Perlindungan

1061 Words
"Gak ada yang bisa nolongin lo disini, Tata." Ia panic setengah mati berlari mencari pintu keluar, menemukannya, berusaha menendangnya sekuat tenaga agar terbuka. Tangisnya hampir pecah menjadi jeritan saat cowok itu menyentuh pundaknya. "Apalagi kak Bian serta kak Rika tercinta lo, sayang. Trima saja." Ia menggeleng sambil berusaha menyikut cowok itu saat dirinya diseret menjauh,  Kepalanya serasa pecah berkeping - keping disertai pusing yang menyakitkan saat terbentur dinding. "Menjauh dari gue!" Aroma darah segar menguar dari hidungnya saat cowok itu menunduk, lalu menarik rambutnya sangat kuat hingga ingin mati. "Selamanya kenangan indah kita hari ini, akan buat lo gak bisa berpaling ke cowok manapun. Gue akan ikuti lo kemanapun, Tata." "begitu juga dengan mereka." Kerumunan beberapa cowok – termasuk yang di kafee tadi, mendekat dengan seringai mengerikan, menghilangkan cowok itu dalam pandangan. Ia beringsut secepat mungkin hingga terhenti di ujung ruangan, memeluk diri sebagai perlindungan saat mereka tersenyum sembari meraba tubuhnya. "JANGAN! PERGI KALIAN SEMUA! GAK! LEPASIN! LEPASIN!" Bian langsung meloncat dari sofa, mendekati Lista yang menjerit sambil menangis histeris dalam tidurnya. "Dek, bangun." Lista bergeming. keringat dingin bercucuran sangat banyak disertai suhu tubuhnya menurun drastis, Seolah adiknya berada dalam freezer. "Lista, buka matanya. Semua cuma mimpi." "Lo siapa?!" Cara Lista beringsut sambil menarik selimut ntuk menutupi tubuhnya, disertai sorot mata sangat ketakutan membuat hatinya teriris. "Gue kakak lo, Lista. Bukan dia." Dengan sangat perlahan ia mendekati Lista, langsung berhenti ketika adiknya loncat dari ranjang lalu berlari ke sudut sambil berjongkok. "Gue bukan mereka, adek." Menyerah akan respon Lista yang menyakitkan, iamelangkah ke arah meja kecil samping ranjang, menemukan ponselnya dalam gelap, lalu menekan tombol speed dial 1, mengucapkan beberapa patah kata saat terhubung dengan tatapan mengawasi. Ia butuh bantuan. "Dek. Ini kak Erika. lo aman sama kakak, sayang." kehadiran kak Erika yang berkata pelan sambil mengelus kepala Lista yang tertutupi selimut, berbuah berhasil saat adiknya menatap bingung mereka berdua, lalu menjauhkan selimut yang menjadi tembok pertahanan dari sentuhannya, membuatnya ingin memeluk Lista dengan sangat erat. Kendalikan diri, Bian. "Kak Rika? Kak Bian?" Ia menarik napas ntuk menenangkan diri saat Lista akhirnya mengenalinya. "Iya adek?" "Kenapa gue tidur disini?" Itu juga yang jadi pertanyan gue. Batin Erika saat menatap kembarannya dalam kegelapan. Ia tau Lista parno luar biasa akan ruangan gelap, hingga selalu mencari dirinya. Bukan Bian. Apakah Lista sudah mengalami kemajuan?  Mungkin gue harus konsultasi dengan tante Adel. Yah, hanya itu satu - satunya jalan mengingat tantenya adalah psikiater dan tahu cara menangani Lista - melalui dirinya. Bian sendiri tak bisa diharapkan karna selalu mengandalkan tinju - bukan otak. Masalah Lista takkan selesai dengan tinju. "Karna lampu mati dan lo gak berani tidur sendiri. Jadi memohon ntuk tidur bareng gue disini." Ia menahan diri mati – matian untuk tidak mengelus kepala adiknya. "Gue tidur di sofa sambil peluk boneka Harimau milik lo." Mendengar tawa kecil Lista di pelukan, membuatnya tahu bahwa adiknya sudah tenang."Bagaimana kalau kita lanjut tidur lagi?"  "Gak berani tidur, kak. Takut mimpi lagi." Cara Lista menggeleng kepala sembari memeluknya erat, tak urung membuat hatinya teriris. Ya Tuhan, sengeri apa 3 tahun yang lalu?  "Kakak akan tidur disini sambil peluk lo biar gak takut lagi." "Kakak akan bunuh siapapun yang ganggu tidur lo, dek." "Bian." Menenangkan Lista saja sudah membuatnya habis tenaga, apalagi  dengan Bian yang siap mencincang siapa saja. Nanti ia akan memperingati Bian tentang pentingnya mengendalikan diri. "Gue tidur disini gak papa?" "Dengan gue peluk lo? Surga banget kak." "Lo peluk boneka Lista aja di sofa sampai subuh." Respon pura - pura merana Bian membuat Lista tertawa. Ia menatap Bian yang tersenyum dengan penuh terimakasih. "Yuk kita tidur lagi, dek. " *** "Pagi Tante, maaf kalau mengganggu. Listanya ada?" "Ada kok, lagi latihan bela diri sama Papah dan Kedua kakaknya. Yuk Masuk." Merasa tak diikuti, Erza menoleh dan tertawa kecil melihat Ando menatap tak percaya. Seolah baru saja diijinkan merampok rumahnya.  "Kok diem disitu? Ayo masuk aja. Gak ada yang bantai disana kok. Kalaupun ada, tante yang lindungin kamu." Ia menahan tawa saat mama Lista malah mengedipkan mata coklat terang yang paling cantik pernah dilihatnya - di kalimat terakhir. Jujur, perlakuan sepele seperti ini membuatnya iri. Sangat. Tatapannya berhenti saat mereka memasuki Ruang Keluarga dan melihat foto keluarga tergantung di tengah ruangan,  terhenti begitu saja saking tak percaya apa yang dilihat. Senyum  Lista di foto ini sangat cantik dengan floral dress berwarna cerah, rambut panjang sebahu yang tergerai lepas sambil  sambil dirangkul oleh kedua kakak kembarnya, sorot mata unik yang selama initerlihat dingin  seolah ilusi optik, bahkan ia baru sadar bahwa Lista memiliki lesung di kedua pipinya! Ya Tuhan, ia sama sekali tak kenal dengan Lista  di foto ini. Erza mendekati Ando yang terpaku menatap foto keluarganya. "Iya, itu Lista dengan rambut panjangnya. Dulu ia dipanggil Tata, karna itu panggilan favorit Bian saat Lista lahir. Kamu tau arti nama Tata itu, Ando?" Gelengan kepala Ando membuatnya tersenyum pedih sambil terus berjalan ke taman Belakang, menatap gadis bungsunya jatuh di matras karna dibanting suaminya, membuat Bian langsung bangkit dari kursi ntuk menolong Lista yang tertawa riang - daripada kesakitan.  Masih terbayang dalam ingatan saat Bian memaksa semua orang memanggil adiknya dengan Tata saat tak sengaja membaca buku berisi nama Bayi. "Tata dalam Bahasa Rusia berarti Putri Peri. Bagi kami, itulah arti Lista. Sampai sekarang kami tak tau kenapa dia menyuruh semua orang ntuk memanggilnya 'Lista', marah bila ada yang memanggilnya 'Tata' setelah lulus SMP, merubah total penampilannya, hingga memotong rambut seperti sekarang. padahal itulah yang paling disayangi Lista serta kedua kakaknya. Kami sudah bertanya, namun sadar bahwa Lista tipikal semakin dipaksa, semakin mundur bahkan melawan balik. Tante tak tahu harus berbuat apa, jadi hanya bisa mengawasinya dari jauh." Ia memperhatikan Lista terlentang sambil bertelanjang kaki di rerumputan dengan tank top berwarna hitam serta celana pendek, tertawa karna digelitiki oleh kak Rika, kemudian langsung berpose saat kak Bian mengambil kamera dan mengarahkannya ke Lista, . Ya Tuhan, selama 3 tahun sekelas, ia tak pernah melihat Lista seperti ini. Cantik pun tak cukup menggambarkan pesona cewek itu. Ia tersentak saat pundaknya ditepuk pelan dan pintu terbuka, ekspresi bahagia Lista yang ia suka langsung memudar - diganti dengan jaga jarak saat mereka bertatapan, berbanding jauh akan tatapan riang Bian saat berjalan mendekat, menepuk pundaknya seolah mereka bersahabat. "Gue sudah menunggu kedatangan lo, bro." Saat tak sengaja beradu tatap dengan kak Erika yang gelisah, ia sadar telah masuk ke dalam teritori Singa yang siap menerkam siapapun, demi melindungi yang dicintainya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD