BAB 25 - Driver

1038 Words
“Jessica?.” Aku menarik diri, kedua tanganku bersedekap seraya menatap Ana yang tengah memalingkan wajahnya ke arah jendela, menatap ke arah jalanan. Helaan nafas lolos dari bibirnya, aku masih sangat penasaran dengan apa yang tengah ia pikirkan saat ini, ekspresi wajahnya tampak khawatir tapi aku tidak yakin dengan pemikiranku, Ana memiliki banyak kejutan tentang dirinya dan apa yang tengah ia pikirkan kadang-kadang, berada jauh di luar ekspetasiku. “Dia ingin membunuhku! Aku tidak percaya kakekmu akan menikahkanmu dengan wanita seperti itu. jika kalian memiliki pertikaian rumah tangga dia mungkin bisa langsung membunuhmu, pantas saja kau tidak mau. Apa kau sudah memperkirakan hal ini?.” Dengar apa yang baru saja ia katakan, dia membuatku terheran-heran. Bukankah seharusnya dia mementingkan dirinya sendiri, apa yang akan ia alami setelah ini bukannya malah berpikir tentang perjodohanku yang berakhir. Aku tak suka membahas tentang pertunanganku, jika aku mengulik tentnagnya yang ada hanya kemarahan. "Pikirkan saja urusanmu sendiri Ana. Tidak perlu membiacarakan hal yang tidak penting."ucapku, tapi dia menunjukkan ekspresi keterkejutan. Ayolah Ana, "Menurutku itu penting. Jadi.. Apa dia ingin membunuhku?." "Mungkin tidak sampai membunuh, dia tidak akan berani sampai sejauh itu." "Ha! Apa kau sadar bagaimana nada bicaramu barusan, seolah-olah aku tidak perlu khawatir. Dia tidak akan membunuhku tapi hanya akan membuatku merasa kan kematian. Kalian berdua cocok sekali dari segi menakuti dan menyakiti." "Aku tidak akan membiarkannya menyentuhmu. Jangan takut dan jangan khawatir, kau akan aman."Aku akan memastikannya Ana. "Kemunculanmu yang tiba-tiba kau pikir tidak membuatku takut."Aku tahu apa yang ia maksud. Aku melakukannya agar tahu dimana ia berada dan bisa melindunginya, seharusnya dia mengerti akan hal itu. Ana benar-benar takut mati, siapa yang akan menduga jika tindakan Jessica akan sejauh ini. Kupikir ia hanya akan menyerah dan pergi, tapi ternyata ia menyerang seseorang di sekitarku. "Sudah ku bilang jangan takut dengan kematian Ana, kau bahkan sudah bangun dari peti mati. Apa lagi yang kau takutkan!."bibirnya mengerucut sadar aku menggodanya mengenai pertemuan pertama kita, dia memintanya dan aku mengabulkannya. "Bagaimana kau tahu ini ulah Jessica? Mungkin saja sainganmu." "Pria kemarin itu adalah salah satu orang dari Shitler."Ana ternganga, ia terkejut mendengarnya. Masih berpikir positif Ana! Aku rasa dia berpikir hanya aku keluargaku yang mafia di San Fransisco. Dia akan lebih terkejut lagi jika mengetahui jika faktanya, begitu banyak orang-orang seperti itu di sekitarnya. Ekspresinya berubah marah. “keterlaluan, aku bahkan masih berbicara dengan sopan bagaimana jika aku berkata kasar padanya!.”Ana mendesah berlebihan. Ia terlihat snagat kesal dan aku mengerti kenapa. Siapapun akan merasakan hal yang sama dan aku setuju jika sikap Jessica memang keterlaluan. Ia tak akan pernah mendapatkan apa yang dia inginkan dengan cara tersebut. Setelah peristiwa itu aku tidak bisa berhenti untuk tidak memeriksa keberadaannya, dimana dia saat ini dan kemana dia akan pergi dan bersama siapa dia. Ini seprerti bukan aku sama sekali, tapi aku tidak bisa menahan diri untuk lebih dari itu. aku sudah berjanji padanya dan aku mengatakannya sekali lagi hari ini bahwa aku akan membuatnya merasa aman, aku akan menepati janji itu. apalagi saat ini Ana sedang berada di luar kantor dan aku merasa was-was sesuatu bisa saja terjadi, aku tetap meminta tim kemananan untuk mengikutinya dan menjaga jarak agar Ana tidak menyadarinya, namun wanita itu tahu jika tim keamanannku berada di sekitarnya, beberapa kali foto yang ku dapatkan ia sedang melirik ke arahnya, sungguh mata yang jeli. Tak bisa di pungkiri jika aku menyukai beberapa hasil fotonya. Saat kami pulang bersama ia tak memprotes apapun tentang tim keamanan dan aku tahu dia mulai memahami tindakanku dan menerima, aku melakukan semua ini untuknya agar dia bisa merasa aman. Aku bangun pagi-pagi sekali, mengetahui dia akan pergi bekerja jam 3 pagi, aku bukan tipe pemaksa dan tahu jikatim keamananku butuh istirahat. Aku bisa memastikannya aman walau hanya sendirian. Aku melihat Ana berderap keluar dri kamarnya dengan pakaian rapih. Ini masih jam 3 pagi dan dia sudah bangun untuk bekerja. “kau mau kemana?.” “AKHHHHHH. Kau mengejutkanku kenapa berdiri di sana huh!.”Sebelah alisku terangkat menangkap reasinya, dia membuatku terkejut dengan responnya kenapa ia bisa sekaget itu melihat aku di sini. “menunggu sinterklas huh!.” “Ya, tapi sepertinya dia tidak datang karena saljunya belum turun. Kau mau pergi bekerja?.”ini hanya basa-basi, Tristan kau tahu dia akan pergi bekerja dan kau masih bertanya padanya, ekspresinya menunjukkan seperti apa yang aku pikirkan. Kedua bola matanya berputar. “kau pikir aku mau apa! Clubbing. Ada pernikahan yang harus ku urus.”Ana berniat untuk pergi dan aku menghentikan langkahnya dengan berkata. “ayo, aku akan mengantarmu.”ia tampak terkejut, matanya menatapku dengan kedua matanya yang membulat. Kespresinya membuatku ingin tertawa, apakah sangat mengherankan. Haruskah aku mengatakannya, jika aku memastikan dia aman. Sesuatu bisa saja terjadi dan ini untuk kebaikannya. “kau tidak perlu melakukan hal itu. Aku bisa pergi sendiri, aku sudah terbiasa pergi sepagi ini dan tidak akan ada yang terjadi padaku.”jika itu ia lakukan saat dulu, bisa saja hal itu terjadi namun tidak seburuk situasi yang akan ia alami saat ini. Dia menuntut akan keamanan dan aku mencoba untuk memberikannya dan sekarang dia memprotes. Ana, kau adalah wanita yang sulit. Orang lain akan senang menerima hal ini dan kau malah tidak ingin aku melakukannya. “berbeda situasinya dengan sekarang ketika seseorang mencoba untuk menyakitimu Ana. Ayo pergi. Aku yang akan mengantarmu, orang-orang yang seharusnya menjagamu sedang beristirahat.”dan aku tidak akan membangunkan mereka, mereka hampir menjaga Ana 24 jam, dan aku tidak keberatan untuk mengantarnya pergi. “uhh.. ternyata kau peduli juga padaku.”keningku mengerut saat bibirnya tersenyum lebar, menatapku seperti itu. apa yang tengah ia pikirkan. Perasaanku mendadak terasa aneh, ada sesuatu yang asing, aku memalingkan wajah dan berkata. “tentu saja, jika sesuatu terjadi padamu semua yang kita lakukan akan berantakan.”Aku berjalan lebih dulu pergi dari ruang tengah untuk mengambil kunci mobilku, sekilas aku melihat wajahnya berubah kesal, cemberut mendengar apa yang ku katakan. Bibirku tersenyum melihatnya seperti itu. Menggodanya membuatku senang, kupikir itu menjadi hal yang menyenangkan, aku hampir saja tertawa saat dia menghentakan kakinya seperti anak-anak. Aku mendengar Ana menelepon Niel dan suranya masih terdengar kesal. ia menjauh untuk mengatakan sesuatu agar aku tidak bisa mendengarnya. Saat aku melihat ke arahnya dan masih berbicara seraya melirik ke arahku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD