Dua hari Nadia dan Arya mencoba menjelaskan jika benar adanya jika dia, Arya memang masih sangat mencintai Nadia, dan kini Nadia juga mengatakan sangat mencintai Arya, tapi meskipun begitu baik orang tua Arya ataupun orang tua Nadia tetap tidak setuju jika Arya dan Nadia menikah.
Selama dua hari ini Zafira juga menonaktifkan ponselnya karena tidak ingin mendapatkan notifikasi yang kiranya akan melukai hatinya, jika Nadia kembali mengirimkan pesan gambar yang kiranya akan kambali melukai seluruh elemen dalam hati juga pikirannya. Bahkan Arya sampai harus menghubungi Zafira lewat telpon rumah mereka tapi asisten rumah tangganya mengatakan jika Zafira sudah berangkat ke kantor. Kembali Arya menghubungi Zafira lewat nomer telpon rumah mereka saat hari sudah malam, tapi malam itu asisten rumah tangga itu juga mengatakan jika Zafira menginap di rumah sakit karena menunggu Vega sahabatnya yang sedang sakit.
Putus asa. Ya, Arya benar-benar putus asa. Orang tuanya juga orang tua Nadia ingin mendengar langsung jika Zafira memang tidak keberatan dengan keinginan Arya yang ingin menikahi Nadia tapi sampai tiga hari itu, Zafira benar-benar tidak bisa di hubungi, hingga akhirnya tepat di hari ke empat, Arya kembali mengatakan pada kedua orang tuanya jika dia akan tetap menikahi Nadia, ada atau tidak ada nya restu dari kedua orangtuanya.
"Arya akan tetap menikahi Nadia , pa. Dan untuk om Gunawan, Arya akan kembali meyakinkan beliau jika Arya bersungguh-sungguh dengan keinginan Arya ini!" Ucap Arya saat mereka , Arya, pak Erwin, dan ibu Dewi tengah berbicara di sofa ruang tengah rumah besar Erwin.
"Jangan egois, Arya. Apa kau pikir akan ada wanita yang rela membagi suaminya meskipun itu dengan saudaranya sendiri? Jangan bodoh, Arya. Mama mengenal Zafira, sangat mengenalnya. Mama percaya jika dia mungkin mengatakan padamu jika ikhlas untuk di madu, tapi percayalah, selemah-lemahnya wanita, sebaik-baiknya wanita, tidak ada satu wanita pun yang akan terima jika dia harus membagi suaminya. Dan mama yakin jika sebenarnya jauh dari dasar hatinya yang paling dalam, Zafira juga tidak ingin melakukan itu. Jadi mama mohon, pikirkan ini." Ucap Dewi mencoba menasehati putranya jika apa yang sedang dia mau juga inginkan kadang tidak musti dia dapatkan.
"Siap yang akan menikah?" Tanya Yudistira saat baru sampai di rumah itu dan langsung mendengarkan ibunya mengatakan soal pernikahan. "Dan ada apa dengan, Zafira? Apa dia baik-baik saja? Dia mana dia?" Sambung Yudistira saat tadi ibunya juga menyebut-nyebut nama Zafira dari obrolan mereka.
Yudistira adalah adik kedua Arya, dia seumuran dengan Zafira, dan Yudistira yang paling dekat dengan Zafira saat mereka masih kanak-kanak hingga dewasa pun mereka tetap terlihat semakin kompak. Yudistira langsung meraih satu gelas di meja itu untuk dia minum karena hari masih cukup pagi dan dia baru usai lari pagi, dan mampir di rumah kedua orang tuanya dan ternyata kakak pertamanya sedang ada di rumah orang tua mereka.
"Arya, ingin kembali menikah dengan, Nadia." Jawab Dewi santai sembari melipat kedua lengannya di depan d**a. Gelas di tangan Yudistira langsung jatuh hingga gelas itu pecah dan airnya tumpah ke lantai karena rasa syok nya mendengar apa yang baru saja ibunya katakan.
"Apa? Mas Arya, ingin menikah lagi? Apa Dira tidak salah dengar?" Kutip Yudistira dan Arya langsung menghela napas cukup dalam lalu menghembuskannya dengan sangat lelah. Dia sedang sangat lelah, dengan restu yang tak kunjung dia dapat dari kedua orang tuanya juga orang tua Nadia, dan sekarang di tambah satu lagi yang sepertinya tidak akan setuju dengan keinginan kali ini.
"Hari ini Arya akan ke rumah Om Gunawan dan akan kembali meyakinkan beliau. Arya juga akan menghubungi Zafira dan meminta Om Gunawan menanyakan langsung pada Zafira jika benar jika Zafira juga mengingatkan Arya menikah dengan Nadia." Ucap Arya saat bangkit dari duduknya dan bersiap untuk pergi ke rumah Gunawan, orang tua Nadia juga Zafira.
"Oh. Apa mas Arya sudah gila? Bagaimana mungkin mas Arya akan menikahi kakak beradik? Apa mas Arya sudah kehilangan otak?" Tolak Yudistira tapi Arya tidak begitu peduli dengan apa yang baru saja di ucapkan adiknya, Yudistira. Arya tetap melangkah untuk keluar dari rumah itu dan mengabaikan pertanyaan adiknya. "Mas Arya. Hentikan. Ini sama sekali tidak benar!" Teriak Yudistira dengan rasa syok yang luar biasa juga rasa kesal yang semakin memanas. "Mama. Papa. Apa kalian juga setuju dengan keinginan gila-nya? Oh ayolah. Apa tanggapan orang-orang nantinya jika ini benar-benar terjadi?" Tolak Yudistira tidak percaya jika saat ini Arya benar-benar sedang sangat bodoh dengan keinginannya menikah lagi dengan Nadia.
Erwin dan Dewi sama-sama bungkam, karena dia juga sama sekali tidak setuju dengan keinginan Arya, tapi Arya tetap bersikeras ingin tetap menikahi Nadia. Sementara Arya tetap melangkah meninggalkan ruang tengah rumah itu.
"Mas Arya. Dira mohon jangan lakukan ini. Jangan mas, sebelum mas Arya benar-benar menyesali keputusan mas Arya ini." Ucap Yudistira sedikit menaikan nada suaranya, tapi Arya benar-benar tidak menghiraukan apa yang baru saja adiknya ucapkan. "Akan ku pastikan, jika sampai mas Arya benar-benar menikahi Nadia lagi, dan menyakiti, Zafira. Berarti mas Arya akan mengibarkan bendera perang dengan ku." Teriak Yudistira lagi tapi Arya tetap tidak mengindahkan ucapan adik laki-lakinya, dan malah sudah masuk ke mobilnya lalu meninggalkan halaman rumah besar orang tuanya.
Sama halnya dengan Nadia. Gunawan juga tetap tegas tidak setuju dengan keinginan putrinya juga Arya untuk menikah. Bahkan Nadia sampai tidak mau keluar dari kamar jika ayah dan ibunya tidak merestui keinginan nya itu.
Pagi itu, Arya juga benar-benar datang dan kembali meyakinkan Gunawan, mertua, sekaligus pamannya sendiri jika dia benar-benar serius dengan niatnya untuk menikahi Nadia, dan berjanji pada Gunawan jika dia akan berlaku adil untuk Zafira juga Nadia. Tapi tentu Gunawan juga tidak begitu saja percaya dengan ucapan Arya itu, karena itu memang bukanlah perkara yang mudah untuk di lakukan siapapun. Tidak untuk laki-laki yang mempoligami, tidak juga untuk wanita yang di poligami.
Hari itu, setalah mengalami kesulitan untuk menghubungi Zafira, Arya akhirnya menghubungi Alfian, saat masih jam kantor dan menanyakan pada Alfian apa kah Zafira masuk kantor hati ini?
"Ya. Zafira ada di kantor. Kenapa?" Tanya Alfian sok ingin tahu.
"Apa aku bisa bicara sebentar dengan, Zafira? Ponsel Zafira dari tadi tidak bisa aku hubungi, dan ini sangat penting dan mendesak. Jadi aku mohon sambungkan aku dengan Zafira sebentar saja!" Imbuh Arya di seberang telpon dan Alfian terdengar menghela napas tapi juga langsung mengatakan
"Iya tunggu sebentar." Ucap Alfian malas namun tetap bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruang kerjanya dan membuka ruang kerja Zafira untuk menyerahkan ponselnya pada Zafira. Zafira yang kebetulan baru selesai dengan berkasnya langsung terkejut saat Alfian menyodorkan ponsel di hadapannya.
"Mas Arya, ingin bicara padamu. Katanya dia tidak bisa menghubungi nomer ponsel mu!" Imbuh Alfian saat Zafira terlihat menatap ponsel itu tidak mengerti.
"Oh." Hanya kata oh yang bisa lolos dari bibir Zafira lalu menarik kedua sudut bibirnya untuk menciptakan senyum terbaiknya seolah semua memang sedang baik-baik saja. Lagi pula Zafira juga tidak ingin Alfian atau siapapun menyadari jika saat ini ada masalah yang tengah dia dan mas Arya hadapi. Bukan masalah bagi mas Arya, tapi ini murni masalahnya sendiri. Masalah dengan hatinya sendiri.
"Aku akan kembali ke ruangan ku. Jika sudah selesai, tolong antar ponsel ku." Ucap Alfian hanya dengan mengerahkan bibirnya sembari menunjuk kearah pintu dan berjalan keluar dari ruang kerja Zafira dan Zafira hanya mengangguk paham.
Zafira menghela napas sembari melepasnya dengan sangat lelah, karena sudah empat hari sejak Arya berangkat ke Surabaya, Zafira memang belum sekalipun bicara dengan Arya lewat sambungan telpon atau Arya yang hanya akan mengabarinya lewat pesan. Tidak sama sekali. Zafira sengaja menghindari Arya untuk mencoba membiasakan diri jika dia bisa. Bisa tanpa seorang Arya Katon Fujiparingga. Kembali Zafira menarik napasnya dalam lalu menghembuskannya dengan sangat pelan.
"Ya, hallo mas. Maaf ponsel ku dari kemarin hilang sinyal. Apa semua sudah beres?" Tanya Zafira lembut seolah ini memang hal yang sangat biasa dia lakukan. Tenang, setenang air telaga di kesunyian malam.
"Oh, Zafira sayang. Mas dari kemarin menghubungi mu, tapi kenapa nomer ponsel mu malah tidak aktif, semalam mas juga menelpon ke rumah kita tapi kata bibik kau menginap di rumah sakit." Ucap Arya sedikit lega saat akhirnya bisa tersambung dengan Zafira, istrinya dan mendengarkan suara istrinya.
"Oh ya. Semalam aku menemani Vega di rumah sakit. Ada apa mas?" Tanya Zafira lagi
"Mas kesulitan untuk meyakinkan Om Gunawan jika kau setuju dengan rencana kita. Om Gunawan ingin mendengar secara langsung jika sesungguhnya ini juga keinginan mu!" Imbuh Arya dan Zafira langsung memejamkan matanya seolah itu benar-benar sangat berat untuk di hadapi seorang diri. Percayalah, orang yang loyal, tidak pelit, dan selalu peduli sama orang lain. Selalu berusaha menjadi rumah untuk orang lain, padalah atapnya sendiri runtuh. Percayalah, dia selalu bertemu dengan orang yang tidak pernah bisa menghargai nya.
"Mas Arya sekarang ada di mana?" Tanya Zafira setelahnya.
"Mas ada di rumah mu, dan sedang bersama ayah dan ibumu. Mas mohon bantu mas , Zafira!" Imbuh Arya lirih.
"Apa yang bisa aku bantu, mas?" Tanya Zafira dengan menahan dadanya agar tidak bergetar. Dunianya sedang menunggu hari untuk runtuh, tapi sebisa mungkin Zafira tahan untuk tetap terdengar baik-baik saja.
"Mas ingin, kau yang mengatakan ini pada Om Gunawan, jika kau sudah setuju dengan rencana ini. Karena Om Gunawan tetap tidak percaya jika tidak mendengar ini secara langsung darimu!" Imbuh Arya lagi dan Zafira hanya bisa mengangguk seolah-olah dia tau jika mas Arya bisa melihat jawaban dari anggukannya. Zafira diam sejenak karena Arya tidak lagi terdengar di seberang telpon, dan Zafira yakin, jika Arya saat ini ingin menyambung panggilan itu pada Gunawan, ayahnya.
"Hallo, Fira. Ini ayah. Apa kabarmu sayang?" Sapa Gunawan lebih dulu saat menerima ponsel Arya yang katanya sudah tersambung pada Zafira.
"Ayah. Zafira baik-baik saja. Bagaimana dengan ayah dan ibu? Apa semua baik-baik saja?" Tanya balik Zafira dan Zafira bisa mendengar ada helaan napas berat di seberang telpon dan Zafira yakin jika itu adalah helaan napas ayahnya.
"Ayah sedang tidak baik-baik saja, Fira, karena berita yang Arya juga Nadia bawa pulang? Apa yang sebenarnya terjadi, Fira? Apa ini, Arya ingin menikahi adik mu lagi? Dan kata Arya kau sudah menyetujui semua ini? Rencana gila apa yang sedang kalian pikirkan saat ini?" Tanya Gunawan to the poin, karena sejak Arya dan Nadia mengatakan ingin menikah, sejak saat itu dia tidak bisa mendapatkan kedamaian di hatinya. Zafira menghela napas dengan sangat pelan agar tidak di dengar atau di rasakan oleh ayahnya jika saat ini hatinya tengah terluka. Karena bagaimanapun Nadia dan Arya juga berhak mendapatkan kebahagiaannya sendiri. Biarlah Zafira yang mengalah , biarlah Zafira yang merajut hati untuk mengikhlaskan Arya juga Nadia hidup bersama dan bahagia.
"Ayah. Kenapa ayah harus mengatakan ini rencana gila? Bukankah dari awal ayah ingin menyatukan keluarga ayah? Lalu apa yang ayah pikirkan saat ini. Ini adalah keinginan terbesar ayah bukan? Lagi pula ayah tentu tau kan jika dari awal mas Arya memang mencintai Nadia, dan ternyata cinta mas Arya pada Nadia masih utuh sampai sekarang. Zafira tidak ingin egois dengan menahan kebahagiaan mas Arya juga adik Zafira. Mereka adalah dunia kedua Zafira. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan Zafira juga ayah. Jadi Zafira mohon. Jangan halangi niat baik mereka. Jangan. Zafira ikhlas, ayah. Sungguh . Zafira ikhlas ayah." Ucap Zafira dengan menahan dadanya agar tidak terdengar bergetar namun bola matanya sudah sangat panas dan memerah dan mungkin sebentar lagi air asin itu juga akan tumpah.
"Tidak, Zafira sayang. Tidak. Ayah tidak bisa melakukan ini padamu. Ayah tidak bisa!" Imbuh Gunawan menolak apa yang baru saja Zafira ucapkan.
"Ayah, Zafira mohon. Zafira tidak apa-apa. Sungguh ayah. Zafira mohon restui mereka. Mungkin dengan begini pula, mas Arya bisa mendapatkan anak seperti yang dia inginkan selama ini , yang sampai saat ini Zafira masih belum bisa memberikannya untuk mas Arya. Zafira mohon. Ini juga murni demi kebaikan mas Arya juga Nadia. Zafira tidak ingin sesuatu yang tidak kita ingin justru terjadi jika kita tetap berkeras tidak menginginkan dan merestui mereka untuk menikah. Percayalah, ayah. Zafira sudah memikirkan semua ini dengan sangat matang, dan menyatukan mereka dalam ikatan pernikahan adalah hal yang memang harus kita lakukan." Sarkas Zafira lirih dan dengan sangat jelas tapi justru kata-kata tadi malah terdengar ambigu di telinga, Gunawan.
"Apa maksudmu, Zafira?" Tanya Gunawan lirih karena jujur pikiran Gunawan saat ini sangat jauh menerawang ke sesuatu yang negatif.
"Iya, ayah. Zafira tidak mungkin menjabarkan ini panjang lebar, tapi satu yang pasti ini demi kebaikan bersama. Dan Zafira juga sudah memikirkan ini dengan sangat matang. Jadi Zafira mohon jangan menanyakan apapun pada Zafira karena keputusan Zafira juga sudah bulat, begitu juga dengan keputusan mas Arya juga Nadia." Ucap Zafira lagi dan mau tidak mau Gunawan mengangguk di seberang telpon.
Hari itu setelah mendengar secara langsung pengakuan Zafira, Gunawan tetap tidak mangatakan setuju dengan apa yang Zafira , Arya juga Nadia inginkan, namun Gunawan juga tidak mengatakan tidak lagi. Dia hanya butuh waktu untuk memikirkan semua ini juga berunding dengan Erwin saudaranya. Dia juga ingin tau bagaimana pendapat Erwin dengan keinginan putranya ini.
Lain pak Gunawan, mas Arya, juga Nadia, lain pula dengan Zafira di kejauhan. Zafira hanya kembali menguatkan hati, jika semua memang harus berjalan seperti bagaimana yang sudah di kehendaki. Arya dan Nadia akan tetap menikah, setuju atau tidaknya dia, tapi di satu sisi Nadia tidak ingin di madu dan menuntutnya untuk mundur dari semua ini. Zafira tidak ingin menjadi orang yang tidak pandai berterima kasih, maka ini memang harus dia lakukan.
Bersamaan dengan itu, Alfian juga kembali ke ruang kerja Zafira karena merasa Zafira terlalu lama tidak mengantar ponselnya dan ini sudah masuk jam istirahat.
Baru saja Alfian membuka pintu ruang kerja Zafira, saat Zafira justru buru-buru mengusap pipinya juga mengusap kelopak matanya. Matanya sudah sangat merah, dan kelopak matanya juga terlihat sembab. Alfian yakin jika Zafira baru habis menangis? Tapi kenapa? Apa yang terjadi? Batin Alfian tanpa ingin mengutarakan nya karena meskipun dia dan Zafira sudah sangat dekat, dia tetap tidak ingin terlalu jauh ikut campur dalam urusan Zafira karena itu justru akan menimbulkan pro dan kontra dan Alfian tidak ingin itu terjadi hingga mengakibatkan Zafira yang menjauh atau justru menghindar dari keluarga mereka, karena sudah pasti ibunya yang akan sangat kehilangan, Zafira.
"Apa kau belum selesai?" Tanya Alfian mencoba bersikap masa bodoh dan Zafira buru-buru mengatur napasnya sembari tersenyum manis lalu mengangguk pada Alfian kemudian menyerahkan ponsel milik Alfian tadi.
"Ya. Dia hanya ingin mengatakan rindu, karena saat ini dia sedang berada di Surabaya. Dan kami sudah tidak bertemu empat hari, dan dia kesulitan menghubungi ku. Mas Arya memang suka berlebihan, bukan!" Imbuh Zafira mencoba menghibur hatinya sendiri karena tidak mungkin dia akan mengatakan apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan rumah tangganya pada orang lain.
"Oh. Dasar aki-aki. Gak bisa jauh sebentar sama bini. Udah berasa kek cuma dia aja yang punya bini, orang mah kagak ada yang punya bini." Kekeh Alfian saat menyadari sikap posesif Arya pada istrinya, Zafira. Ada perasaan lega yang ikut Alfian rasa kan saat Zafira mengatakan hal tadi, tapi tentu berbeda dengan apa yang Zafira rasakan saat ini. Hatinya sedang sangat hancur, dunianya sedang sangat runtuh tapi apa, jangankan hanya manusia, gunung yang tinggi dan besar saja bisa runtuh, apa lagi dirinya yang hanya seorang manusia biasa.