8. Pacaran Dua Hari

1313 Words
Terjebak macet selama satu jam karena ada mobil yang mogok bersamaan dari berlawanan arah, Tania, Bian, Amel dan Rian pun akhirnya sampai di puncak. Tak berlama-lama, mereka Langsung dibawa menuju villa milik Bian yang ada di Gunung Mas, Cisarua, Bogor. Semangat '45 sangat terlihat di raut wajah Tania. Gadis itu benar-benar antusias karena jujur, seumur hidupnya ia tak pernah pergi ke puncak Bogor. Kesibukan orang tuanya saat ia masih di Indonesia dulu lah yang membuatnya tak pergi ke mana-mana. Jadi walaupun ia kelahiran Indonesia, namun banyak hal tentang Indonesia yang tak ia tahu sedikitpun. Termasuk puncak yang selalu menjadi pusat perhatian ketika musim liburan tiba. Ia pernah menikmati pemandangan puncak Bogor lewat beberapa video yang ia lihat melalui media sosial. Jujur itu membuatnya sangat ingin ke tempat tersebut. Dan mendapat tawaran seperti ini dari Rian tentu saja tak ia sia-siakan. Dan kini di sinilah Ia sekarang, di sebuah Villa milik Bian dengan view yang begitu menyegarkan mata. Villa bernuansa Sunda dan terbuat dari kayu jati itu memiliki furniture yang sangat lengkap dan juga bersih . Kenyamanan pengunjung sangat dijunjung tinggi di sini. Tania dan Amel memasuki salah satu kamar. Di dalam kamar tersebut ada dua single bed. Setelah meletakkan semua barang-barang mereka, Tania langsung berjalan menuju salah satu tempat tidur dan langsung membaringkan tubuhnya di sana. "Haaahhh segar banget." Ucapnya. Ia benar-benar merasa dunianya terasa berbeda. Ia tak pernah merasakan suasana senyaman ini sebelumnya, bahkan saat ia di Malaysia. Udara yang dingin dan segar begitu ia rasakan. Dan sangat menenangkan. Amel melirik ke arah Tania. Ia yang sudah beberapa kali ke puncak Bogor saja masih sangat excited untuk kembali lagi ke sini. apalagi Tania yang tak pernah menginjakkan kakinya di tempat sesejuk ini. "Seumur hidup aku, bahkan di Malaysia pun, aku nggak pernah dapat suasana yang seperti ini. Mungkin kalau aku cari pasti ada. Tapi entah kenapa aku nggak suka terlalu melalang buana saat di sana." Ucap Tania sembari menatap langit-langit kamar. Ia lalu mengarahkan pandangannya pada Amel yang sedang tersenyum melihatnya. "Kamu pasti menganggap aku sekarang katrok kan?" Amel tersenyum lalu menggeleng, "Nggak. Sama sekali nggak. Biasa aja kok. Kan nggak semua orang juga kan bisa ke Bogor, walaupun mereka tinggal di Indonesia atau lebih tepatnya di Pulau Jawa deh. Nggak semua orang Jakarta juga dapat kesempatan bisa ke Bogor. Walaupun dari Jakarta ke Bogor itu nggak terlalu jauh." Jawabnya. Tania tertawa pelan. "Kamu benar. Jadi bisa dikatakan aku salah satu orang yang beruntung bisa menghirup udara Bogor." "Thats right." Tania kembali menarik nafas dalam dan membuangnya secara perlahan. ia kembali mengulangnya lagi sampai beberapa kali dan membuat suasana hatinya semakin nyaman. Dan setelah ia terdiam cukup lama, otaknya tiba-tiba mengingat sesuatu yang sangat tak masuk akal namun jika terjadi akan sangat membuatnya bahagia. Ia kembali menatap Amel. "Amel, kayaknya asik kali ya kalau punya pacar kayak Bian." Ucap Tania yang membuat Amel melongo kaget. "Hah, maksud lo? "Iya. maksud aku, Om Bian punya fasilitas yang banyak di puncak, sementara aku nih cewek kelahiran Indonesia yang nggak pernah keliling Indonesia sangat butuh orang seperti Bian." "Ih! Kok tiba-tiba banget sih. Otak lo jadi miring ya setelah sampai di sini." "Hahahah. Tadi kan aku bilang 'kayaknya..'" "Ya kayaknya sih kayaknya. Tapi kok kayaknya lo itu berujung." "Hahahah. Berujung apaan?" "Ya berujung Tania. Lo berubah haluan nih dari mencari Rian jadi mengejar Bian." Tawa Tania semakin pecah. Saat ia hendak menjawab ucapan Amel, suara ketukan pintu langsung menyurutkan niatnya. Tania langsung duduk dan turun dari tempat tidur. Ia melangkah menuju pintu dan membuka pintu kamar tersebut. "Oh Rian.." sapanya lebih dulu. "Keluar yuk. Kita cari angin. Nggak asik banget udah jauh-jauh ke sini malah cuma tidur di kamar doang." Ajak Rian. "Boleh boleh. Bentar ya, ambil jaket dulu." "Oke." Tania kembali masuk ke dalam. ia mengambil jaketnya tanpa menutup pintu. Dari tempatnya berdiri, Rian bisa melihat Amel yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur. "Kamu ikut juga kan?" ucapnya pada Amel. "Ikutlah! masa gue ditinggal sendirian di villa, tega Lo ninggalin gue di sini." jawab Amel Membuat Rian tertawa. Gadis itu berdiri dan melangkah mendekati Rian. Sepertinya Amel sudah merasa sedikit nyaman dengan pria tersebut. Walaupun cara mereka memanggil satu sama lain masih berbeda. Amel dan Rian keluar lebih dulu. Tak lama Tania menyusul. Dari dalam, Tania bisa melihat Bian yang sedang berdiri di balkon Villa sembari menatap ke arah taman yang ada di depan Villa. Pikirannya tadi yang sempat ingin menjadi pacarnya Bian seketika membuat jantungnya berdebar tak karuan. "Yuk om." Suara Rian mengejutkan Bian. Dia langsung memutar tubuhnya ke belakang dan melihat keponakannya itu keluar bersama Amel dan di belakang Amel ada Tania. "Aku sama Amel duluan ya Om." Pamit Rian. Pria itu merangkul Amel yang tak protes sedikitpun. Mereka berdua justru terlihat senang sembari bersenandung kecil melangkah keluar dari Villa. Dan Tania sendiri juga tak berniat untuk mengganggu Amel dan Rian. Ia menatap Bian yang kini sedang berdiri menatap keponakannya itu cukup lama. "Om.." sapa Tania. Bian langsung mengarahkan pandangannya pada Tania, "panggil Om lagi. Sudah saya bilang jangan panggil saya Om. Saya nggak nikah sama tantenya kamu." Ucapnya Jutek. Tania tersenyum, "Bian." Ulangnya. "Nah bagus." Tania cemberut membuat Bian gemas. "Ya udah jalan yuk." Ajak Bian. Tania mengangguk. Gadis itu lalu mensejajarkan langkahnya dengan Bian. Sembari menikmati suasana sejuk di sekelilingnya, Tania juga sedang berperang melawan debaran jantungnya yang cukup membuatnya tak tenang. Sejak niatannya tadi yang membayangkan bisa menjadi kekasihnya Bian, tubuhnya selalu bereaksi gila-gilaan saat matanya menatap Bian secara langsung. "Pernah ke sini sebelumnya?" Tanya Bian membuka pembicaraan. Tania menggeleng, "Nggak. Seumur hidup aku, aku nggak pernah ke sini." Jawabnya. "Kok gitu? Emang dulu liburannya ke mana?" "Dulu kapan? waktu masih di Indonesia?" tanya Tania dan Bian menjawabnya dengan anggukan. "10 tahun aku di Indonesia, Mami sama papi nggak pernah bawa aku jalan-jalan. Biasalah kalau orang tua sibuk. Aku malah kalau libur sekolah selalu mainnya di kamar kalau nggak di taman. Pernah sih dulu diajak Amel waktu Amel liburan ke puncak sama orang tuanya, tapi orang tua aku nggak kasih izin. Yah mau gimana." Ucap Tania. Bian tak melepaskan pandangannya dari Tania. Saat gadis itu bercerita, ia bisa melihat kesepian di mata Tania. Ia tak menyangka jika hidup Tania sesunyi itu. Bisa dikatakan, Tania tak pernah merasakan kebersamaan dengan orang tuanya walaupun orang tuanya masih ada. Bian menarik nafas panjang dan membuangnya secara perlahan, "Terus kalau kamu di taman mainnya sama siapa?" "Sama Rian." langkah Bian tiba-tiba terhenti. Membuat Tania menatap pria tersebut dengan tatapan heran, "Kenapa?" tanya Tania. "Oh? Nggak, nggak kenapa-napa." Bian kembali melangkah. "Tapi bukan sama Rian keponakan kamu." Lanjut Tania lagi. "Sama Rian siapa?" "Sama Rian teman masa kecil aku. Tapi sejak aku pindah ke Malaysia, aku nggak pernah lagi kontak-kontakan sama dia. bahkan ketemu sama dia nggak pernah. Kangen sih, tapi ya mau gimana. Aku juga nggak tahu di mana keberadaan Rian saat ini." "Nggak ada niatan buat cari?" "Adalah. Tapi ya gimana, Nggak ketemu orangnya. Aku pikir, Rian keponakan kamu itu Rian temen aku dulu, ternyata bukan. Ya udahlah ya. yang namanya Rian banyak juga." Bian mengangguk. Sebenarnya dalam hatinya saat ini ia benar-benar merasa bersalah dengan Tania. Jika dulu ia tak menyembunyikan identitasnya mungkin saat ini mereka akan merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Ia sendiri merasa senang saat Tania ke Indonesia hanya untuk mencari dirinya. Tapi kebodohannya adalah mengaku sebagai Rian dulunya saat mereka bertemu. Tapi walaupun sekarang Tania tidak tahu jika dirinya lah Rian yang Tania cari, dia akan berusaha untuk membuat Tania merasa bersyukur sudah kembali ke Indonesia walaupun waktu yang Tania punya di sini hanya 6 bulan. "Pernah punya pacar sebelumnya?" Tanya Bian tiba-tiba . "Enggak." "10 tahun tinggal di Malaysia nggak punya pacar?" "Nggak." "Kenapa?" "Karena aku udah punya pacar." "Ha? Siapa?" "Rian." Deg! Bian memejamkan matanya. Ia benar-benar kesal dengan dirinya sendiri. Bian menghentikan langkahnya. Membuat langkah Tania juga ikut terhenti. Ia memutar tubuhnya menghadap ke arah Tania. "Selama di puncak, mau jadi pacar saya?" *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD