Kecupan Terakhir

810 Words
Lebih dari empat jam, Felix tidur dengan lelapnya di dalam pelukan Luna. Tak lama, laki-laki yang memiliki belahan dagu spesial itu, tampak merenggangkan otot-ototnya. Saat pandangannya sudah terang benderang, ia baru menyadari bahwa dirinya sejak tadi, berada di dalam dekapan Luna. Felix pun kembali tersenyum, menatap gadis muda yang memiliki berjuta pesona tersebut. Tanpa sepengetahuan Luna, Felix menyentuh pipi kiri dengan lembut dan mereka saling berhadapan, salam keadaan berbeda. Sayangnya, sentuhan tipis itu tidak membuat Luna terbangun. Sehingga gadis itu tak mengetahui, bagaimana seorang Felix sudah mengagumi dirinya. Sebenarnya apa yang Felix lakukan saat ini, sama dengan yang pernah Luna lakukan subuh tadi. Ternyata, tanpa mereka sadari, keduanya sudah saling perduli, menyayangi, dan mengagumi. "Hemh," Luna bergumam sambil menurunkan tangan kirinya. Pada saat itu, tanpa disengaja, tangan tersebut menyentuh milik Felix. Seketika, areal sensitif itu pun menjadi batu. Felix membuang napasnya panjang perlahan karena tidak percaya bahwa tubuhnya bereaksi sangat cepat terhadap sentuhan Luna. Tidak ingin mengganggu dan membangunkan gadisnya, Felix berusaha menekan dan menenangkan diri. Tiga menit berlalu, Luna belum juga terbangun. Felix sudah sangat ingin dan ia harus melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Merasa tidak ada jalan lain, Felix berdiri dan berjalan ke kamar mandi, lalu ia memutuskan untuk memainkan miliknya sendirian. Sambil membayangkan keindahan tubuh Luna, Felix terus menggenggam dan menggerakkan tangan kanannya dengan cepat. Desahnya pun mencuat, tapi saat ini ia merasa sangat kesulitan untuk mengeluarkan jauhar miliknya yang pekat. Berkali-kali suara erangan Felix, memenuhi kamar mandi dan itu semua berhasil membangunkan Luna. Luna terduduk dan mencari tahu di mana Felix yang sejak tadi bersama dengan dirinya, hingga ia mendengar suara desahan Felix yang kuat, sekali lagi, di dalam kamar mandi. Luna sama sekali tidak tau apa yang terjadi, pikirannya kemana-mana. Apakah ada wanita lain di kamar ini selain dirinya? Saat pertanyaan itu bermain di pikirannya, tiba-tiba ia hampir meneteskan air mata seakan tidak rela. 'Tidak, aku harus mencari tahu kebenarannya!' Ucap Luna tanpa suara dan ia segera berdiri ke arah kamar mandi, lalu membuka pintunya. Ketika Luna berada di dalam kamar mandi, ia sangat terkejut karena menyaksikan Felix bermain sendiri, tanpa wanita lain ataupun dirinya. "Kamu sudah bangun?" tanya Felix dengan napasnya yang tersendat-sendat, tapi Luna tidak melihat ada lendir putih kental di sekitarnya. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Luna tampak bingung. Felix terkekeh kecil, "Aku ingin mengeluarkannya sendiri, tanpa kamu," jawabnya kembali tertawa. "Soalnya, kamu sedang tertidur sangat nyenyak," ungkap Felix dan Luna merasa seperti dipedulikan. "Felix," gumam Luna, lalu berjalan mendekati Felix sembari membuka pakaian yang baru saja ia pasang, saat ingin bangkit dari tempat tidur. Felix pun hanya melihat Luna yang sepertinya sangat ingin membantu dirinya. Setelah begitu dekat, Luna melepaskan tangan Felix dari miliknya. Kemudian dengan cepat, Luna melumat milik Felix dengan penuh perasaan. 'Ternyata permainan seperti ini lebih nikmat jika dilakukan dengan sepenuh hati.' Kata Luna sambil menatap mata Felix yang pupilnya sudah tampak membesar. Suara erangan dari bibir Felix tidak tertahankan lagi. Saat nada suara itu meningkat, Felix langsung menyemburkan jauhar miliknya, tepat di dadaa Siren. Kepuasan telah mencapai puncaknya, Felix pun merasa sangat beruntung karena memiliki Luna yang sangat mengerti tentang apa yang ia inginkan. Puas dengan hasratnya, Felix memberi serangan balasan kepada Luna yang semakin tampak memesona di matanya. Laki-laki pemilik paras dewa tersebut pun, menggendong Luna dan memuaskan gadis itu hingga ia lemas. Permainan ini bukan hanya soal hasrat semata, melainkan perasaan yang telah bertemu. Meskipun mereka berdua tidak menyadarinya dan hanya berpikir bahwa getaran seperti ini, cuma rasa simpatik yang tercipta dari kepuasan. Felix dan Luna, menikmati waktu siang ini dengan banyak sentuhan mesra dan canda tawa. Rasanya, dunia ini begitu indah dan Luna merasa beruntung dengan semua kebaikan hati Felix terhadap dirinya. *** Waktu berlari dengan cepatnya. Tanpa terasa, keduanya kembali menghabisi amunisi dan tenaga dengan bercinta. Namun kali ini, Felix betul-betul lelah dan ia tidur di saat malam masih muda (Pukul 20.00 WIB). Sekitar pukul 22.00 WIB. Ini merupakan jam yang sama dengan pertemuan keduanya, Luna sudah bersiap untuk meninggalkan laki-laki yang sangat berkesan di dalam hidupnya. Meskipun berat, tetapi Luna tidak memiliki pilihan. Ia pun memberikan kecupan perpisahan, tepat di kedua pipi serta bibir Felix. Melihat Felix terlelap dengan nyenyak, Luna tidak tega untuk membangunkannya. Ia pun memutuskan untuk menatap laki-laki itu hingga puas. "Aku akan menyimpan dirimu di dalam sini, Felix!" kata Luna seraya menyentuh dadanya. "Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan untukmu," sambungnya hampir meneteskan air mata. Semakin lama, Luna merasa tidak mampu meninggalkannya. Sadar akan hatinya, ia pun bergegas untuk berdiri dan pergi dari Felix. Saat ini, hanya tinggal sisa lipstik di pipi dan bibir Felix. Luna pun tidak sanggup lagi untuk melihat ke belakang, walaupun begitu ingin. 'Selamat tinggal, Felix. Kamu seperti malaikat bagiku. Meskipun awalnya tampak kejam dan hanya ingin menerkamku. Tetapi nyatanya, kamu seperti sinar bulan di dalam kehidupan yang kelam ini. Terima kasih.' Luna tampak kacau di balik make up tebal yang ia kenakan. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD