Cinta

1325 Words
Malam harinya, Felix semakin gelisah. Bukan hanya tentang Luna dan kerinduannya. Melainkan situasi asing dengan atmosfer yang berbeda. Sudah dua hari terakhir, Felix merasa dibuntuti. Tetapi, sulit baginya untuk memahami situasi tersebut. Mungkin, rasa rindu itulah yang sudah menguntitnya. Itulah pikiran Felix, sebelum tragedi malam ini terjadi. Dingin, udara sejuk menusuk hingga ke tulang. Laki-laki tampan pemilik belahan dagu yang rupawan, berdiri di depan cermin besar di dalam kamarnya. Felix, ia tengah mengoreksi penampilannya malam ini. Celana jeans yang dipadupadankan dengan sweater berwarna coklat tua dan putih dalam motif garis, menambah ketampanannya. Setelah ini, ia akan kembali mencari Luna entah di mana. Jalanan dan rumah bordir adalah tempat-tempat yang akan ia kunjungi, demi mendapatkan wanita favoritnya. *** Sekitar pukul 20.00 WIB. Luna dan Mala, tanpa pengawalan dari bodyguard, bergerak ke arah alun-alun untuk pesta pora. Sementara laki-laki yang selalu membayangi Luna, ditugaskan untuk melakukan sesuatu oleh mami. Hal penting dan merupakan rahasia besar tentang Luna, dipercayakan kepada dirinya. Selain itu, keyakinan mereka terhadap Mala dan Luna adalah ujung tombak kebebasan keduanya di dalam perjalanan menyenangkan malam ini. Mala seperti burung yang baru lepas dari sangkarnya. Ia tertawa sambil melenggok centil serta menatap nakal ke banyak arah. Sedangkan Luna, ia jauh lebih kalem dan hanya bersikap sewajarnya saja. "Luna, ayo loncat! Joget bersamaku!?" ajak Mala dalam tawa. "Ayooo!" "Tidak!" jawab Luna ketus bersama wajah kaku. "Bukannya sudah aku bilang tadi, saat di istana mami?" Mala menghentikan gerakannya dan menghela napas panjang. "Asal kamu tahu saja ya, aku diperintah oleh mami untuk membuatmu bahagia dan tersenyum kembali. Kalau kamu pergi dan pulang, masih dalam raut wajah seperti ini, bisa dipastikan aku akan dihukum mati." Luna menatap Mala dalam-dalam, "Aku tidak bisa." "Kamu tahu kan, hukuman apa yang paling ditakuti?" Mala memegang kedua tangan Luna. "Diberikan kepada anjiing (penjahat) jalanan dan diperlakukan sangat buruk, hingga beberapa hari. Mereka, bukanlah orang-orang yang biasa melakukan hubungan intim dengan tubuh, melainkan alat dan kebrutalannya." Hati Luna bergetar, sesaat setelah mendengar perkataan Mala. Perempuan yang satu ini, sama sekali tidak berbohong dan salah. Itu memang hukuman yang akan diterima jika misinya tidak berhasil. "Kamu tenang saja! Aku akan ceria setibanya di pintu gerbang utama," jawab Luna yang kembali mengalihkan pandangannya. "Aku percaya kepadamu," kata Mala sambil membuang napas hangat. Di sisi Felix, ia tengah berada di tengah-tengah para perempuan nakal super seksi. Ia berharap dapat menemukan gadisnya malam ini. Apa pun, akan ia berikan untuk Luna dan senyumnya. "Aku akan memberikanmu banyak uang jika bisa membantuku!" ujar Felix pada seorang perempuan yang tampak menguasai diskotik ini. Wanita tersebut menatap Felix dalam-dalam dan meniupkan asap rokok ke wajah laki-laki tampan tersebut. "Apa?" tanyanya yang terdengar tidak suka akan basa-basi. "Aku mencari gadisku. Namanya Luna, dia begitu cantik, berambut panjang dan ikal, warna bola matanya hitam pekat dan berbinar, bibirnya sangat indah dan berwarna merah muda, kulitnya putih dan mulus, hidungnya biasa saja, tetapi tetap terlihat indah," beber Felix panjang lebar. "Ha ha ha ha ha." Suara tawa mencuat dari bibir pelacurr senior tersebut. Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar perkataan dari seorang tuan muda yang seakan tidak pernah melihat wanita. "Ya ampun." Wanita berambut pendek itu, menepuk meja bulat di hadapannya sembari terkekeh. Felix mengunci mulutnya rapat-rapat dan ia masih juga belum sadar akan apa yang telah terjadi pada hatinya. Felix Vincent, dia telah jatuh cinta pada perawan buruannya. "Dengar, Tuan muda! Sebaiknya ada tidak menaruh hati pada perempuan liar seperti kami!" Wanita itu memajukan wajahnya. "Seberapa pun usaha Anda, dia akan terus terbang dan ingin bebas di angkasa," bisiknya yang berpikir bahwa Luna sama seperti perempuan malam pada umumnya. "Dia berbeda," timpal Felix terdengar agak kesal. "Benarkah? Kalau begitu, kenapa dia meninggalkan Anda? Pria tampan dan kaya raya. Anda begitu sempurna, Sayang," ucap wanita tersebut, seraya memegang garis bibir bawah milik Felix. Semakin kesal dan takut telapak tangannya akan melayang. Felix memutuskan untuk meninggalkan wanita gila tersebut. Ia keluar dari tempat hiburan malam dengan wajah yang masam. "Sialan! Dia malah menertawakanku," gerutu Felix, seraya menggenggam kedua tangan. Tak lama, perut Felix berbunyi. Tapi, ia tidak ingin makan berat. Hanya ingin cemilan dan tidak punya uang di dalam dompetnya. Kebiasaan laki-laki kaya yang suka melemparkan kartu kredit untuk membayar apa pun. Tidak terlalu jauh dari tempat hiburan malam ini, ada mesin ATM dan Felix mengetahuinya. Ia pun bergerak cepat ke arah kotak uang ratusan ribu tersebut dengan cepat. Pada saat yang bersamaan, di seberang jalan, Luna juga tengah memilih coklat kegemarannya, disebuah mini market berlogo merah. Ini adalah syarat senyum yang Luna ajukan kepada Mala. Seorang diri, Luna berbaris tertib untuk membayar. Ketika sudah cukup dekat dengan kasir, tanpa sengaja Luna memperhatikan jalanan. Dari pintu kaca besar, ia melihat laki-laki yang telah membuatnya gelisah sepanjang malam. "Felix?" tanya Luna dalam gumam. "Itu memang dia," katanya sekali lagi, sembari menahan debar jantung yang tidak biasa. Gadis itu meletakkan kembali coklat yang sudah begitu ia inginkan sejak tadi. Bersama wajah yang memerah, Luna bergerak cepat ke arah Felix yang baru saja keluar dari kotak ATM. Jarak keduanya cukup jauh karena jalanan besar dua arah itu tergolong lebar. Meskipun Luna berusaha untuk berlari dan memanggil, tetapi Felix tidak mendengarkannya. Laki-laki berpostur tinggi tegap itu pun masuk ke dalam mobil dan berniat untuk meninggalkan Luna yang sudah berusaha untuk berlari lebih cepat. "Felix ... !" Luna kembali berteriak dan hampir menangis. "Tunggu sebentar!" pintanya dalam ratap kerinduan. Tetapi, Felix sudah berada di dalam mobil mewah miliknya. Jodoh namanya jika masih dapat berjumpa. Entah apa alasannya, ketika langkah Luna hampir terhenti, Felix malah keluar dari dalam mobil dan memutari kendaraannya tersebut. Ternyata, ban mobil belakang bagian kanan mengalami masalah. Tiba-tiba saja, mobil yang baru diservice tersebut, pecah ban. Kesal, Felix menendang roda ukuran besar tersebut sambil meletakkan kedua tangan di sisi pinggangnya. "Felix!" panggil Luna sekali lagi. Sayangnya, suara itu kembali tergilas angin kendaraan roda dua yang melintas dan memiliki kenalpot besar. Saat menatap punggung Felix, Luna terlalu bahagia sehingga sulit untuknya berkata-kata. ia pun yakin, akan dapat mengejar laki-laki kesayangannya dan memeluk erat. Namun, pada detik yang sama. Seseorang berambut gondrong mendekati Felix dengan sebilah pisau di tangan kanannya. Felix yang masih memperhatikan ban mobil, tidak menyadari kehadiran seseorang yang berniat untuk mencelai dirinya tersebut. "Feliiix!" pekik Luna sambil berlari sederas mungkin, lalu menghadang hujaman pisau yang sudah mengarah kepada Felix. "Felix ... !" Kemudian suara Luna, menghilang. "Luna?" gumam Felix dalam kebingungan dan pandangannya hanya kepada gadisnya saja. Crat. Darah segar mengalir, sesaat setelah pisau dicabut dari perut Luna. Kedua bola mata Felix terbuka lebar, tangan kirinya langsung memeluk Luna. Dengan tubuh gemetar, Felix mencengkram tangan penjahat tersebut dan memutarnya ke belakang. Pisau ukuran besar itu terjatuh di aspal. Lalu dengan cepat, sembari memeluk Luna, Felix menjambak rambut gondrong laki-laki tersebut dan membenturkan wajah ke kaca mobil berulang kali, hingga pecah. Felix sangat marah, bahkan jiwa iblisnya menguasai diri. Keributan tersebut pun, berhasil mencuri perhatian dari orang-orang sekeliling. Dengan cepat, mereka membantu dan melepas tangan Felix dari laki-laki yang sudah hancur wajahnya tersebut. "Tidak! Biarkan aku membunuhnya!" pinta Felix ketika warga memisahkan antara dirinya dan laki-laki berambut gondrong tersebut. "Sebaiknya Anda ke rumah sakit. Wanita ini membutuhkan pertolongan sesegera mungkin," kata laki-laki yang berlari dari seberang jalan untuk membantu. "Ini kartu nama saya, silahkan dihubungi! Urusan penjahat ini, serahkan saja kepada saya!" Kalimat tersebut memecah amarah Felix, dan ia langsung tersadarkan, serta menggendong erat wanita yang telah dicari beberapa hari terakhir ini. Sementara Luna, ia sudah tidak lagi sadarkan diri. "Mari saya antar ke rumah sakit terdekat!" tawar seseorang yang tidak Felix kenali. "Iya, terima kasih," jawab Felix yang tidak menolak bantuan dari orang lain, seperti biasanya. Di kursi belakang, di dalam mobil, "Luna!" panggil Felix beberapa kali, sambil menggoyangkan wajah gadisnya. "Luna, apa yang kamu lakukan? Kenapa?" tanya Felix, seraya menahan laju darah yang terus mengalir dari perut Luna. Saat ini, setelah menerima perlindungan dan pengorbanan Luna, perasaan Felix semakin dalam. Seperti sumur bor yang terus digali, hingga memunculkan banyak mata air cinta di dalamnya. Bersambung. Jangan lupa tab love dan tinggalkan komentar ya, makasih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD