9

1345 Words
Soal bujuk membujuk memang Bilal harus akui bahwa putranya lah yang lebih unggul. Pagi ini Mama langsung mau diajak ke rumah sakit pada cobaan pertama padahal dia sudah gagal setelah mencoba berhari-hari. Meski ada rasa kurang senang karena omongan putranya lah yang lebih Mama dengarkan, namun pria itu lega. Hanya saja ia tidak bisa lega berlama-lama setelah mengetahui kondisi kesehatan Mamanya. “Mama ga kenapa-napa,” ucap Siti pada putranya yang tampak sangat khawatir. Bilal mengangguk, tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun atau dia akan kembali menjadi bocah cengeng Mamanya. “Muka kamu jelek banget kelihatan dari sini, Nak. Jangan bikin Raja khawatir. Dalam beberapa bulan cucu Mama bakal ada pertandingan. Mama ga mau dia ga bisa konsentrasi dan kecelakaan,” begitu ucap Siti. Apa gunanya dia mengusir Jana dan Raja keluar saat tadi Dokter hendak menerangkan kondisi kesehatannya kalau Bilal bersikap seperti sekarang? “Mama selalu pilih kasih sama Raja. Aku loh ini yang ada di depan Mama,” ucap Bilal mencoba bersikap seperti yang Mamanya inginkan. “Aku juga disini tapi yang Mama ingat cuma Raja.” “Kompak banget kamu sama suamimu, ya, Riz,” kekeh Siti sebelum membalas pelukan anak menantu kesayangannya yang sejak awal tidak pernah terasa seperti orang asing yang bergabung ke dalam keluarga hanya karena Bilal menikahinya. Tidak jauh dari tiga manusia tersebut, Raja mendekat pada seseorang yang sedang mengintip. “Ngapain lo disana?” “Ga ngapa-ngapain, lagi nyoba jadi cicak aja,” ucap Jana yang semakin memeluk tiang tempat dia bersembunyi barusan. “Tembok dipeluk,” cibir Raja. “Daripada meluk cucu durhaka mending meluk dinding. Mana adem,” cibir Jana kemudian melirik Raja dari atas sampai bawah seolah pria itu mengeluarkan aura panas. “Kaya gue mau aja dipeluk sama Nenek bloon macem elu!” “Berisik!” “Emang lo berisik kok.” “Raja, Jana!” panggil Bilal pada keduanya yang selalu sibuk adu mulut tiap hari. Pokoknya rumah ini tidak harus menunggu Bilal mengomel dulu baru heboh. Karena sejak kedatangan Jana, dia dan Raja lah yang selalu memulai keributan. Sedang jika Raja tidak di rumah, Jana bahkan masih bisa mengomel sendiri, karena cucunya tidak tau ada di mana, sedang melakukan apa dan dengan siapa. “Kenapa, Om?” tanya Jana ramah. Raja mah jangan ditanya. Dia hanya membawa tubuhnya ke dalam kamar Kak Siti dan tidak melakukan apa-apa. Jika Jana adalah Om Bilal, melihat ekspresi yang Raja berikan saat ini sudah pasti Jana akan memukul tengkoraknya itu. “Nenek mau makan lapek pisang. Kamu pergi beli dan sekalian bawa Jana jalan-jalan. Kamu ga mau ketar-ketir kaya semalam waktu Jana ga pulang-pulang sampe tengah malam, ‘kan, Ja?” “Siapa yang ketar-ketir?” “Kamu!” ucap Siti terkekeh. “Beneran, Om? Raja khawatir sama Neneknya ini?” tanya Jana girang namun Raja terlanjur menarik tangannya keluar atau Mama akan ikut memojokkannya. Memangnya hanya Raja seorang yang semalam khawatir? Semuanya kali. Ini Puti Sumatera yang sedang menumpang di rumah mereka. >>> Keduanya sudah berada di dalam mobil ketika Raja mengulurkan ponselnya pada Jana. “Nomor lo!” “Eciee.. yang takut Neneknya hilang,” kekeh Jana sebelum mengambil alih ponsel Raja dan memasukkannya ke kantong celana. Raja terlihat ingin protes namun Jana buru-buru memotong. “Aku, ‘kan, ceritanya lagi kabur dari rumah. Mana ada orang kabur yang aktifin ponselnya, Ja? Mending ponsel kamu aku yang simpan. Kamu bisa beli lagi sendiri.” “Lo ga punya duit buat beli sim card baru?” cibir Raja yang diam-diam senang jika Jana memakai barang miliknya. “Apa gunanya sim card baru kalau orang tuaku mikirnya aku lagi kuliah. Bukan lagi kabur. Kalo mereka nelfon dan nomernya ga aktif, mereka bisa panik.” Jana akui dirinya adalah manusia munafik. Barusan mulutnya berkata tidak ingin membuat Ayah dan Bunda panik tapi jauh dalam lubuk hatinya, ia ingin kedua orang itu untuk merasa sangat panik. Sebenarnya sejak berkuliah di Jerman, hubungannya dengan Ayah menjadi sangat renggang. Jangankan saat berjauhan, saat Jana berada di rumah saja mereka tidak banyak mengobrol. Alasan Ayah tidak menelfon tentu saja karena beliau masih marah dan tidak setuju Jana kuliah di luar negeri. Sedang Bunda, beliau terlalu mencintai Ayah sehingga kalau Ayah tidak menelfon Jana, beliau tidak akan melakukan sesuatu yang akan membuat Ayah kesal. Makanya selama dua tahun terakhir, keduanya selalu menecek keadaan Jana melalui Shadiq. Yang mana hal tersebut membuat Jana merasa lucu dengan Ayah. Beliau tidak suka Jana pacaran dengan Shadiq tapi terlalu percaya pada orang yang tidak ia sukai untuk menjadi kekasih putrinya sendiri. “Kalau gitu kenapa lo harus ngambil ponsel gue? Lo ga kabur di mata orang tua lo. Pakai ponsel lo sendiri!” Justru karena itu. Jana yang dianggap berkuliah ke negara orang atau pun diam-diam sedang menyelidiki siapa Ibu kandungnya, tidak ada satupun yang bisa membuat Ayah dan Bunda merasa perlu menghubunginya. Semalam, setelah menyalakan ponselnya lagi setelah beberapa minggu tinggal di rumah Om Bilal, Jana tidak mendapatkan satu pesanpun dari mereka. Apakah Ayah dan Bunda sedang menikmati waktu mereka dengan keluarga kecil milik mereka tanpa ada orang luar? Raja menyadari Jana terdiam cukup lama sebelum gadis itu memberikan alternatif solusi lain. “Gimana kalo kamu aja yang pakai ponselku dan aku pakai ponsel kamu?” Bagi Raja tentu hal barusan terdengar menggiurkan karena ia bisa mengetahui lebih banyak tentang Jana. Tapi dia tidak bisa menyetujui hal itu karena walau bagaimanapun teman terdekatnya adalah Abang sepupu Jana. Lalu bagaimana kalau nanti orang tua Jana menelfon sedang Raja sedang ada di tempat yang berbeda dengan Jana? Mengetahui pria lah yang menjawab ponsel sang anak tentu akan membuat mereka jauh lebih panik lagi. “Repot, mending beli ponsel baru aja,” ucap Raja. “Iya betul,” ucap Jana dengan senyum lemahnya. >>> “Astaga, Raja,” ucap Jana gemas pada cucunya yang sibuk bermain game dengan ponsel baru. Tadi sebelum mencarikan pesanan Kak Siti, keduanya memang terlebih dahulu mendapatkan ponsel baru untuk Raja. Awalnya sih untuk Jana tapi gadis itu dengan keras kepala mengatakan bahwa hanya dengan dia yang memakai ponsel Raja lah dia bisa mengenal cucu satu-satunya itu. “Ga perlu dua puluh empat jam dan lo bakal tau gue setelah meriksa ponsel gue.” Begitu ucap pria itu siang tadi dan benar saja. Satu jam bahkan terlalu berlebihan bagi Jana. Pasalnya ponsel Raja hanya berisi kontak keluarga, beberapa orang teman, games favoritnya dan selesai. Tidak ada foto apalagi sosial media. “Udah? Siniin!” ucap Raja merampas kembali ponselnya dan melempar ponsel yang barusan ia mainkan ke pangkuan Jana. Bukan yang melempar dalam artian sebenarnya. Malam ini mereka duduk di sofa panjang dan saling membelakangi. Tentu saja dengan ada bantal di tengah keduanya yang keduanya jadikan sandaran. “Ga bisa! Kamu harus punya setidaknya f******k atau ngga Tinder deh,” ucap Jana berusaha merebut kembali ponsel Raja tapi keduanya berakhir seperti tengah berduel. Raja yang paling tidak terima karena selain memutuskan dengan semena-mena bahwa dia harus punya sosial media, Jana juga menganggpnya terlalu bodoh sehingga tidak mengetahui bahwa Tinder adalah aplikasi kencan online. “Oke, oke. Ga Tinder, f******k aja atau ga **. Twitter gimana? Mau?” “Jana!” ucap Raja kesal karena Jana masih berusaha mendapatkan ponselnya. Tapi Jana seperti semangat sekali sehingga melupakan bahwa saat ini dia mengalungkan sebelah tangannya ke leher Raja dan menariknya ke arah Jana yang artinya ke arah belakang bagi Raja karena pria itu dalam posisi membelakanginya. Jana bahkan sempat memukul Raja tepat di jakunnya karena pria itu menjauhkan ponselnya dari Jana. “Berisik! Nenek lagi tidur!” tegur Bilal pada keduanya. “Pa! Aku dicekek barusan, Pa. Papa bukannya lihat sendiri?” “Salah kamu kenapa bisa sampe dicekek? Kamu laki atau bukan?” Raja berniat mengadu pada Mamanya tapi Bilal keburu mengajak sang istri ke kamar karena sudah larut. Sedang Rizka, wanita itu mengalungkan sebelah tangannya pada sang suami kemudian cekikikan. “Kayaknya kita harus sering-sering suruh Raja dan biarin Jana nemenin dia,” ucapnya karena baru sekali dibiarkan bersama, keduanya sudah lebih akrab. Raja bahkan membelikan ponsel baru untuk Jana yang mana hal itu akan memudahkan mereka ke depannya untuk menemukan Jana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD