Chapter 4

1535 Words
Pagi ini, Tania sama sekali tak semangat. ia kehilangan kekuatannya sejak ia mengetahui fakta jika Rian bukanlah pria yang ia cari. bahkan Amel ikut merasa bersalah karena sudah memberikan informasi yang tak benar pada Tania. padahal ia sangat yakin jika ia melihat anak laki-laki yang Tania sebuatkan ciri-cirinya itu masuk ke dalam rumah yang mereka datangi saat itu. tapi ternyata Rian yang Tania harapkan bukanlah Rian yang menjadi cinta pertama Tania. Amel melirik Tania kembali. "Lo jadi pindah ke apartemen hari ini?" tanya Amel. ia mencoba mengalihkan pikiran Tania dari Rian. Tania mengangguk, "Jadi kayaknya. aku juga mau gali informasi soal keluarga mami sama papi." "Lo mau mulainya kapan?" "Secepatnya akan lebih baik." Amel mengangguk. Tania berdiri dari duduknya lalu mengambil pakaiannya yang sudah ia cuci kemarin untuk ia simpan ke dalam kopernya. untuk saat ini, ia akan lupakan dulu soal Rian. jika Rian tak bisa ia temukan, ia akan lupakan. yang jelas ia tak akan sia-sia sudah kembali ke sini. "Kita ke apartemen sekarang gimana?" Ajak Tania. Amel menghela nafas panjang. "Ya udah. gue siap-siap dulu. Tania mengangguk. selagi Amel bersiap, Tania mencicil untuk menurunkan kopernya ke bawah dan membawanya ke garasi mobil tempat mobil Amel berada. dan setengah jam setelahnya, Amel sudah siap dan mereka bersiap untuk pergi. namun siapa sangka, baru juga mereka hendak mengeluarkan mobil, suara klakson mobil mengagetkan keduanya. Baik Amel maupun Tania langsung keluar dari mobil mereka dan berjalan mendekati mobil yang mengagetkan mereka tadi. Amel yang kesal langsung memukul bagian depan mobil mahal itu, "Eh, kalau mau klakson orang, lihat lihat. kalau gue jantungan gimana?" Teriak Amel namun yang di dalam mobil justru terpesona melihat Amel yang bar bar. si pemilik mobil ternyata Rian. Amel tak menyadari jika yang ia teriaki itu adalah Rian. Pasalnya saat ini pria itu sedang menggunakan topi dan kacamata serta masker. Sementara Tania yang melihat Amel marah-marah langsung mendekati sahabatnya itu dan menarik Amel untuk mundur. Tania juga mencoba untuk meminta maaf pada si pemilik mobil namun lagi-lagi keduanya dibuat terkejut saat mendengar suara klakson mobil yang kali ini seperti sedang bercanda dengan mereka. Amel benar-benar dibuat kesal. Gadis itu langsung berjalan ke pintu kemudi dan saat Amel hendak menepuk pintu tersebut keras, kaca mobil terbuka dan memunculkan Rian yang saat itu sedang membuka topi kacamata dan maskernya. Melihat wajah Rian dari dekat membuat Amel seketika salah tingkah. "Rian!" sorak Tania lebih dulu. Rian tersenyum, "Hai Tania, dan..." Ryan melirik Amel. "Oh, ini sahabat aku namanya Amel." "Hai Amel aku Rian." Rian menjulurkan tangannya pada Amel namun Gadis itu sama sekali tak menyambutnya membuat Rian tergagap. Rian menarik mundur kembali telapak tangannya lalu memilih untuk melambaikan tangannya pada Tania. "Sorry tadi aku cuma bercanda. Nggak tahu kalau teman kamu ini bakalan marah kayak gini." Tania tertawa. "Nggak pa-pa kok. dia memang suka emosian. Soalnya belum ada pawang yang bisa jinakin dia." Mendengar ucapan Tania, Amel langsung memutar kepalanya menatap Tania kesal. Namun yang ditatap justru tertawa renyah. Amel kembali menatap Rian. "Kurang kerjaan banget sih. Apa salahnya tadi turun dari mobil tanpa harus klakson. Kalau gua kaget dan malah nginjak gas gimana mobil gue? Kalau jadi rusak lo mau ganti?" ucap Amel yang sebenarnya tak kesal sama sekali. Gadis itu hanya ingin menutupi rasa gugupnya. "Bisa. Entar aku ganti kalau memang kamu salah injak gas." Jawab Rian dengan lembut dan tak lupa senyum manisnya. "Ck! Terserah Lo deh." Ucap Amel. Gadis itu lalu memilih untuk melangkah menjauhi mobil Rian, "lo mundurin mobil lo! gue mau keluar." Teriak Amel. Tania dan Rian kembali tertawa. Pria itu lalu memundurkan mobilnya agar mobil Amel bisa keluar. "Kamu kok tahu kalau aku tinggal di sini?" Tanya Tania antusias. Setidaknya moodnya yang buruk itu sedikit terobati dengan kehadiran Rian yang membuat Amel naik darah. "Aku nggak sengaja lihat kamu berdiri tadi di luar. Sebenarnya aku mau ke gang sebelahnya lagi mau ke rumah teman. Pas lihat kamu di sini, keinginan ke rumah temennya jadi hilang." Jelas Rian. "Dih! Apaan deh." "Hahaha, Aku serius loh." "Nggak percaya. Pria macam kamu kayaknya tipe Playboy." "Enak saja bilang aku playboy. Tipe cowok setia nih." "Iya, setia. Setiap tikungan ada gitu." "Ya seperti itulah kira-kira." ucap Rian yang langsung membuat Tania tertawa. "Oh ya kalian mau ke mana?" "O, Sebenarnya Hari ini aku mau pindah ke apartemen. Aku tinggal di rumah Amel cuma sampai hari ini. Mami sama papi aku udah nyiapin apartemen untuk aku tempatin selama 6 bulan ke depan." Ucap Tania menjelaskan. "Ha? Maksudnya?" "Iya. Sebenarnya aku cuma dikasih kesempatan sama orang tua aku 6 bulan. Jadi kalau 6 bulannya sudah habis, Aku harus kembali lagi ke Malaysia." "Oooo. Jadi sekarang kamu mau ke apartemen?" "Iya. dianterin sama Amel. Ya udah aku cabut dulu ya." Tania hendak pergi namun langsung dicegah oleh Rian. "Aku boleh ikut nggak?" "Ha?Mau ngapain?" "Ya siapa tahu kalian butuh bantuan aku." Tania melirik Amel yang sudah berada di dalam mobil dan di tepi jalan depan rumah Amel. "Tapi aku takut yang depan ngamuk lagi." ucapnya. Rian tersenyum, "Tenang, kalau soal jinak menjinakkan aku jagonya." "Dih, apaan. Bener kan berarti kalau kamu itu Playboy." "Bukan Playboy Tania. Memang pesona Aku itu sulit untuk ditolak para cewek-cewek. Buktinya kemarin aku bilang kan kalau akhir-akhir ini banyak cewek yang datang ke rumah. makanya Om Bian itu sedikit sewot kalau ada lagi yang datang ke rumah. Kayak kamu kemarin." Tania mengangguk paham. "Ya udah, bentar coba aku tanya Amel dulu ya." "Oke sip." Tania lalu pergi meninggalkan Rian. Ia ingin menanyakan apakah boleh Rian ikut dengan mereka ke apartemen atau tidak. Dan tak lama Tania kembali lagi dengan memberi kabar jika Rian boleh ikut ke apartemen. Tentu saja kabar tersebut langsung ditanggapi dengan sukacita oleh Rian. "Ya udah aku masuk mobil dulu ya. kamu ikutin aja dari belakang." "Oke siap." Rian kembali menaikkan kaca mobilnya saat Tania sudah masuk ke dalam mobil Amel. Saat mobil di depannya itu mulai melaju, Ia pun mulai menginjak pedal gas dan mengikuti Amel dari belakang. Sepanjang perjalanan dari rumah Amel menuju apartemen Tania, otak Rian tak pernah berhenti memikirkan tentang sahabat Tania yang tadi mengamuk padanya. Ia bahkan dibuat senyum-senyum sendiri. Dan entah kenapa ia jauh lebih tertarik dengan Amel dibandingkan dengan Tania. Yang satu lagi, ia juga tak bisa tertarik dengan Tania karena Tania saat ini adalah incaran dari omnya. Nggak Mungkin kan ia bersaing dengan omnya sendiri. Jadi mumpung yang Tania katakan tadi jika Amel belum ada pawangnya, sepertinya akan jauh lebih menarik jika dirinya menawarkan diri sebagai pawangnya Amel. Saat mobil Amel sampai di sebuah apartemen mewah, dan memasuki pekarangan apartemen tersebut, Rian seketika tersenyum. Ia langsung menghubungi Bian dan mengatakan jika dirinya saat ini berada di apartemen milik omnya tersebut. Tentu saja pernyataan Rian membuat Bian heran. Pasalnya untuk apa keponakannya itu menginjakkan kaki di apartemen yang ia sewakan. Rian mengambil gambar saat Amel dan Tania menurunkan koper. Lalu gambar tersebut dikirimkan pada Bian. Rian dapat menghitung mundur dari 3 dan berani taruhan jika sebentar lagi omnya itu akan menghubunginya. Dan benar saja dugaannya. Baru pada hitungan kedua, omnya itu sudah langsung menghubunginya. Rian langsung mengangkat panggilan tersebut dan tentu saja ia tertawa terlebih dahulu. Ini bener-bener konyol. Ia tak pernah melihat om nya seperti ini sebelumnya. Bahkan yang ia tahu, Bian termasuk dingin dan sulit untuk disapa. "Halo om.." sapa Rian lebih dulu dengan nada yang sedikit bercanda. "Tania ngapain di sana bawa koper?" Tanya Bian tanpa repot repot membalas sapaan Rian. "Ck! Kalau mereka bawa koper itu artinya mereka mau tinggal di sini." "Ha? Aku memang dapat laporan jika ada penyewa baru di apartemen. Tapi menyewanya itu sudah 1 minggu yang lalu." "Ya mungkin bisa jadi Tania sewa lebih dulu sebelum dia tinggal." "Bisa jadi." "Jadi gimana nih? Om mau ke sini?" "Ya nggak lah. Urusan aku masih banyak di kantor." Ucap Bian dan tak lama Bian mematikan panggilan tersebut secara sepihak. Bian langsung lari ke meja kerjanya dan melacak CCTV apartemen Galaxy miliknya. Benar saja. Dari CCTV, terlihat Tania dan Amel serta Rian melangkah melewati koridor menuju lift. Mereka kini sedang menunggu pintu lift terbuka. "Ni anak ngapain ikut juga ke dalam!!" Kesal Bian. Ia ingin menghubungi Rian namun tentu saja itu akan terdengar konyol. Keponakannya itu pasti akan menertawakannya karena sudah bersikap seperti ini. Bian terus memantau. Dan CCTV di lift menunjukkan jika Tania menekan tombol nomor lima." "lantai lima. Benar. Penyewa satu Minggu yang lalu juga menyewa apartemen lantai lima. Ternyata yang Rian bilang benar." Gumamnya. Bian memperhatikan wajah Tania. Dan tanpa ia sadari, bibirnya menyunggingkan senyuman manis. "Kita semakin dekat Tania." Ucapnya. Pantauan Bian saat itu dibarengi dengan senyum dan u*****n. u*****n tersenyum tentu saja pria itu layangkan untuk keponakannya yang berani masuk ke apartemen Tania lebih dulu. Apa yang Rian lakukan di dalam sana. Sepertinya ia harus melakukan sesuatu. Bian meraih ponselnya lagi dan mencoba mengirim pesan pada Rian, dan isi pesannya langsung membuat Rian tertawa terbahak-bahak. Ia Bahkan tak mempedulikan pandangan aneh Tania dan Amel padanya. Dan bunyi pesan ajaib yang membuat harian tertawa adalah, Dalam waktu 1 menit kalau kamu nggak keluar dari apartemen Tania, kamu nggak usah balik lagi ke rumah. Jadi gelandangan sana. "Ckckckc. Tuan muda kaya raya yang terkenal dingin, ternyata bisa cemburu juga." Gumam Rian lalu menutup ponsel tersebut kembali tanpa menghiraukan ancaman dari Bian. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD