BAB 26 - Bodyguard

1403 Words
Ana hanya diam mengekoriku menuju tempat parker di basement, duduk dengan tenang di sebelahku sementara aku mengemudi. “Niel?.”tanyakan ketika ia selesai menelepon, anehnya aku merasa penasaran dengan siapa dia berbicara ditelepon. Elina menganggukan kepalanya dan menjelaskan lebih rinci. Aku senang dia melakukannya tanpa aku harus bertanya lagi dan terlihat betapa ingin tahunya akan tentang apa yang dia lakukan. “seharusnya dia menjemputku karena kau yang mengantarku jadi aku memintanya untuk langsung ke hotel saja.” Aku mengantarnya menggunakan mobil favoriteku, audi r8 berwarna hitam. Ana mengekoriku masuk ke dalam dan duduk di sebelahku dengan tenang, sesekali aku melihatnya masih menguap karena mengantuk, tentu saja ini jam 3 pagi biasanya dia masih tertidur lelap. “tidurlah, jika sudah sampai aku akan membangunkanmu.” “bagaimana mungkin aku melakukannya. Nanti aku akan benar-benar mengantuk selama jam kerjaku. Aku tidak boleh tidur lagi.”bahkan untuk jam segini kota masihlah snagat ramai, tapi aku tak akan membiarkan Ana untuk pergi sendirian, jika dia beruntung untuk menghindari Shitler kemungkinan ia tak beruntung untuk menghindari para pria mabuk. Walaupun Niel akan menjemputnya aku merasa tidak tenang, seolah aku harus memastikannya benar-benar aman dengan melihatnya sendiri sampai di tujuan tanpa cacat sedikitpun. Sesekali Ana melirik ke arahku lalu pandangannya akan tertuju lagi pada jalanan, ia bersikap seolah akan mengatakan sesuatu atau sedang memikirkan sesuatu yang kini membuatku kembali penasaran dengan isi kepalanya. Butuh waktu 30 menit saja, walaupun kota terasa hidu[ namun tidak sepadat saat berada di bawah sinar matahari. Saat kami keluar dari parker di basement dan pergi menuju lobby, Anna sedikit kesulitan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Aku menariknya menjauh dari pilar yang mungkin bisa menabraknya karena berjalan tanpa melihat dengan benar. Aku hanya menganggukan kepalaku saat beberapa staff berjalan melewatiku, menyapaku dengan senyum di wajah mereka. Aku jarang datang kemari, bisa 1 bulan sekali untuk melihat laporan pekerjaan, ada Ceo nya tersendiri dan aku menggajinya untuk menjalankan bisnis ini. Ana menghentikan langahnya lalu tubuhnya berputar menghadap ke arahku. “terima kasih karena sudah mengantarku, kau bisa kembali ke Apartemen.” “ya nanti aku akan kembali. Abaikan saja aku dan pergilah bekerja.”ucapku seraya mengedarkan pandangan lalu kembali menatapnya. “melihat-lihatnya nanti saja, kau bisa pulang dan beristirahatlah.” “abaikan saja aku, sudah ku bilang. Aku akan melihat-lihat hotel untuk beberapa saat, sudah lama aku tidak kemari.” “di jam seperti ini?,”ia terlihat terheran-heran, apakah alasan itu tidak masuk di akal. Apa mengherankan jika aku berada di sini, aku ingin melihatnya bekerja dan sedikit lebih lama. “baiklah terserahmu saja. Jangan buat onar.” Ujung bibirku tertarik merespon perkataannya, dia pikir dia berbicara dengan siapa. Batita berusia 5 tahun, bagaimana mungkin aku akan membuat keonaran dengan usiaku saat ini. Jika aku adalah Ana mungkin saja hal itu terjadi. Aku berada di sisi ruangan, berada dalam ruang yang sama namun tetap menjaga jarak. Berusaha untuk tidak mencolok namun rasanya sulit, semua mata tertuju padaku dengan bibir berkedut menahan senyum, aku bisa melihat dengan jelas Ana dari posisiku saat ini. Sesekali ia akan melirik ke arahku seolah memastikan keberadaanku. Ana banyak sekali senyum dengan teman pria nya dan aku merasa tak suka dengan hal itu. kenapa dia harus tersenyum setiap kali mereka saling adu pandang. Kedua mataku menyiyipit tat kala melihat Niel membisiskan sesuatu pada Ana, kenapa jarak mereka sedekat itu dan apa yang Niel bisikan. Aku tahu mereka sudah sangat dekat tapi tetap saja aku merasa tak nyaman jika Ana berinteraksi sedekat itu dengan Niel. Tetap saja dia adalah seorang pria. Tiba-tiba saja Ana datang menghampiriku. “ikut aku.”dia menangkap pergelangan tanganku, menarikku keluar dari ruangan. Aku hanya mengikuti apa yang Ana lakukan, memerhatikannya yang saat ini berwajah masam, apa aku melakukan kesalahan. Dia membawaku ke lorong yang cukup sepi tidak banyak aktifitas di lakukan di jam seperti ini kecuali mereka. Saat Ana menoleh padaku alisku menyerngit, melihat kekesalan di wajahnya. Serius aku bertanya pada diriku sekali lagi. Apa aku melakukan kesalahan hingga membuatnya sekesal itu. “berhentilah menciptakan pencitraan di hadapan teman-temanku.”aku terkejut mendengar perkataannya barusan, aku tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. pencitraan, bagaimana mungkin aku melakukannya, aku tak berpikir sampai ke sana, namun hal itu cukup bagus, aku rasa tidak ada masalah dengan hal itu. “aku tidak melakukan apapun.”memang, yang ku lakukan hanyalah berdiri di sisi ruangan dan memerhatikan apa yang tengah dilakuaknnya. Itu aja, dan aku belum lama melakukannya. “Tidak melakukan apapun kau bilang! Kau sedang tebar pesona pada mereka kau pikir aku tidak tahu, apa orang-orang kakekmu ada di sini, aku rasa tidak jadi tidak perlu bersikap seolah-olah kau sedang memerhatikanku.” “aku memang sedang memperhatikanmu.”aku memang sedang memerhatikannya dan aku tak mengerti kenapa dia merasa tersinggung. “ya kau sedang memerhatikanku karena kita sedang berbicara.” “aku selalu melakukannya. Mereka bisa saja muncul Ana, seseorang yang akan menyakitimu. Aku menjadi pengawal prbadimu hari ini.”aku mengedipkan sebelah mataku, kedua mata Ana mengerjap. Reaksinya menggemaskan dan aku menyukainya. Menatapnya seperti ini dengan wajah yang mulai memerah. Apa dia merasa malu. “Tidak ada yang akan terjadi, butuh akses untuk masuk kemari kan. Pokonya kau dilarang masuk ke sini. pulanglah. Aku rasa aku tidak keberatan jika kedua pengawalmu yang berada di sini, kau diam saja di Apartemen dan melakukan pekerjaanmu. Sibukkan dirimu dengan hal lain, jangan menggangguku.”Ana benar-benar ingin aku pergi namun aku tidak ingin melakukannya, aku masih ingin berada di sini dan melihat apa yang dia lakukan dan mengawasinya. Banyak pria yang memerhatikannya apa dia tidak menyadarinya. “ini Hotel milikku, tidak ada yang bisa menendangku keluar.”aku memeringatkannya, aku tidak mau dia menyuruhku pergi. “kalau begitu jangan di dalam sana, banyak yang tidak tahu jika kau adalah pemiliknya. Kau bisa di anggap mata-mata dari EO lain yang ingin memerhatikan dapur kami. Aku sangat terganggu dengan pemikiran itu jadi pergilah. Turuti kemauanku Tristan. Sekali ini saja kumohon.”Ana menyatukan kedua telapak tangannya di hadapan wajahnya seraya memejamkan mata, memohon agar aku tidak menganggunya. Bibirku tersenyum melihat apa yang dilakukannya. “kau tahu jika izin ini tidak gratis, kau belum membayarnya,”Perkataanku membuatnya terkejut. Ana memandangku bingung dengan kedua matanya yang mengerjap, kepalanya menjauh dariku sementara tatapannya masih terkunci. Aku mendekatkan wajahku ke arahnya, kedua tangan Ana menekan dadaku agar aku tidak bisa mendekat lagi dan memberikan jarak di antara kami. “Aku akan menagih sesuatu darimu nanti dan kau tidak boleh menolaknya.” = Ana bergerak mundur dan langsung menubruk dinding. Sebelah tangan ku berada di atas kepalanya agar ia tak bisa kemanapun, mengunci pergerakannya. “A... apa itu?.”ia tergagap, apa aku menakutinya. Tapi aku suka melakukan hal ini dan membautnya menciut. Ana selalu bersikap seolah ingin melawanku dan kini seolah aku menguasainya. Aku menyukainya jujur saja. Aku mendekatkan wajahku ke arahnya, lebih dekat untuk membisikan sesuatu tepat di telinganya. “kau akan tahu nanti.” Perhatianku jatuh pada bibirnya sialan. Kenapa dia terlihat semanis itu, wajah Ana merona dan aku terbakar dalam tatapannya yang sayu. Aku menyukai melihatnya dengan jarak sedekat ini. Rasa ingin menyentuh bibirnya membuatku mati-matian menahan diri atau Ana akan bereaksi berlebihan dengan meneriakiku dalam keramaian. Tapi sungguh aku menyukainya sialan. Kenapa perasaan ini menjadi menggebu-gebu. Bagaimana jika aku mencium bibirnya lagi, aku masih mengingat jelas bagaimana rasa manis itu. tiba-tiba sesuatu berbunyi keras dari arah sebelah kiri kami. Seorang wanita yang ku ingat bernama Rachel menjatuhkan kardus hingga menimbulkan suara keras. Apa dia sengaja, menghancurkan momen ini. Wanita itu menyebalkan. Aku menarik diri karena Ana mendorongku menjauh. “tidak.. ini tidak seperti yang kau bayangkan. Tidak ada yang kami lakukan, percayalah.”Aku tidak mengerti kenapa ia mencoba untuk mengklarifikasi, kupikir tidak ada yang harus dikatakan, terserah apa yang akan kami lakukan di sini. Aku benci dia mengganggu kami. “jika melakukan sesuatu juga tidak apa-apa Ana, aku tahu perasaan itu.”aku suka perkatannya. Bibirku tersenyum lebar mendengar hal itu, Ana beralih menatapku ketika Rachel bergegas pergi meninggalkan kami dengan kardusnya, melototiku dengan perasaan jengkel. “kauuuuuuuu.. Sudah puas membuatku malu. Pergi sana. Jaga jarak dariku mulai dari sekarang! Kau mengerti!.”Aku tertawa. “aku akan menunggu di ruang kerjaku, ingat! Aku mengawasimu Ana.”Aku tak bisa menghentikan senyum di bibirku, sikapnya sangat lucu dan menggelitik ku. Aku mengambil satu langkah mundur masih dengan menatapnya sebelum benar-benar berbalik, meninggalkannya yang masih menggerutu dengan wajah memerah. Dia terlihat sangat malu. ahh aku menyukai hal itu..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD