BAB 19 - Garden Part 3

1008 Words
“Tristan.”kakek Tristan memanggilku, "aku pergi ke sana sebentar, aku akan segera kembali."aku membisikan sesuatu padanya lalu pergi ke arah kakek yang memperkenalkanku pada koleganya. aku mengingatnya Smith Jedger, seorang pengusaha kelapa sawit, ia baru pulang dari Indoesia beberapa minggu lalu itu yang aku dengar darinya. Perhatianku tidak fokus, aku kerap kali melirik ke arah Ana, merasa khawatir padanya. “ku dengar kau bekerja di sebuah Event Organizer.”Jessica kembali membuka suara. “Apa gossip yang beredar juga membicarakan tentang pekerjaan ku?!.”Ana berseru, terkejut. Shitler mencari tahu siapa Ana, kemungkinan ia memiliki biodata cukup lengkap seperti apa yang ku miliki, iapasti akan sangat mengingingkannya, tahu siapa Anam, latar belakangnya untuk menyerangku. “Kau tidak perlu bertanya sedetail itu Jessica.”Alice berseru. Aku senang dia tetap di sana, dia akan membantu Ana jika wanita itu melakukan hal buruk padanya, sementara aku mengawasi dari sini. “Ayolah, apa salah jika membahas tentang pekerjaan.” “bukan topik yang tepat di sebuah pesta kebun.”tambah Alice. Sepertinya mereka berdua memiliki masalah pribadi. Aku salah berdiri di sini, di antara mereka berdua yang memiliki sisi emosional yang tidak berminat ku tembus. “Alice, kapan kau datang? Kau tidak membertitahuku, di sana ada Rachel. Mereka pasti terkejut melihat kedatanganmu.”seorang wanita berambur blonde membuat kehebohan di antara kami. Menjerit senang melihat kehadiran Alice. Alice sepertinya tidak ingin meninggalkanku namun di sisi lain ia sama bersemangatnya dengan wanita itu untuk bertemu dengan teman-temannya. Dia menatapku seolah meminta ijin untuk meninggalkanku. Aku berkata tidak apa-apa tanpa suara, dia meninggalkanku setelah itu, berduaan bersama dengan Jessica yang kini membuatku waspada. Jessica berjalan mendekatiku, beberapa cm di hadapanku. “Apakah Alice menceritakan tentangku padamu?.” “Apa ada sesuatu yang harus ku ketahui tentangmu ? aku tidak berminat mencari tahu tentang kehidupan orang lain.”Aku sadar maksud dari perkataannya, dia ingin aku waspada tentang seperti apa dia. Aku tahu dia mafia dari Tristan tapi aku tidak berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang siapa dia. Aku berharap Tristan segera kembali. “Aku tidak menyangka Tristan memilih wanita sepertimu? Dia tidak pandai menilai seseorang.”dia menelitiku, membatku risih sekaligus kesal. Kenapa mereka meneliti setiap orang dengan tatapan seperti itu. Aku tahu dia sedang merendahkanku, mencakarku dan aku menahan diri untuk tidak mencarak balik dirinya. “Apa kau tahu siapa Tristan Ana? Apa kau sudah mengenal baik dirinya? Aku tidak mau kau salah masuk ke kamar seseorang tanpa mengetuk pintu dahulu.”aku berpaling, tak ingin terlihat berada di antara mereka berdua, aku mengajak Devan untuk membicarakan bisnism atau sesuatu yang terjadi dalam politik, apapun itu yang membuatku terlihat tak menyatu dalam ruang lingkup mereka dan juga pembicaraan itu.   “bohong jika aku berkata aku sudah mengenal siapa Tristan, aku masih dalam tahap mengenal siapa Tristan. banyak di luar sana yang juga tidak benar-benar mengenal pasangan mereka. Ku pikir tidak ada yang salah dengan itu.”aku menyukai jawaban yang Ana berikan. Ketika aku menatap Devian dia sedang melongo, melihatnya begitu membuat sebelas alisku menyerngit. “Ada apa?.”k “Ana benar-benar mengubah siapa Tristan Xander selama ini.”gumamnya. “jadi kau juga tahu jika aku wanita yang sempat di jodohkan dengan Tristan.”aku tak suka dia membahas hal itu dengan Ana. “kau keberatan!.”kata Ana. Aku ingin sekali melihat bagaimana ekspresinya ketika mengatakan hal itu tapi aku tidak bisa. “tidak.. tidak sama sekali. Tapi ku pikir tdak adil jika wanita yang mendorongku keluar adalah wanita sepertimu.” “kau sangat jujur.”aku melirik ke arah Ana, dia terlihat tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Tapi ekspresinya tak menunjukkan ia takut pada Jessica, aku menyukai keberaniannya.  Jessica mendekatinya, mencondongkan tubuhnya untuk membisikan sesuatu pada Ana. “Aku memiliki ambisi Ana! Kau memiliki apa yang ku inginkan!.” Aku berdiri cukup dekat dengan Ana hingga membuatku dapat mendengar apa yang Jessica katakan pada Ana. Dia membicarakan tentangku, tapi bukan hanya aku, melainkan hal lainnya yang tidak mungkin ia katakan pada Ana. Urusannya dengan ku dan keluargaku. Aku hampir saja bergerak untuk menyudahi mereka berdua tapi perkataan Ana membuatku berhenti untuk melakukannya, aku penasaran dengan apa yang akan Ana katakan.   “Ada kata yang cocok untukmu nona Shitler. Move on, kau memiliki pesona untuk mendapatkan pria yang lebih dari Tristan.” “Aku tidak butuh nasehat darimu! Aku hanya ingin kau tahu.” “begitu pula denganku. Hanya ingin kau tahu juga.” ** Aku tidak tahu kemana aku pergi, menjauh dari pesta kebun untuk mencari udara segar. Aku medengar suara deru ombak yang cukup kencang. Ada pembatas seperti beton yang memisahkan area rumah Tristan dengan lautan. Lampu tidak seterang tampat lainnya, ada banyak pepohonan dan di beberapa tempat terdapat kursi kayu putih. Samar-samar mendengar suara orang-orang berbicara, aku mencoba mencari tahu, berjalan lebih jauh namun seketika langkahku terhenti mengingat bagaimana rasa penasaranku membuatku terlibat dalam masalah bersar bersama dengan Tristan. aku mengurungkan niatku untuk melihatnya, tubuhku berbalik untuk menghidar dan membentur seseorang yang berdiri di belakangku. Wajahku mendongak dan menemukan Tristan di sini. “Sedang apa kau di sini?.” “Seharusnya aku yang bertanya padamu! bagaimana jika kau tersesat!.” “aku bukan anak kecil, aku tinggal bertanya pada orang-orang yang ku temui untuk kembali.” “tidak baik berjalan sendirian tanpa pengawasan Ana.” Aku tertegun lalu mencondongkan tubuhku ke arah Tristan untuk mengatakan sesuatu. “jadi benar seseram itu? kau bilang tidak akan ada yang terjadi padaku. Kau berbohong!.” Tristan tak mengatakan apapun, dia meraih pergelangan tanganku untuk membawaku pergi dari sana. Baru saja kami mengambil satu langkah tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara tembakan. Spontan aku berbalik untuk menatap ke arah belakangku, lalu pandanganku mengedar ke segala arah, mencari-cari asal dari sumber suara tersebut. semuanya.....terasa mengejutkannya. Aku harap dia tidak terguncang karena hal ini.                                                   “Ayo pergi Ana.” Ana tak bergerak, ia terpaku menatap apa yang kini terjadi di hadapannya. Aku memanggilnya lagi namun ia tetap tak menggubrisku. ketakutannya membuatku panik. aku menghampirinya dan menarik tangannya untuk pergi, ketika ia menatapku, tatapannya nanar dan seolah ia tergunjang dengan oemandangan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD