Tidak Peka

2256 Words
Malam itu setelah selesai makan malam, Zafira mengatakan akan mengerjakan sisa pekerjaan nya siang tadi di kantor, Arya hanya mengangguk dan Nadia tidak menanggapi apapun ucapan Zafira. Zafira juga tidak begitu peduli, dia akan coba berdamai dengan perasaan nya sendiri agar tidak ada rasa sakit di hatinya, meskipun Zafira tidak yakin akan bisa melakukan itu, tapi semua memang harus dia coba mulai dari sekarang. Zafira sudah berada di kamarnya saat Arya juga menyusul langkah istrinya ke kamar mereka. Sejak semalam , saat dia kembali dari Surabaya, Arya belum berbicara sama sekali dengan Zafira terkait keputusan dan rencana pernikahan nya dengan Nadia. Arya rasa dia juga harus mengatakan ini pada, Zafira agar Zafira bisa membantunya menyiapkan segala keperluan yang kiranya tidak bisa dia selesaikan. "Om Gunawan sudah setuju jika mas dan Nadia menikah!" Ucap Arya saat duduk di sudut ranjangnya sementara Zafira sudah duduk di kursi meja kerjanya dengan layar laptop yang menyala di depannya. Dekk. Sesaat jantung Zafira berhenti berdetak, jari tangannya yang sedang mengetik di laptop seketika terjeda, napasnya seolah tertahan, dan otaknya tiba-tiba terasa beku dan berdenyut nyeri. Ada rasa yang teramat sakit yang ternyata Zafira rasakan. Meskipun Zafira berkali-kali mengatakan juga menguatkan hatinya untuk tidak terluka nyatanya dia tetap merasakan luka itu. Luka tak berdarah tapi cukup terasa perih untuk di tahan dalam hati. "Kami akan menikah tiga Minggu lagi. Hanya ada ijab kabul dan syukuran sederhana, tidak akan ada pesta besar, dan om Gunawan juga papaku sudah setuju dengan keputusan kita ini!" Sambung Arya dengan menatap Zafira yang masih terpaku tak berkedip menatap layar laptopnya. Zafira langsung mengalihkan fokusnya pada Arya, suaminya. Hanya menatap Arya tanpa membalas ucapan Arya sama sekali karena sungguh dia tidak tau harus berkata apa setelah ini. Ini memang keputusan mereka bersama, jadi Zafira hanya bisa bersikap tenang, setenang air dalam gelap. Arya bangkit dari duduknya lalu berjalan ke arah Zafira duduk lalu memeluk Zafira dari arah belakang. Zafira menahan napasnya di d**a agar tidak bergetar sembari mendongak untuk mencegah air matanya yang hampir jatuh. Ini adalah kabar yang baik, dan dia tidak ingin terlihat bersedih dengan kabar baik itu. Kabar baik untuk Arya juga Nadia pastinya , tapi tentu kabar buruk untuk, Zafira. "Mas mencintaimu, Zafira. Mas berjanji, mas akan adil pada kalian berdua. Mas janji." Ucap Arya dengan nada suara yang justru terdengar bergetar dan Zafira yakin jika Arya sedang menahan diri untuk tidak menangis, tentu menangis karena haru dan bahagia, bukan tangis kesedihan seperti yang Zafira rasakan saat ini. "Selamat buat mas Arya. Selamat. Semoga semua yang telah mas Arya rencanakan berjalan dengan baik. Dan semoga dari pernikahan mas dengan Nadia nanti, mas Arya akan bisa punya anak." Balas Zafira lirih namun cukup untuk di dengar indera pendengaran Arya, karena Arya memang sedang menopang wajahnya di atas pundak Zafira, masih sambil memeluk punggung Zafira, istrinya. "Amin." Jawab Arya sama lirihnya juga dengan kesungguhan hati, tapi lagi-lagi hati Zafira yang kembali runtuh dengan kenyataan jika ini adalah awal dari kekalahannya. "Istirahat lah, aku masih harus menyelesaikan pekerjaan ku sedikit lagi." Ucap Zafira mengurai pelukan Arya di dadanya dan Arya malah memutar kursi yang Zafira duduki untuk menghadapnya lalu membingkai wajah istrinya dengan kedua telapak tangan besarnya, kemudian meraih bibir lembut Zafira yang terasa dingin untuk dia cium dan beri lumatan yang lembut dan penuh kerinduan, percaya atau tidak , Zafira tetap membalas sentuhan suaminya dengan sama lembutnya, sebagai satu ibadah, karena sampai detik ini mereka masih sah sebagai suami istri. "Tidak bisakah kau mengerjakan ini besok? Mas merindukanmu!" Imbuh Arya saat melepas ciumannya di bibir lembut Zafira, Zafira tersenyum tipis tapi juga langsung mengusap lembut bibir Arya dari sisa ciuman mereka. "Ini tinggal sedikit lagi, mas. Siang tadi aku izin pulang lebih dulu karena merasa pusing, dan akhirnya pekerjaan ku banyak yang tidak selesai. Istirahatlah dulu, aku akan menyusul mu saat aku sudah selesai." Ucap Zafira lembut di depan d**a suaminya saat bangkit dari duduknya untuk menyamai tinggi badan Arya, suaminya. Arya juga langsung mengangguk dan mencium sekali lagi Zafira dengan segala kelembutan hingga Zafira pun memejamkan mata untuk menerima segala kelembutan itu, seolah itu adalah kali terakhir dia akan menyentuh suaminya. "Mas akan menunggumu, di ranjang kita. Mas tidak akan tidur." Balas Arya dan Zafira hanya mengangguk agar Arya mau melepaskan pelukannya dan dia bisa menyelesaikan pekerjaannya. Arya benar-benar tidak tidur, tapi dia hanya duduk di atas ranjang sembari memainkan ponsel di kedua tangannya. Sesekali Zafira melirik ke arah Arya dan Arya terlihat tersenyum manis menatap layar ponselnya. Satu jam berlalu, Zafira akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan menutup layar laptopnya, tapi bersamaan dengan itu, Arya justru bangkit dari duduknya dan turun dari ranjang itu, lalu keluar dari kamar itu. Zafira tidak menegurnya, dan hanya menatap punggung suaminya, Arya, yang baru keluar dari kamar mereka. Zafira pilih membersihkan wajahnya lalu mengelapnya, kemudian mengganti pakaian nya dengan pakaian tidur lalu naik di ranjangnya untuk mengistirahatkan tubuhnya. Mungkin karena lelah, Zafira dengan mudah mendapatkan tidurnya, dan terlelap dengan sangat mudah. Zafira terjaga dari tidurnya dan melihat ranjang sebelahnya masih kosong. Zafira melirik ke arah jam di meja nakas nya. Waktu sudah menunjukan angka dua belas lewat sepuluh menit, dan Zafira ingat tadi dia selesai dan tidur di jam sepuluh , dan artinya Zafira sudah terlelap selama dua jam lebih, tapi Arya masih belum kembali dari saat dia keluar tadi. Zafira keluar dari kamar itu , niatnya ingin mencari Arya, tapi baru saja Zafira dua langkah menuruni anak tangga, Zafira mendengar suara tawa Arya dari arah kamar sebelah, dan Zafira yakin jika Arya ada di kamar Nadia. Zafira kembali ke kamar nya dan terdiam sebentar memikirkan apa yang harus dia lakukan saat ini. Tangannya gatal ingin menghubungi nomer ponsel Arya tapi rasa tidak enak ternyata Zafira rasakan, namun bagaimana pun, dia harus membuat Arya keluar dari kamar Nadia karena itu Zafira memberanikan diri untuk menelpon nomer ponsel Arya tapi ternyata ponsel itu tidak bisa tersambung. Kembali Zafira menghubungi nomer ponsel Arya tapi nomer itu benar-benar tidak bisa di hubungi. Zafira menghela napas sangat lelah, lalu meletakan ponsel itu di atas nakas, dan kembali keluar dari kamarnya lalu berjalan ke arah kamar Nadia. Sudah tidak ada suara tawa atau suara apapun di dalam sana, Zafira memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Nadia, karena ini sama sekali tidak lah benar menurut Zafira. Ketukan pertama, tidak ada jawaban apapun dari arah dalam kamar itu. Ketukan kedua pun sama, dan di ketukan ke tiga, pintu kamar itu di buka dan Nadia terlihat di balik pintu kamar itu dengan pakaian sedikit berantakan. "Siapa?" Tanya Arya dari arah dalam dan ikut menyusul ke arah pintu kamar itu, dan melihat jika Zafira tengah berdiri di depan pintu itu. "Zafira. Apa kau sudah selesai?" Tanya Arya, tanpa merasa bersalah atau berdosa. Arya sampai lupa waktu saat bersama Nadia. Oh benar-benar laki-laki tidak punya perasaan. Zafira tidak menjawab , tapi Zafira langsung berbalik saat matanya bertemu pandang dengan manik mata Arya. Arya juga langsung mengikuti langkah Zafira, namun baru selangkah Arya keluar dari pintu itu, Nadia malah menghentikan langkahnya sembari berbisik, "Permainan kita belum selesai mas, apa mas akan menyerah sebelum selesai?" Tanya Nadia dengan nada kesal. "Kita lanjut lain kali saja, sayang. Lagi pula ini sudah sangat malam. Istirahatlah!" Balas Arya dan Nadia terlihat berdecak kesal dengan jawaban dari mulut Arya. "Ih kok mukanya cemberut gitu, calon pengantin gak boleh ngambek lho, tar mukanya jadi keriput macem mana!" Sambung Arya sembari menarik pinggang Nadia untuk di cium keningnya, lalu menarik kedua sudut bibir Nadia agar tersenyum. Sungguh adegan yang sangat manis bukan? Tapi sayang sikap manis itu salah tempat. "Tapi aku masih ingin bermain!" Tolak Nadia manja sembari mengeratkan pelukannya di pinggang Arya. "Kita bisa lanjut kapan-kapan. Jadi sebaiknya sekarang kau tidur dulu, biar gak capek dan tetap cantik!" Ucap Arya lalu kembali mendaratkan satu kecupan di pipi Nadia , dan mau tidak mau Nadia menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum karena sungguh untuk saat ini dia hanya perlu sedikit bersabar untuk kembali mendapatkan Arya secara utuh. Nadia mengangguk lalu Arya melepaskan pelukannya di pinggang Nadia dan menyusul langkah Zafira ke kamarnya di sebelah timur. Zafira sedang duduk di bibir ranjang saat Arya membuka pintu kamar itu, dan dengan wajah tanpa dosa Arya berjalan sembari membagi senyum pada Zafira yang telihat tanpa ekspresi. "Mas pikir kau masih belum selesai dengan pekerjaan mu. Jadi mas pilih menunggumu di kamar,,,!" "Aku sudah selesai dari dua jam lalu, bahkan aku sempat terlelap karena aku pikir mas keluar hanya untuk ambil air minum." Jawab Zafira memotong ucapan Arya yang ingin menjelaskan apa yang sedang dia lakukan tadi. "Lalu kenapa kau tidak memanggil mas?" Tanya Arya lagi. "Mas terlalu asik dengan calon istri mas, hingga lupa waktu jika ini sudah sangat malam, dan mas sampai melupakan jika mas dan dia masih belum terikat pernikahan. Dan apa mas tidak tau jika seorang laki-laki dan perempuan berlama-lama dalam satu ruangan tertutup bisa,,," "Mas tidak melakukan apa-apa. Kami hanya,,," "Siapa yang akan percaya jika mas berkata demikian? Mungkin aku masih bisa percaya dengan apa yang akan mas ucapkan sekalipun itu hanya sebuah kebohongan, tapi apa kira-kira tanggapan orang jika mendapatkan mas seperti saat tadi?" Tolak Zafira sebelum Arya selesai dengan kata-kata nya. "Zafira sayang. Ini tidak seperti yang kau pikirkan? Mas dan Nadia hanya,,," "Stop mas. Aku mulai muak dengan sikap kalian yang menurutku sama sekali tidak sesuai dengan norma. Aku pikir mas akan menjaga Nadia seperti cara seorang kakak laki-laki pada adik perempuannya, tapi sejauh yang aku lihat, mas tidak seperti itu. Aku tau mas dan Nadia akan segera menikah, tapi tidak bisakah mas menahan diri untuk,,," Zafira menjeda kalimatnya karena ternyata dia tidak kuasa untuk meneruskan ucapannya karena untuk membayangkan ucapannya saja ternyata Zafira juga tidak kuat. "Zafira, sayang. Apa yang kau pikirkan? Ini tidak seperti yang sedang kau pikirkan. Mas,,," "Sudahlah mas. Aku sudah cukup lama memperhatikan gerak gerik kalian berdua, dari itulah aku memutuskan untuk menerima keinginan mas yang ingin menikahi Nadia. Aku seorang istri, juga seorang kakak dan aku tidak ingin sesuatu yang tidak baik terjadi pada adik perempuan ku juga suamiku. Maka dari itu aku setuju mas menikah dengan Nadia , karena aku juga tau jika sebenarnya dari dulu hingga saat ini mas memang masih mencintai Nadia , bahkan sangat mencintai Nadia, tapi tidakkah mas bisa lebih menjaga sikap mas di hadapanku!" Ucap Zafira panjang lebar dan dengan perasaan yang menggebu-gebu. Perasaan sakit juga kecewa yang berkecamuk dalam hati. "Selama ini aku memilih diam dengan sikap kalian, bukan berarti aku mendukung setiap perbuatan mas yang sama sekali tidak bisa di katakan normal. Mustahil mas tidak pernah mendengar gonjang ganjing karyawan mas di kantor juga bagaimana para asisten rumah tangga kita menyikapi sikap mas ini. Mas adalah laki-laki dewasa, dan aku yakin jika mas tau mana yang salah dan mana yang benar, dan aku tidak perlu menjelaskan semua ini karena aku juga yakin jika mas Arya tau apa yang aku maksudkan." Sambung Zafira dengan perasaan hancur. Sudah lebih dari tiga bulan dia menahan semua ini, dan rasanya saat ini hatinya sudah tidak lagi bisa menahan semua itu karena ternyata Arya juga tidak peka dengan keterdiaman nya selama ini. Arya tidak lagi berkata apapun karena Zafira memang tidak memberi nya kesempatan untuk membela diri, di samping itu, Arya juga mengerti dengan apa yang Zafira coba jelaskan. "Maafkan mas jika selama ini kau tidak menyukai semua yang mas lakukan! Sungguh tidak ada niat di hati mas untuk membuatmu marah atau tidak suka. Maaf!" Imbuh Arya dengan sangat lirih, namun cukup untuk di dengar oleh Zafira. "Aku bukannya tidak suka, mas. Tapi aku hanya ingin mas menjaga sikap mas yang sama sekali bukan menunjukan sikap terpuji. Setidaknya sampai mas benar-benar menikahi Nadia." Sarkas Zafira dan Arya hanya bisa mengangguk sembari menunduk. Zafira menaikkan kakinya dan menutupnya dengan selimut besar di atas ranjang, lalu mendaratkan tubuhnya di atas bantal yang sebelumnya dia tiduri, lalu memiringkan tubuhnya membelakangi punggung Arya yang masih diam di bibir ranjang. Arya benar-benar merasa di tampar oleh kata-kata yang Zafira ucapkan dengan sangat lembut. Benar kata kebanyakan orang jika kadang lidah bisa lebih tajam dari pedang, dan saat ini Arya menyadari jika kata-kata Zafira tadi sangat dalam. Meskipun Zafira mengucapnya dengan sangat lembut, tapi kenapa kata-kata itu justru mampu menembus jantung hati terdalamnya. "Maafkan mas, Zafira." Lirih Arya namun cukup untuk Zafira dengar tapi Zafira tidak menjawab. Zafira hanya menutup matanya yang sudah terasa panas dan air asin itu ikut merebes di ujung sudut matanya. Zafira menghela napas dalam-dalam untuk menormalkan rasa sesak di dadanya saat dia merasa pergerakan Arya yang baru naik di ranjang mereka dan merebahkan tubuhnya di belakang punggung nya. Arya langsung memeluk punggung Zafira dan Zafira menahan napasnya agar tidak terasa bergetar. "Maafkan mas, Zafira. Mas akan mencoba melakukan nya untukmu!" Bisik Arya dengan sangat tidak masuk akal. Bagaimana mungkin dia akan melakukan ini demi Zafira, ini hanya perkara norma, dan seharusnya Arya tau jika sesungguhnya ini bukan hanya perkara menghargai perasaan Zafira, tapi lebih ke sikap dan moral yang baik. "Zafira, jawab mas. Mas minta maaf jika ini membuat mu tidak nyaman. Sungguh mas tidak tau jika ini akan membuatmu tidak suka. Mas minta maaf." Sambung Arya tapi Zafira benar-benar tidak mau hanya sekedar membuka matanya apalagi menjawab pertanyaan Arya yang saat ini benar-benar membuatnya sangat muak. Karena Zafira tidak lagi menjawab ucapannya, Arya sedikit menarik tubuhnya untuk mencium pipi Zafira sembari mengucap maaf berkali-kali dan menyadari jika Zafira sudah terlelap. Rasa inginnya, juga rasa rindunya pada istrinya tiba-tiba menghilang saat melihat wajah teduh Zafira telah terlelap dalam tidurnya. Arya semakin mempererat pelukannya di punggung Zafira dan menghirup aroma dingin Zafira, istrinya, tanpa Arya tau jika sebenarnya Zafira sedang menahan diri untuk tidak menangis dan bergetar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD