Tania, Amel dan Rian kini sedang duduk santai di ruang TV apartemen yang Tania sewa tersebut. Mereka baru saja beristirahat setelah membantu Tania menata bentuk kamar tidurnya.
Dan setelah ini mereka berencana untuk membeli isi kulkas untuk stok selama 1 bulan.
Suara bel apartemen Tania berbunyi. "Oh, kayaknya pesanannya sampai." Ucap Tania. Gadis itu hendak berdiri namun langsung dicegah oleh Rian. Rian memilih untuk mengambil sendiri ke depan. Karena makanan yang datang kali ini adalah pesanan Rian sendiri tentu saja Tania tak keberatan.
Tak lama setelah keluar, Rian kembali lagi sembari menenteng tiga kotak pizza dan 1 kotak ayam pedas. Hari ini mereka benar-benar akan makan besar.
Sementara di tempat lain Bian tak henti-hentinya menyumpahi keponakannya itu. Pasalnya Ia hanya bisa melihat keberadaan Rian itu sampai mereka masuk ke dalam apartemen saja. Karena batasan CCTV yang bisa dilacak oleh pemilik apartemen hanya sampai batas pintu masuk.
Rian juga mematikan ponselnya yang semakin membuat Bian kesal bukan main. Pria itu dibuat uring-uringan di kantornya. Ia sebenarnya bisa menyusul ke apartemen yang disewa Tania saat ini, namun Apa alasan yang bisa ia ucapkan nanti jika dirinya sampai di sana.
Aagggghh! Teriaknya kesal. Bian mengacak rambutnya dengan kasar, namun sialnya di mata seseorang yang saat ini tengah melihatnya, Bian terlihat sangat mempesona dengan rambut yang acak-acakan seperti itu.
Perempuan itu bernama Nayma. Sekretaris Bian yang sudah mengabdi pada pria itu sejak lima tahun yang lalu.
Dan sebenarnya sejak tadi Nayma sudah menyadari perubahan dari bosnya itu.
"Bapak lagi sakit?" tanya Nayma pada Bian.
"Nggak!"
"Tapi kok bapak kayaknya lagi sakit ya."
"Saya bilang saya nggak sakit. Kamu lihat saya pucat?" Nayma langsung menggeleng cepat. Jawaban ketus dari Bian membuatnya tak berani lagi untuk menanyai bosnya itu.
Nayma benar-benar cemberut. Mood-nya juga dibuat awur-auran oleh bosnya itu. Entah kapan ia bisa berhasil mendapatkan hati Bian. Pria muda sukses itu sangat sulit untuk ditaklukan.
Braakkk!
Dian menutup pintu ruangannya dengan cukup keras membuat Nayma dan beberapa pekerja di dekat sana langsung terkejut.
"Lo sih kegatelan sama bos. Udah gue bilang tuh laki gay. Masih juga lo embat." Ucap Reno rekan kerja Nayma.
"Lu jangan asal ngomong."
"Ya Tuhan Naima, lu nggak bisa lihat apa. Pakaian lo udah se seksi ini, tapi itu laki nggak ngelirik lo sama sekali.. Lo ingatkan sekretarisnya pak Danu yang cantik dan seksinya aduhai banget. Kalau bener bos kita itu normal, dia pasti tertarik dengan sekretaris pak Danu itu. Tapi lo lihat bukan? ngelirik aja nggak. Sekelas sekretarisnya pak Danu yang seksi dan cantik itu aja dilewatin, apalagi lo." Ucap Reno yang langsung mendapat u*****n kasar dari Naima.
"Maksud lo!! Gini-gini banyak yang naksir sama gue asal lo tahu. Cuma level gue tinggi. Bukan cowok kaleng-kaleng."
"Dih sok iye deh lo. Sok paling cantik banget sih lo Di sini. Lo ingat ya, di sini itu banyak yang jauh lebih cantik daripada lo." Naima benar-benar dibuat semakin kesal dan bete. Cowok slay ini benar-benar membuatnya kesal setengah mati.
Tak mau lagi mendengar segala ucapan Reno padanya, Naima memilih untuk keluar dari ruangannya. Kebetulan hari ini ia harus menyiapkan beberapa berkas untuk rapat siang nanti. Jadi ia harus ke ruangan HRD terlebih dahulu untuk mengambil beberapa berkas yang diperlukan untuk rapat nanti. Sebenarnya tim HRD bisa mengantarkan berkas tersebut ke ruangannya, namun telinganya cukup panas untuk berada dekat dengan Reno. Jadi biar dia sendiri yang mengambil ke ruangan HRD.
Sementara di ruang kerjanya, Bian masih belum bisa menghubungi Rian. Ia benar-benar selalu mengumpat pada keponakannya itu. Bian kembali mengontrol CCTV. Ia memutar mundur waktu CCTV beberapa saat sebelum ia tinggal tadi.
Bian benar-benar terlihat uring-uringan. Tak seperti Bian sebelum Tania kembali dari Malaysia. Bahkan Bian sendiri sebenarnya sudah merelakan harapannya untuk bisa bertemu dengan Tania lagi. Tapi seolah takdir sedang mendukung dirinya sampai-sampai takdir menyodorkan kembali Tania padanya.
__
Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Dan mereka bertiga baru saja pulang dari berbelanja kebutuhan untuk Tania di apartemen.
Saat semuanya udah tersusun rapi di dalam lemari pendingin, Rian pun meminta izin untuk pulang lebih dulu.
"Aku mau ke kantornya Om Bian sebentar karena ada perlu." Ucapnya.
Tania dan Amel mengangguk. "Ya udah makasih ya udah di temenin. Jangan sungkan sering-sering main ke sini."
Rian tersenyum. Ia lalu melirik Amel sekilas yang saat itu sedang berdiri di samping Tania.
"Siiippp. Oh ya, minggu depan Aku dan om Bian mau lihat-lihat Villa om Bian yang ada di puncak. Kalian mau ikut?"
"Minggu depan? Villa?" Tanya Tania. Gadis itu lalu melirik Amel. "Gimana?" Tanyanya pada Amel.
"Perginya kapan?"
"Hmm, kalau aku sama Om bian sih perginya Sabtu ya. Biar bisa nginep di sana. Soalnya villanya dekat kebun teh, jadi enak aja gitu malam-malam liatin bulan di kebun teh."
Tania dan Amel Saling tatap. Membayangkan view yang Rian gambarkan membuat keduanya langsung tanpa antusias.
"Gue kalau Tania ikut gue ikut." Jawab Amel dengan sedikit basa-basinya.
"Ya udah aku ikut. Kapan lagi coba."
"Oke sip Jadi kalian ikut ya. nanti aku bilang sama Om Bian."
"Oke siap." Ucap Tania dan Amel serentak.
Rian akhirnya pamit dari apartemen Tania. Sementara Amel Gadis itu memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu di apartemen sebelum ia pulang.
__
Seperti yang Rian katakan sebelum ia pulang dari apartemen Tania, rian benar-benar mampir ke kantor omnya itu. Namun saat ia sampai di sana Bian sedang rapat. Jadilah ia hanya menunggu di ruang kerja omnya tersebut sembari memutuskan untuk tidur dulu di sofa.
1 jam sudah berlalu. Dan seperti biasanya, Bian adalah tipe atasan yang tidak suka keluyuran kemana-mana jika ada waktu senggang. Pria itu lebih memilih untuk berdiam diri di ruangannya dan jika tidak ada pekerjaan lagi, ia akan tidur di kamar yang ada di dalam ruangan kantornya itu.
Namun saat dia masuk ke dalam, ia langsung dikejutkan dengan sosok Rian yang sedang tertidur pulas di sofa ruang kerjanya. Melihat kehadiran keponakannya itu Bian langsung kesal.
Seperti manusia yang tak punya hati, Bian langsung mendekati Rian dan menendang betis Rian dengan santai.
"Heh bangun!!" Ucapnya sambil terus menendang betis Rian.
Rian yang merasa terganggu langsung membuka matanya dan melihat kehadiran omnya sudah ada di depannya. Omnya itu sedang berdiri sembari berkacak pinggang.
"Bangun! Kamu pikirin di hotel." Ucapnya suntuk.
Rian mengangkat sebelah alisnya. Ia berdecak lalu duduk. "Om gangguin banget sih. Orang lagi mimpi indah juga."
"Dih! Bukan urusan saya Kamu mimpi atau enggak." Jawab Bian yang langsung mendapat lirikan aneh dari Rian. Pasalnya jika omnya ini menyebut diri sebagai saya ketika berbicara dengannya, itu artinya omnya ini sedang tidak ramah dengan Rian.
Rian menimpali tetapan Bian dengan tatapan yang sama. Ia lalu menyandarkan tubuhnya ke belakang dan melipat tangannya ke d**a. "Kenapa? Apa baru saja terjadi sesuatu? Sepertinya ada aura tak nyaman saat ini di wajah Om."
Bian langsung mendengus. Ia kembali menendang kaki Rian yang terjuntai ke bawah. Namun kali ini tendangannya cukup keras membuat Rian langsung meringis. Pria itu langsung mengusap kakinya yang terasa sakit.
"Om kenapa sih? Harusnya kalau keponakan itu datang, ya disambut, dilayani, ini malah ditendang."
"Ha? Kamu bilang apa tadi? Disambut? Dilayani? Malah Saya mau tendang kamu dari rumah." Ucapnya yang terdengar sangat ramah di telinga Rian.
Rian berdecak kesal. "Sepertinya ada hubungannya dengan penghuni apartemen Galaxy lantai 5." Celetuk Rian. Dan reaksi Bian setelah kalimat Rian itu cukup membuat Rian paham jika penyebabnya memang karena Tania.
"Jangan marah Om. Justru kehadiran Rian di sana mau bantu Om supaya bisa lebih dekat dengan Tania." Ucap Rian.
Bian menautkan alisnya. "Maksud kamu?"
Rian mengambil posisi duduk yang lebih nyaman. Ia menatap Bian "sebenarnya gini Om. Setelah tadi aku temenin Tania beli keperluan Tania mulai dari jasmani sampai rohaninya selama 1 bulan ke depan di mall, aku ngajak dia untuk ke Villa." Ucap Rian dengan santainya.
Dan tentu saja laporan yang barusan Rian sebutkan itu, langsung membuat Bian melotot tajam. "Maksud kamu?"
"Gini, makanya om duduk dulu. Dinginkan dulu itu kepala. Cemburu boleh Om tapi dengerin dulu beritanya." Ejek Rian.
Bian mendengus. Pria itu pun akhirnya memutuskan untuk duduk di sofa khusus 1 orang yang ada di depan Rian.
Bian tak bicara lagi. Ia hanya menatap Rian yang membuat pria itu sadar akan maksud dari tatapan omnya.
"Aku bilang sama Tania dan teman Tania yang bernama Amel itu, jika minggu depan aku sama Om mau cek kondisi Villa di puncak sekaligus jalan-jalan. Dan aku ajak mereka. Dan Mereka mau. Hebat kan ide aku." Ucap Rian dengan santainya seolah tidak terjadi masalah apa-apa setelah ucapan dia tersebut.
Bian belum merespon lebih dari kalimat ajaib yang tadi Rian ucapkan padanya. Sampai beberapa saat kemudian ia berdiri dari duduknya lalu melangkah menuju meja kerjanya menekan intercom yang menghubungkan langsung pada sang sekretaris.
"Iya Pak bos, Apa ada yang perlu saya bantu?" Ucap Naima dari meja kerjanya.
"Kosongkan jadwal saya untuk Minggu depan. Khususnya hari Sabtu dan Minggu."
"Ha? Pak bos, tapi Minggu depan kita harus ke Bandung untuk mengecek proyek perusahaan yang baru pak."
"Tunda dulu. Minggu depan saya ada keperluan mendadak." Bian langsung memutus intercom tersebut. Ia lalu menatap Rian yang kini sedang tersenyum menggodanya.
"Asiiikkk. Sepertinya tak sia-sia Rian bikin ide begini. Jadi, Minggu depan kita ke Villa ya Om."
"Tak mungkin kamu batalkan janji kan?" Jawab Bian sok jaim membuat Rian langsung tertawa.
Sepertinya, kehidupan percintaan om nya ini akan sangat menarik nantinya.
Jadi cupid tak buruk juga....
*****