui dulu sepuluh tahun yang lalu. "Nama kamu siapa?" tanya Bian lagi.
"Saya Tania. sepuluh tahun lalu saya bertemu dengan Rian dan dia bilang kalau saya ini pacarnya dia saat dewasa nanti. saya hanya.."
"Oke. oke. sa--saya akan sampaikan pada Rian." Bian memotong ucapan tersebut. ia tak bisa mendengar Tania melanjutkan kalimatnya lagi. saat ini, Bian sangat ingin menangis dan memeluk gadis di depannya saat ini. gadis yang nampak rapuh dan sangat ia rindukan. namun tak mungkin ia melakukan itu. karena yang tania kenal dulu adalah Rian, bukan Bian. walaupun faktanya, yang Tania temui saat kecil dulu adalah Bian yang saat ini berdiri di hadapannya.
"Oh ya mas. Jika Rian lupa, perlihatkan cincin ini padanya."
Jantung Bian semakin bergemuruh. cincin itu. ia juga punya. 'Kamu kembali Tania.', batin Bian. ia kesulitan menelan ludahnya. seperti ada batu yang tertahan di kerongkongannya. sungguh ia ingin memeluk tubuh itu sekarang. tapi ia hanya bisa melihat tubuh itu berjalan menjauh sampai keluar dari rumahnya.
melihat mobil yang Tania naiki sudah mulai menjauhi rumahnya, Bian dengan cepat langsung memasuki mobilnya dan mencoba mengikuti Tania. awalnya ia kehilangan jejak sampai akhirnya ia menemukan mobil itu kembali saat ia memasuki sebuah gang yang tak jauh dari rumahnya. dari kejauhan. ia melihat mobil itu memasuki sebuah rumah.
dadanya sesak. air matanya sudah menetes. Tania yang sudah ia cari keberadaannya sejak dulu, Tania yang membuatnya tak melirik perempuan lain sampai saat ini, kini sudah kembali.
"Aku merindukanmu Tania. aku Rindu."
__
Malamnya, Bian sama sekali tak bisa tidur padahal jam sudah menunjukkan pukul satu malam. bayangan Tania yang menangis di hadapannya tadi benar-benar membuat suasana hatinya memburuk. bahkan Ia menjadi sangat membenci dirinya sendiri karena tak mengenali Tania yang sangat ia rindukan.
Bian kembali berputar ke setiap sudut tempat tidurnya untuk mencari kenyamanan agar bisa tertidur, namun tak bisa. ia menggeram kesal. Bian turun dari tempat tidur dan melangkah menuju lemari pakaiannya. ia mengambil sebuah kotak yang cukup besar dari dalam sana. ia membawa kotak tersebut menuju tempat tidurnya dan duduk di atas sana.
dalam kotak ini, berisi banyak kenangan yang ia kumpulkan tentang Tania. secara perlahan , Bian membuka kotak tersebut dan benda pertama yang menarik perhatiannya adalah cincin dari rumput yang sudah mengering. sama persis dengan cincin rumput yang tadi Tania perlihatkan padanya.
'Ini buat kamu. nanti kalau kita sudah besar, aku akan ganti cincinnya dengan cincin yang lebih bagus.'
'Serius? jadi saat besar nanti, kita pacaran?'
'iya. menikah pun juga bisa. nanti saat kita menikah, aku belikan Tania cincin emas yang sangat bagus.'
'Asiiikkk. oke. aku tagih janji kamu ya Rian.'
Bian menatap kelingkingnya yang dulu ia tautkan dengan kelingkin Tania saat Tania kecil menautkan janji.
"Kamu makin cantik Tania. sangat cantik. Maaf karena dulu aku memperkenalkan diriku sebagai Rian. aku tahu aku salah, karena yang kamu tahu saat ini adalah Rian, bukan Bian. Maafin aku." ucapnya lirih.
Bian kembali menatap isi kotak. di sana ada foto Tania dan foto mereka berdua yang diambil menggunakan polaroid miliknya. bahkan Tania tak sempat mengambil foto yang sengaja sudah ia siapkan.
Bian mengambil ponselnya. ia lalu menyalakan layar utama dan langsung memunculkan foto Tania kecil. wallpaper yang sudah sepuluh tahun ini tak pernah ia ganti dari ponselnya sekalipun dia mengganti ponselnya dengan yang baru.
"Aku nggak akan biarin kamu pergi lagi Tania. banyak hal tragis yang terjadi padaku saat kamu pergi. dan hanya menanti kamu kembali yang membuat aku bertahan sampai saat ini. Aku nggak akan lepasin kamu kali ini Tania."
*****