7

1498 Words
Matanya bergerak-gerak gelisah, Jana juga tampak mengerutkan jidatnya beberapa kali sebelum akhirnya bangun dengan napas pendek-pendek. Gadis itu membawa kedua tangannya ke d**a, tangan yang ternyata juga gemetaran. Kalau dulu Bunda adalah orang pertama yang ia cari begitu terbangun dari mimpi buruk, sekarang Jana justru meraih ponsel yang sudah ia matikan selama beberapa minggu. Gadis itu menggigit jempol kanannya gregetan menunggu benda tersebut nyala dan bisa digunakan. “Ya, Sayang. Kamu mau video call aja?” tanya seseorang yang Jana hubungi. Pria yang sudah tau alasan kenapa kekasihnya menelfon di tengah malam waktu Indonesia. Jana pasti baru saja terbangun dari mimpi buruk. Pria ini, bisakah Jana hidup berdua saja dengannya dan melupakan segala persoalan dunia lainnya? pikir Jana membatin. Pria yang paling bisa menempatkan posisinya dan paling membuat Jana nyaman di dunia ini selain berada di antara anggota keluarganya. Pria yang paling Jana sukai untuk dipanggil teman dan selalu, bahkan sampai detik ini, ia dambakan untuk menjadi kekasih. “Gini, aja. Aku ga pake baju sopan,” ucap Jana beralasan. “Kaya aku selalu ngeliat kamu dalam mode sopan aja.” “Diq!” Shadiq Mahavir Esham, satu-satunya pria di hidup Puti Jana Aretha Shaima Jebat terkekeh geli. Pria yang sangat merindukan pacarnya itu tawanya reda dalam beberapa saat karena Jana memanggilnya lirih. “Gimana kalo aku justru bikin Bunda sedih, Diq?” Walau bagaimanapun, menemukan Nia berarti membawa kembali nama wanita itu di antara Bunda dan Ayahnya. Bunda sudah mau menerima Jana dan memperlakukannya bak anak sendiri. Bunda adalah wanita terbaik yang pernah Jana temukan, yang paling pantas bersama Ayahnya. Tapi hati kecilnya memekik ingin mengetahui wanita ini. “Aku jemput aja, mau?” Jana terdiam. Meski mengetahui bahwa hati Bundanya akan sangat hancur, Jana tetap ingin melihat bagaimana rupa wanita yang telah melahirkannya. Jana ingin mengenalnya. “Jan?” “Hm?” “Bunda ga akan sedih. Kamu hanya akan menemukan Nia, kamu bisa mengenalnya tanpa harus mengungkit beliau di depan Bunda dan Ayah.” Raja mengatakan bahwa sampai saat ini ia masih rajin memberikan update Jana pada Bunda Aini berupa foto-foto gadis itu yang mereka ambil tahun lalu. Keputusan Jana untuk mencari Nia sudah mereka perhitungkan matang-matang sehingga orang rumah hanya mengetahui bahwa Jana sedang sibuk dengan kuliahnya. Pertanyaan yang mungkin muncul di benak kamu adalah, apakah orang tua Jana percaya dengan Shadiq? Bunda percaya, sedangkan Ayah Jana sedang dalam mode tidak peduli pada anak gadis sulungnya itu. Hal ini dimulai sejak Jana memutuskan untuk mengikuti Shadiq yang mendapat beasiswa di Hamburg tanpa memberitahukan pada mereka sedari awal. Shadiq sudah menolak ide pacarnya ini sejak awal tapi Jana beralasan bahwa dia justru akan ditolah mentah-mentah kalau mengatakannya sejak awal. Makanya gadis ini pura-pura mengikuti tes perguruan tinggi negri padahal hari itu mereka pacaran ke salah satu objek wisata di Sumatera Barat tepatnya di Pesisir Selatan. Puncak Mandeh namanya. Setelah mengetahui bahwa putrinya diterima di Universitas Hamburg, Ayah Jana tentu langsung melarangnya pergi seperti yang telah Jana prediksi. Hanya saja Jana punya Makdang yaitu Sultan Ramdan dan Abang sepupunya Ammar yang justru mendukung Jana untuk berkuliah di luar negeri. Dan karena Jana lebih mendengarkan perkataan Makdang dan Abangnya, Om Fateh memilih sikap ini, bahwa ia tidak akan mengurus Jana lagi. Dengan maksud agar Jana lebih memilihnya. Tapi Om Fateh benar-benar bertemu dengan lawan yang seimbang, Jana tetap berangkat ke Hamburg dan beliau terpaksa harus konsisten dengan keputusannya sejak awal. Tidak jarang Shadiq melihat Om Fateh berada di dekat Puti Aini saat wanita itu melakukan video call dengannya. Jana dan Shadiq mengetahui tentang surat-surat ini di tahun pertama perkuliahan keduanya. Shadiq sudah melihat bagaimana Jana sering melamun dan tidak seceria biasanya selama tiga tahun terakhir. Makanya saat ide untuk mencari Nia tercetus di benak kekasihnya itu, Shadiq tidak mencoba mencegah sama sekali. “Gitu aja kali, ya?” tanya Jana padahal ada bagian dari dirinya untuk melihat kedua orang tuanya bertemu lagi. Mereka yang duduk di depan Jana dan menerangkan padanya kenapa sejak awal Jana tidak dirawat oleh kedua orang tua kandungnya. “Iya. Dan jangan lupa kalo kita bakal nemuin Nia sama-sama. Kamu hanya sedang nyari alamat dia. Kamu ga akan datang ke dia sendiri.” “Iya, Sayang,” ucap Jana yang tiba-tiba tidak lagi merasa secemas tadi sebelum mendengar suara pacarnya. “Sampai kapan aku harus berhenti pakai jastip alat tempur kamu?” tanya Shadiq yang kali ini tentu saja membahas hal berbeda. “Si Bangang!” kekeh Jana. Dia menyebut pacarnya bodoh karena masih ikut jasa titip barang pribadinya padahal Jana tidak sedang di Jerman. Shadiq pun tertawa karenanya. Yang barusan pria itu sebut dengan alat tempur adalah pembalut. Jangan sebut Shadiq m***m karena Jana lah yang terlalu dimanjakan sejak kecil oleh Puti Aini. Jana benar-benar diperlakukan baik tuan putri sejak kecil sampai tidak tau menau soal pembalut. Jangankan pembalut, pakaian yang dia kenakan sehari-hari saja gadis itu tidak tau ukurannya. Semua diatur oleh Bundanya. Makanya tidak sekalipun Jana belanja pakaian apalagi pembalut di Jerman. Pakaian baru akan dia dapatkan setiap pulang kampung sedangkan pembalut, Shadiq yang bertanggung jawab untuk menyetoknya. “Jadi siapa yang menyelamatkan kamu disana?” Tanya Shadiq yang bukannya tidak tau bahwa Jana pasti sedang bertempur dalam minggu ini. “Kakakku,” Jana menceritakan bagaimana alih-alih diperlakukan seperti seorang adik yang sudah berumur dua puluh tahun, Jana justru diperlakukan seperti bocah lima tahun oleh Kakak sepupunya ini. Kebetulan sekali Shadiq ingin mengetahui apa yang telah pacarnya lalui sejak menanyakan berapa orang yang berada di lapangan sepak bola hari itu. Jenis pertanyaan yang tidak pernah pria itu pikirkan akan ia dapatkan dari sang kekasih. Sedang di kamar berbeda, tepatnya di kamar milik Raja, pria itu juga baru saja terbangun. Jika Jana bangun karena mimpi buruk, Raja justru terbangun karena mimpi basah. Pria itu menjambak rambutnya sendiri begitu mendapati keadaan dirinya yang yah, tidak perlu Raja jabarkan. Pria itu mengumpat keras karena mimpi barusan tidak harus datang di saat dia sudah memutuskan untuk menemani Jana jalan. Kejadian hari ini sudah cukup untuk membuatnya tidak ingin membiarkan Jana keluar sendirian lagi. Sekalipun gadis itu ingin ke pulau terujung Indonesia, Raja akan memastikan bahwa dirinya selalu ada di samping nya. Tapi bagaimana ini? Baru saja Raja mendapatkan mimpi sialan itu bersama Jana. Melirik pada arah jam dinding dipasang, Raja mendesah kemudian bangkit dan mengguyur dirinya sendiri dengan air dingin. Sambil berpikir keras apa yang telah ia lakukan sehingga harus menanggung penderitaan seperti ini? Kenapa gadis yang ia sukai justru adalah Neneknya sendiri? Melihat dari apa yang terjadi sejauh ini, pria itu tidak melihat adanya tanda-tanda bahwa hal ini akan mengarah pada hal yang lebih baik. Justru lama-lama begini Raja bisa gila karena dia tidak bisa memacari gadis lain saat yang ada di kepala dan di rumahnya sendiri adalah seorang Puti Jana Aretha Shaima Jebat. Apa Raja harus membenturkan kepala di pertandingan selanjutnya? Agar dia amnesia? Atau sekarang saja, ke tembok kamar mandinya ini? >>>> “Kamu habis mandi?” “Ngapain lo disini?” tanya Raja tidak suka. Bagaimana tidak ketus? Dia merasa seperti kepergok oleh Jana. “Aku ga bisa tidur,” jelas Jana kemudian meminta Raja untuk menunggunya. Raja tidak peduli pada Jana, mencoba untuk tidak peduli lebih tepatnya karena dia tidak ingin berurusan dengan Jana lagi. Maksud Raja, tidak secepat ini, tunggu matahari terbit dulu baru ia bersedia. Siapa yang menyangka jika Jana justru datang dengan handuk beberapa menit kemudian. Dan tanpa ragu, gadis itu mendekat pada Raja yang sedang berdiri di depan kompor. Dengan tinggi tubuhnya itu Jana tidak kesusahan sama sekali untuk mengeringkan rambut Raja. Dia bukan tipe gadis pendek dan imut sama sekali. Tapi tipe cewek tinggi dan sangat berbahaya khususnya untuk Raja. “Lo ngapain?” “Gantiin Kak Siti,” ucap Jana yang cukup sering mendapati Kakak sepupunya mengeringkan rambut Raja. “Ga perlu!” “Perlu banget! Ini masih pagi banget buat kamu mulai lagi jadi cucu durkaha, ya, Khaleef!” Raja memutar bola matanya sebelum memutar tubuhnya sendiri. Sekarang pria itu sengaja meletakkan kedua tangannya di pinggang Jana. “Katanya gantiin Nenek, ‘kan?” ucapnya saat merasakan Jana kaget karena sentuhannya barusan. Jana meneguk ludahnya kasar kemudian bergumam, “Nunduk dikit.” “Segini?” tanya Raja setelah membawa wajahnya ke depan wajah Jana. Jangan salahkan Raja sepenuhnya. Salahkan mimpi sialannya dan juga Jana yang terlalu suka menjadi Nenek baginya. “Hm.. Gini lebih enak.” “Lo tau kalo lo cewek paling sialan yang pernah gue temuin?” tanya Raja yang gerakannya justru bertolak belakang dengan ucapannya barusan. Pria itu yang menatap Jana tepat di mata, entah sadar atau tidak, menarik sang Nenek lebih dekat. “Aku baru tau bulu mata kamu sepanjang ini,” ucap Jana yang tidak akan lagi terpancing oleh ucapan Raja. Dia sudah lebih dari sekedar paham bahwa Raja tidak menyukai punya Nenek yang lain. Baginya, Nenek hanyalah Kak Siti. Raja mendecih. “Besok potong rambut.” “Lo pikir lo nyokap gue?” tanya Raja kesal. Hanya Mama yang nyinyir menyuruhnya potong rambut di rumah ini. “Aku Nenek kamu. Nenek bilang, besok potong rambut!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD