Melepaskan

3429 Words
Pagi itu juga Zafira berangkat ke kantor hanya untuk menyerahkan surat pengunduran dirinya. Namun atasannya menolak surat pengunduran diri Zafira yang terkesan mendadak, karena CEO perusahaan itu juga pasti akan kesulitan untuk mencari sekertaris seperti Zafira yang memang sangat pandai menggaet investor dan dia merasa Zafira adalah Dewi keberuntungannya enam tahun terakhir ini. "Aku tidak keberatan jika kau ingin cuti beberapa bulan atau mungkin satu tahun Zafira, selama kau tidak keluar dari kantor ini." Ucap pak Antonio saat selesai membaca surat pengunduran diri Zafira yang menurutnya terkesan sangat terburu-buru. "Maaf pak Antonio. Tapi aku sudah tidak bisa lagi untuk bekerja. Bukan karena Bapak kurang baik atau karyawan lain yang kurang baik padaku, sungguh, bukan karena itu, tapi aku memang hanya sedang butuh menyendiri, dan menenangkan diri dari semua hiruk-pikuk kehidupan juga masalah yang sedang aku hadapi saat ini. Aku senang, sangat senang bisa bekerja di perusahaan Bapak, dan jujur, aku juga sebenarnya tidak ingin meninggalkan kantor yang telah mengajarkan ku banyak hal, dan memberikan ku rumah kedua , tapi sungguh aku juga tidak ingin hanya karena aku tidak bisa konsentrasi bekerja, aku malah membuat kantor berantakan. Jadi aku minta maaf jika keputusan ku ini terkesan mendadak tapi sungguh tekad aku sudah bulat untuk keluar dari kantor ini , dan aku harap Bapak bisa mengabulkan satu keinginan sederhanaku ini, pak Antonio." Ucap Zafira dengan memberikan alasan yang cukup logis dan bisa dimengerti oleh bossnya, meski begitu pak Antonio hanya menatap Zafira dengan segala ketidak relaannya. Tapi apa yang Zafira ucapkan tadi juga tidak sepenuhnya salah. Pak Antonio hanya bisa kembali menghela napas karena itu memang hak Zafira sepenuhnya, bagaimanapun apa yang di katakan Zafira juga ada benarnya , jika Zafira tidak bisa bekerja maksimal saat dia sedang ada masalah dan mustahil jika pak Antonio tidak bisa memahami juga menyadari semua itu. Zafira beberapa hari ini kehilangan konsentrasi bekerja, dan pak Antonio sadar jika saat ini mungkin Zafira punya masalah besar yang sedang menimpa dirinya, terlebih lagi jika masalah itu sudah menyangkut atau melibatkan hati, maka jangankan untuk bekerja, untuk tetap berdiri tegak saja seseorang kadang tidak akan mampu. tapi pak Antonio juga Alfian menganggap hal itu wajar, dan Alfian sama sekali tidak keberatan untuk meluruskan sedikit kekeliruan yang Zafira lakukan. Karena salah itu hal yang sangat normal. Sebab tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Tidak juga untuk Zafira. "Aku tetap tidak bisa menerima surat pengunduran dirimu Zafira. Dan aku anggap ini hanya surat cutimu. Aku mengabulkan permohonan di surat ini tapi hanya sebagai cuti. Dan aku berharap saat kau sudah bisa mengatasi masalah mu, kau juga akan kembali ke perusahaan ini!" Ucap pak Antonio dan Zafira mau tidak mau langsung mengangguk dengan apa yang pak Antonio katakan tadi karena Zafira juga tidak tau apa yang akan terjadi nanti, dan benar kata pak Antonio jika masalahnya sudah teratasi, mustahil jika Zafira juga tidak ingin kembali hidup normal, terlebih dia juga mencintai pekerjaannya saat ini. "Baiklah. Aku terima itu, pak." Ucap Zafira saat bangkit dari duduknya dan pak Antonio juga ikut bangkit dari duduknya. Zafira diam sebentar memperhatikan pak Antonio. Matanya terlihat berkaca-kaca dan pak Antonio melihat ekspresi Zafira yang terlihat mendung, dan sedikit pucat. "Bolehkan aku memeluk Bapak sekali saja. Bukan pelukan terakhir, karena aku masih ingin bertemu Bapak di lain waktu. Entah kapan itu, tapi aku berharap bisa kembali di pertemukan dengan Bapak suatu saat nanti." Pinta Zafira dan pak Antonio langsung merentang kedua lengannya sebagai isyarat jika dia mengizinkan Zafira untuk memeluknya seperti yang Zafira minta tadi. Zafira langsung memeluk tubuh besar pak Antonio. Rasanya hangat, seperti pelukan seorang ayah, dan Zafira juga sempat meneteskan air mata di pelukan paruh baya yang tetap terlihat gagah di usianya yang hampir enam puluh tahun ini. "Aku pasti akan merindukan Bapak, dan Tante Mayang. Juga putra Bapak yang labil itu!" Imbuh Zafira lembut saat mengurai pelukannya di tubuh besar pak Antonio dan pak Antonio hanya mengangguk dengan senyum teduhnya. "Aku juga pasti akan sangat merasa kehilangan sekertaris terbaikku, Zafira. Dan Alfian juga pasti tidak akan menerima jika kau mengundurkan diri dari kantor ini." Balas pak Antonio sembari menghela napas kasarnya. "Beruntung dia saat ini sedang tidak ada di kantor, karena rencananya siang nanti dia akan mengecek lokasi proyek baru kita akhir tahun ini!" Sambung pak Antonio dan Zafira hanya bisa mengangguk sembari tersenyum manis. "Oh dia pasti akan marah pada ku jika nanti dia kembali dan kau sudah tidak ada di kantor ini!" Imbuh pak Antonio dengan sangat menyesal. "Suruh saja kekasihnya yang jadi sekertarisnya pak, maka dia akan lebih rajin berada di kantor." Usul Zafira dan pak Antonio hanya asal mengangguk dengan ide Zafira tadi tanpa tau siapa kekasih putranya. Apakah Alfian punya kekasih atau dia hanya bersenang-senang dengan para wanita-wanita itu. "Salam untuk Tante Mayang. Katakan padanya untuk tidak lupa minum vitamin jika tidak ingin demam kek kemarin!" Imbuh Zafira lagi dan pak Antonio kembali mengangguk, sebelum akhirnya Zafira pamit undur diri dari ruang kerja bossnya dan keluar dari kantor itu untuk langsung menuju rumahnya. Saat Zafira sudah di rumahnya, Zafira diam sebentar dan duduk di atas ranjangnya, memperhatikan sekeliling kamar itu untuk dia rekam dalam memori ingatannya. Zafira meraih satu pigura ukuran sepuluh R yang terpajang di nakas sebelah tempat tidurnya dan memperhatikan pigura itu lamat-lamat. Photo pernikahannya dengan Arya. Senyum manis suaminya juga terpancar indah di pigura itu. Zafira ingat dengan sangat jelas hari dan tanggal pernikahannya. Dan dua bulan lagi adalah ulang tahunnya pernikahannya dengan Arya yang ke tiga, tapi sepertinya dia tidak akan bisa lagi merayakan hari yang pernah Zafira nobatkan sebagai hari yang paling bahagia dalam hidupnya, setelah hampir sepuluh tahun menunggu cintanya di balas oleh laki-laki yang kini menjadi suaminya, Arya Katon Fujiparingga. Sungguh tidak ada rasa penyesalan yang dia, Zafira rasakan di hatinya karena telah mencintai Arya Katon Fujiparingga dengan begitu besar hingga saat ini. Sampai, Zafira juga harus kembali merelakan Arya untuk berbahagia bersama wanita yang sampai saat ini masih tersimpan dan bertahta sangat indah di hati Arya, suaminya. Sudah hampir empat bulan Zafira menyimpan dukanya sendiri dan tetap menunjukan jika dia baik-baik saja di hadapan suami juga adik perempuannya, namun ternyata di sinilah akhir dari duka yang coba dia simpan rapi dalam hati. Dan sudah satu bulan ini Zafira menyiapkan segalanya untuk benar-benar melepas suaminya, agar bisa menikah dengan adik perempuannya, Nadia. Zafira mengeluarkan selembar kertas dari dalam laci nakas juga bolpoin bertinta jingga kesukaan suaminya, lalu menulis beberapa bait kata yang mungkin bisa mengutarakan betapa dia sangat mencintai suaminya, dan sungguh dia bahagia dengan pilihannya kali ini. Bahagia jika pada akhirnya laki-laki yang sangat dia cintai akhirnya bisa mendapatkan cinta sejatinya yang mungkin sudah sangat lama tersimpan rapi di hatinya. Sama seperti dirinya yang begitu mencintai laki-laki itu begitu lama, Zafira tau bagaimana rasanya mencintai dalam diam dan mengharap cinta itu suatu saat akan terbalas dengan kata yang sama indahnya, dan Zafira tau jika Arya pun sudah sangat lama menyimpan perasaan itu pada Nadia, dan kali ini Zafira tidak ingin ada orang lain yang akan merasakan betapa beratnya mencintai dalam diam, jadi cukup dirinya yang merasakan itu. Cukup dirinya yang tersakiti dengan dilema cinta yang pertepuk sebelah tangan ini. Setelah selesai menulis surat itu, Zafira juga menyelipkan surat itu bersama dokumen yang satu bulan ini dia urus dan menaruh map dokumen itu di atas nakas sebelah tempat tidur suaminya, berharap Arya akan melihatnya nanti saat Arya pulang dan masuk ke kamar mereka. Hari baru beranjak siang dan matahari sedang sangat terik saat Zafira meminta bantuan pada salah satu asisten rumah tangganya untuk membantunya menurunkan koper dari dalam kamarnya untuk di masukkan ke dalam bagasi mobilnya. Meskipun asisten rumah tangga itu sempat bingung dengan apa yang Zafira lakukan namun Zafira dengan cepat bisa menenangkan kedua asisten rumah tangganya itu dengan beralasan jika Zafira akan pergi mengunjugi ibu, juga ayahnya dan menginap beberapa hari. Dan saat semua yang Zafira butuhkan sudah masuk ke dalam mobilnya, Zafira langsung pamit pada kedua asisten rumah tangga itu dan melajukan mobilnya ke arah jalan raya. Pertama Zafira pergi ke rumah Vega, sahabatnya untuk meminta bantuan menjual mobilnya, namun karena menjual mobil tidak bisa secepat menjual minyak goreng, alhasil Zafira juga menitip mobil itu pada sahabatnya untuk di jual dan uang hasil penjualannya nanti akan di kirim melalui bank. Setelah itu Zafira memesan taksi untuk mengantarnya ke bandara karena dia akan melakukan perjalanan udara. "Hubungi aku jika kau sudah sampai di tujuanmu!" Ucap Vega saat Zafira akan naik taksi dan Zafira langsung mengangguk. "Jangan pernah mengatakan kemana aku pergi pada, mas Arya atau pada siapapun, termasuk mas Fathir, suamimu sendiri." Ucap Zafira mengingatkan Vega jika dia tidak ingin kepergiannya saat ini di temukan, karena jujur dia sedang butuh waktu untuk menyendiri dan menata hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. "Aku tidak bisa berjanji, tapi sebisa mungkin aku akan menyimpan rahasia ini untukmu, bahkan dengan menjaminkan surgaku." Balas Vega dan Zafira langsung memeluk tubuh sahabatnya, entah itu untuk yang terakhir kalinya, karena kita memang tidak pernah tau apa yang akan terjadi di hari esok atau lusa, maka dari itu, Zafira juga berkali-kali mengucap maaf, maaf, dan maaf pada sahabatnya itu hingga Vega juga akhirnya menangis saat akan melepas kepergian Zafira. "Aku pasti akan sangat merindukan mu, Ra." Sambung Vega dan Zafira hanya tersenyum saat pelukan Vega terurai dari tubuhnya. "Aku juga pasti akan merindukanmu." Balas Zafira saat masuk ke taksi dan langsung melambaikan tangannya pada Vega yang masih berdiri di depan teras rumahnya dan menahan dadanya yang ikut sakit saat melihat sahabat kentalnya pergi dengan membawa luka di hatinya. Zafira sampai di bandara dan mengambil tempat untuk menunggu penerbangan ke kota yang ingin dia tuju. Dia tidak bisa pulang ke Surabaya, dan kembali pada ayah juga ibunya, karena itu sama saja artinya dia akan memperkeruh suasana, maka dari itu Zafira memutuskan untuk pergi ke tempat lain. Zafira memang sebelumnya membeli tiket ke Surabaya, namun saat sampai di bandara, Zafira berubah pikiran dan kembali membeli tiket ke kota lain. Kota kecil yang belum pernah Zafira datangi. Zafira memperhatikan alamat di secarik kertas yang pernah salah satu asisten rumah tangganya berikan dua tahun lalu, saat dia baru pindah ke rumah besarnya bersama Arya, dan asisten rumah tangga itu tidak bisa menemani Zafira lebih lama karena dia harus merawat suaminya yang waktu itu mendapat musibah, namun waktu itu asisten itu sempat meninggalkan Zafira alamat rumahnya di pulau seberang, berharap kelak Zafira akan sudi mampir jika ada waktu berlibur ke pulau itu. Dan Zafira memutuskan untuk menyembuhkan luka hatinya di tempat itu. Tak peduli seberapa besar rasa ingin orang itu untuk bertahan dan berdamai dengan perasaannya, nyatanya ada titik yang tidak bisa seseorang tanggung dengan hati dan pikiran orang itu masing-masing. Begitu juga dengan Zafira. Sama halnya dengan Zafira saat ini, sebesar apapun rasa cintanya pada laki-laki itu, rasa sayang pada saudara perempuannya juga menjadi dilema yang kini Zafira turut rasakan. Benar kata orang bijak, suami atau istri adalah dua orang yang berbeda dari segi hati dan kodratnya. Jika ada ucapan orang bijak yang mengatakan mantan istri atau mantan suami, tapi belum ada yang pernah mengatakan pada orang lain dengan kata mantan saudara. Maka dari kata orang bijak inilah Zafira coba berdamai dengan hati dan jiwanya, jika dia memang harus merelakan kebahagiaan Arya dan Nadia tanpa harus ikut terluka atau menjadi duri dari kebahagiaan mereka berdua. Sekuat apapun kita memegang janji atau hati seseorang, nyatanya jika takdirnya dia akan lepas, maka takdir itu tetap akan mendapatkan jalannya untuk lepas dan begitu pula sebaliknya, dalam artian tidak ada yang abadi, jika ada pertemuan yang membuat hati seseorang bahagia, maka pasti akan ada perpisahan yang akan membuat hati seseorang terluka. Hari sudah sore saat Arya pulang dari kantornya bersama Nadia karena siang tadi Nadia mampir di kantor Arya usai bertemu dengan salah satu temannya yang kebetulan sedang berada di Bali dan meminta bertemu karena mereka memang sudah cukup lama tidak berkumpul dan bertukar cerita. Rumah besar itu tampak sepi. Biasanya Zafira pulang lebih awal darinya dan akan menyambutnya jika pulang dari kantor, tapi hari itu tidak ada penyambutan apapun yang Arya dapatkan dari istrinya, Zafira. Tidak ada firasat apapun yang Arya dan Nadia rasakan hari itu jika Zafira memilih melepas kebahagiaan sekaligus duka hatinya itu dengan pergi dari rumah besar yang dia beli bersama Arya, suaminya. Arya masih terlihat ceria begitu pun Nadia karena tadi Arya juga sudah bercerita tentang obrolannya pagi tadi dengan Zafira, juga ucapan Zafira yang mengatakan jika dia sendiri yang akan mengatakan ini kepada orang tua mereka juga membantu menyiapkan segala kebutuhan untuk pernikahan mereka dua Minggu lagi. "Aku akan menyiapkan cemilan ini untuk teman mengobrol kita," ucap Nadia saat melepas pelukan di pinggang kakak iparnya yang tidak lama lagi akan menjadi suaminya juga. Arya hanya mengangguk dan langsung melepas tas jinjingnya di meja depan sofa, kemudian duduk sebentar di sofa ruang tengah rumah itu saat Nadia pergi ke arah dapur untuk memasukkan beberapa cemilan yang tadi mereka beli saat kembali dari kantor Arya. Seorang asisten rumah tangga yang biasa membantu memasak dan bersih-bersih terlihat baru masuk dari pintu sebelah sambil membawa cucian yang sudah di setrika untuk di bawa masuk ke kamar majikannya. "Bik, apa Zafira sudah pulang?" Tanya Arya pada asisten rumah tangga istrinya. "Sudah, pak. Ibu Fira sudah pulang dari siang tadi!" Jawab asisten rumah tangga yang biasa mereka panggil dengan nama Sumi dan Arya langsung tersenyum sambil menganggukkan kepalanya seolah dia juga sudah tau jika istrinya memang sudah pulang. Bik Sumi juga langsung menjawab sudah karena pikirnya pak Arya sudah tau jika istrinya akan pulang ke rumah orang tuanya dan akan menginap beberapa hari di sana, dan tidak pernah terbesit di pikirannya jika saat ini istri majikannya akan pergi dan mungkin tidak akan kembali ke rumah itu lagi. Pikir Arya juga, mungkin istrinya sedang istirahat di kamar mereka, jadi Arya langsung kembali meraih tas jinjing itu untuk dia bawa masuk ke kamarnya dan menyuruh istrinya untuk menyimpan tas itu agar dia juga tidak perlu repot mencarinya besok saat dia akan berangkat ke kantor. Baru saja Arya akan bangkit dari duduknya saat tiba-tiba Nadia memanggilnya, karena dia sudah selesai menyiapkan cemilan tadi juga membawa dua gelas tinggi jus jeruk untuknya dan untuk Arya pastinya. "Mas. Ini sudah siap!" Panggil Nadia saat Arya baru selangkah dari sofa itu dan Arya langsung berbalik dan tersenyum, kemudian kembali duduk di sofa tadi untuk menerima jus yang tadi di bawa Nadia untuknya. "Terima kasih," ucap Arya tulus. Arya meminum minuman itu sedikit dan diam sebentar untuk mengoreksi rasanya. "Ini terlalu manis, sayang. Besok kurangi sedikit gulanya, ya!" Imbuh Arya dan Nadia langsung mengangguk mengerti. "Oke." Jawab Nadia singkat kemudian menawari Arya satu cemilan yang tadi dia beli untuk dia cicip. "Coba ini, mas. Rasanya enak, dan tidak terlalu manis," sambung Nadia dan Arya kembali menerima cemilan itu untuk segera dia coba dan benar saja, rasanya sangat enak dan pas di lidahnya. Sudah hampir satu jam mereka, Arya dan Nadia duduk di sofa ruang tengah rumah itu namun Zafira tidak juga keluar dan turun dari lantai atas rumah itu dan Arya juga baru ingat untuk menaruh tas jinjingnya. "Tumben kakak mu tidak turun dari kamar sesore ini? Apa mungkin dia masih tidur?" Ucap Arya namun Nadia hanya mengedikkan bahunya dan detik berikutnya Arya mengatakan akan melihat Zafira, karena takut jika Zafira malah kembali demam seperti kemarin juga untuk menaruh tas jinjingnya dulu sebentar, kemudian akan kembali ke ruang tengah lagi dan meminta Nadia untuk menunggunya sebentar. Nadia mengangguk namun juga langsung cemberut saat Arya mengatakan akan menemui istrinya. Arya berjalan santai menaiki anak tangga rumah besar itu dan saat Arya masuk ke kamarnya, dia tidak melihat Zafira yang mungkin tertidur dan tidak juga melihat keberadaan Zafira di manapun di ruangan besar itu. Arya melepas tas jinjing juga jasnya di atas ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi karena berpikir Arya mungkin Zafira, istrinya ada di sana. Nihil. Ternyata Zafira juga tidak ada di sana. Arya juga melihat kearah balkon yang jendelanya terbuka dan tirainya melambai tertiup angin dan lagi-lagi Arya berpikir jika istrinya mungkin sedang berdiri di pagar balkon untuk menikmati cumbuan angin sore yang sejuk dengan menatap ke arah langit jingga, tapi lagi-lagi, nihil. Zafira juga tidak ada di sana. Arya mulai merasa khawatir karena tidak biasanya Zafira tidak berada di rumah saat jam seperti ini terlebih lagi saat hari sudah akan petang dan Zafira yang baru pulih dari demamnya. Arya kembali keluar dari kamar itu dan mencari Zafira di kamar sebelah, kamar yang rencananya akan mereka gunakan untuk kamar anaknya kelak, karena itu juga merupakan tempat favorit bagi Zafira, sama seperti hari kemarin, dan Arya tetap berharap jika Zafira hanya sedang menghabiskan waktu dengan membaca n****+-n****+ yang berjejer rapi di sudut baca kamar itu, tapi kosong, Zafira juga tidak ada di kamar itu, hingga Arya akhirnya kembali turun untuk mencari Zafira atau menanyakan keberadaan Zafira pada asisten rumah tangga mereka. "Bik. Bibik. Bik Sumi!" Panggil Arya dan paruh baya itu terlihat terpongoh keluar dari kamarnya dan menghampiri Arya yang sedang berjalan ke arah kamarnya. "Di mana, Zafira?" Tanya Arya setelahnya dan Bik Sumi langsung menjawab, "Sudah pulang, pak. Ibu Zafira siang tadi sudah pulang ke rumah ibunya, katanya dia akan menginap beberapa hari di sana!" Jelas Bik Sumi dan Arya langsung membuang napas karena Zafira memang tidak mengabarkan jika dia akan pulang ke rumah orang tuanya. Arya ingat tadi pagi saat Zafira mengatakan akan membantunya ngomong pada ayahnya juga mengatakan akan membantu menyiapkan keperluan untuk acara pernikahannya dengan Nadia, namun Arya pikir Zafira mungkin akan bicara lewat telpon, bukan menemuinya atau pergi ke Surabaya secara langsung seperti saat ini. Arya kembali ke ruang tengah dan mengatakan jika Zafira pulang ke rumah ayahnya, dan Nadia juga membenarkannya karena tadi pagi Zafira memang mengajak Nadia untuk pulang mengunjungi ibu dan ayah mereka. Malamnya, tiba-tiba Arya juga merasa ada yang tidak beres, karena sampai detik itu juga, Zafira masih belum menelponnya atau mengiriminya pesan jika dia mungkin sudah sampai di rumah orang tuanya dan detik berikutnya, Arya mencoba menghubungi nomer ponsel istrinya tapi nomer itu justru tidak aktif. Arya mencoba berpikir positif, karena mungkin daya ponsel Zafira habis dan belum sempat dia cas lagi dan akhirnya Arya juga pasrah, lalu meletakkan ponsel itu di samping nakas tempat tidurnya. Baru saat itulah Arya melihat map biru di atas nakas itu dan Arya yakin jika itu bukan miliknya, tapi milik Zafira istrinya. Tapi jika map ini milik Zafira biasanya Zafira juga akan menyimpan berkasnya di laci khusus miliknya, bukan di tempat ini. Arya tau jika istri tipe wanita yang disiplin jadi tidak mungkin Zafira akan ceroboh seperti ini dengan berkas pentingnya. Akhirnya Arya membawa map itu untuk dia masukkan ke dalam laci meja kerja istrinya, tapi laci itu malah terkunci dan Arya tidak bisa membuka laci itu, namun Arya juga tiba-tiba penasaran dengan isi map itu , hingga akhirnya Arya duduk di kursi meja kerja istrinya dan pelan-pelan membuka map itu. Wajah Arya langsung memerah antara marah, kesal juga kecewa. Itu adalah surat dari pengadilan agama, dan isinya adalah surat gugatan cerai yang sudah di tandatangani oleh Zafira sendiri. Tidak pernah terbayangkan oleh Arya Katon Fujiparingga jika Zafira akan mengugat cerai dirinya dengan cara seperti ini. Arya bangkit dari duduknya dengan kemarahan yang sudah hampir membakar seluruh jiwanya dan berjalan ke arah lemari istrinya. Arya langsung membuka lemari itu dengan terburu-buru. Persis seperti yang Arya pikirkan, Zafira pergi dari rumah ini bukan untuk menginap di rumah ibu dan ayahnya tapi untuk bercerai darinya. Arya kembali ke meja kerja Zafira dan merampas map itu lagi untuk dia bawa turun dan tunjukkan pada Nadia, tapi bersamaan dengan itu, secarik kertas ikut terselip dan ada surat dengan tinta jingga yang mengalihkan perhatian Arya. Arya mengeluarkannya dan melihat surat yang Arya yakin jika itu di tulis oleh istrinya, karena Arya juga mengenal dengan sangat baik goresan tangan istrinya. Seluruh otot dan pikiran Arya ikut hancur bersama surat bertinta jingga itu dan dunianya jadi ikut runtuh, detik itu juga. Ada kata yang tak terucap dari bibirnya yang jadi kelu saat membaca bait demi bait surat bertinta jingga itu. Ada rasa nyeri yang turut Arya rasakan saat kembali membaca goresan tangan istrinya yang sedikit berantakan karena Arya yakin jika Zafira menulisnya dengan di iringi tangis dan air mata. Arya menghela napas dalam, mencoba melonggarkan rasa sesak di dadanya saat membaca kalimat terakhir surat itu. Dadanya ikut bergemuruh, seluruh syaraf otaknya ikut tegang dan berdenyut nyeri. "Kenapa harus seperti ini? Kenapa? Bukankah dia yang terus mengatakan ikhlas dengan pernikahan ini, lalu apa yang terjadi saat ini? Apa ini cara Zafira mengatakan ketidak relaannya untuk membiarkan ku menikah lagi? Seharusnya Zafira cukup mengagetkan tidak, maka ini tidak akan terjadi." Lirih Arya pada dirinya sendiri. Kembali Arya melihat goresan tangan itu , hanya melihatnya, namun perasaannya tetap saja terluka semakin dalam. "Zafira."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD