"Non." Lista menoleh ke belakang karna tak biasanya Bik Surti berbisik. Tak sadar bahwa hal itu memancing tanya ka Erika dan Mama, Papah yang langsung melepas kacamatanya, serta hawa waspada kak Bian yang asyik memainkan ponsel sebagai pengalih perhatian. "Ya?"
"Ada cowok nyari Non. Ganteng banget."
"Siapa, Bik?"
Ia melotot ntuk memberi kode pada Bik Surti agar berbohong saja. "Katanya pacar Non Lista, namanya Ando, Bu."
Ingin rasanya ia berjongkok sambil menutup wajah karna Malu tak tertahan. Namun demi harga diri yang tersisa, ia memilih mendongkak sambil tersenyum sangat Manis pada Mama kini melirik curiga. "Biasa Ma, Lista terkenal di sekolah jadi banyak yang ngaku – ngaku gitu."
"Yakin? Bukannya Ando itu cowok yang kasih lo Bouquet Chocolate tem-"
Ia melotot kearah kak Erika kini terkikik sendiri. "Cuman fans kak."
"Tapi kalau cowok setampan Mas Ando, Bibik ikhlas kok diakuin kayak gitu." Rupanya pesona Ando terlalu maut hingga Bik Surti yang berumur 50 tahun bertingkah seperti gadis labil. "Jangan percaya ama ucapan dia Bik, mulut Bisa Ular semua."
Ia merasa akan dieksekusi sebentar lagi saat Mama dan kak Erika merangkulnya. "Bagaimana kalau kita tanyain yang bersangkutan?"
Ia melirik kak Erika yang tersenyum sangat lebar, Maksud hati minta pertolongan. Apalah daya, yang diharapkan ternyata sama saja.
Ya Tuhan...
∞
"Saya Ando, pacar Lista."
"Beneran kamu pacarnya? Bukan salah satu temen Lista yang fans sama dia?"
Senyum Mama Elista sangat cantik dengan sorot Mata coklat terang berbinar geli, membuatnya blank karna grogi. "Dulunya begitu Tante."
"Sekelas dengan Lista?"
"Iya Om." Jujur saja, bukan ini yang ia khayalkan saat muncul didepan pintu rumah Lista ntuk kedua kalinya sembari dipersilahkan Masuk dan duduk di ruang tamu. ada ancaman tak kasat Mata saat berjabat tangan dengan kak Bian, sorot Mata waspada dibalik senyum ramah kak Erika, kekesalan Lista yang tak perlu ditanyakan, serta sorot Mata hijau toska penuh selidik dari Papah Lista. Intinya. Dia tak siap berada di posisi siap dibantai.
Emangnya apa yang lo harapkan, Ando? Lista mau diculik begitu saja didepan pagar seperti barisan Mantan cantik lo?
Ia tak menyangka saat seperti ini akan tiba. Karna serasa baru kemaren menggendong anaknya ke halaman rumah sembari melemparnya ke atas. Membuat istrinya histeris. Aku sudah tua ternyata. Batin Putra sambil memandang Ando. "ada perlu apa kamu kemari?"
"Pah." Ia merasakan sikutan ringan di sikunya. Rupanya Erza merasa nada suaranya terlalu tegas. Biar saja. Ia tak rela anak gadisnya direbut semudah mencomot gorengan diatas piring. "Mau ajak jalan?"
"Iya, Om. Saya Mau ajak Lista keluar kalau diijinkan."
"Sampai jam berapa?"
Ando melirik jam dinding, memperhatikan Lista yang komat kamit diseberangnya sambil memberikan gesture menolak. Andai ia tak terintimidasi, mungkin sudah tertawa geli. "Pukul 21.30 WIB, Om."
Tatapan hitam kelam Ando berbinar kepuasan saat diiyakan, hingga ia tergiur untuk menolaknya sendiri. Sayang nyalinya keburu hangus karna tatapan jahil Mama. "Lista ijin ganti pakaian dulu, Pah, Ma, Kak Bian, Kak Rika." Sengaja melewatkan nama Ando bahkan melambati langkah menuju kamar hanya ntuk membuat Ando jengkel.
Bian memperhatikan ekspresi gelisah Lista sedari tadi, lalu beralih ke arah Ando yang mengikuti arah pergi adeknya dengan senyum terkulum. Ia jadi penasaran. "kata Lista lo atlet Taekwondo Tingkat Provinsi yah?"
"Lista cuma melebihkan saja."
Ia tak tertipu dengan kerendahan hati itu. "Lo belajar di Sanggar Putih?" Anggukan Ando memudahkannya mencari informasi tentang cowok yang dianggapnya musuh ntuk sementara.
∞
"Ganti!"
"Kak Erika, gue cuman punya waktu 4 jam ntuk jalan. Lagian Ando juga gak peduli gue pake apaan selama gak telanjang." Lista memutuskan melewati kakaknya yang berkacak pinggang didepan kamar, tapi lenganya dicengkram agar tak kabur. "Ya Ampun kak Erika.."
"dandanan lo buat dia serasa jalan dengan teman cowoknya."
Emang itu yang gue mau, kakakku tersayang. Batin Lista puas saat berkaca dan melihat penampilan serba hitamnya. Kalau perlu sampai Ando menyesal hingga memutusinya di depan pagar rumah, dan ia kembali menjadi jomblo bahagia. "Ando suka kalau aku dandan kayak gini, kak. Suer."
"sayangnya Kakak gak percaya sama lo." Ia memberontak saat kak Erika menyeretnya masuk kekamarnya, mengunci kamar lalu mengantongi kuncinya di saku, lalu memaksanya duduk di atas ranjang sembari membuka lemari pakaian. "Sesekali dandan cantik gak dosa, Lista."
"Gue ogah dandan cantik buat dia, kak Erika."
Kakaknya berbalik dengan kening berkerut sangat dalam. "Lo dandan ntuk diri lo sendiri kalau begitu, Lista."
Ia mengernyit ngeri saat kakaknya melempar baju disertai rok dibawah lutut berwarna cream. "Kak, kita tinggal di Indonesia, ngapain pake hanbok disini? Gak mau!"
"Lista!"
"Ini terlalu perempuan!"
"Lo kan emang perempuan adikku sayang." Erika menjerit frustasi hingga tergiur ntuk membenturkan kepalanya ke tembok. "Lo gak kangen berpakaian seperti ini lagi? Semua model ini adalah kesukaan lo dulu, Lista."
Jujur dari hati terdalam, ia sangat rindu dan iri setiap melihat kak Erika mengenakan pakaian cantik seperti ini, lalu ingin mencobanya juga. Namun kejadian laknat itu memblokir keinginannya, membuatnya jijik sendiri setiap bercermin sembari mengkhayal mengenakan salah satu dress milik kak Erika. "Gue gak mau Ando bilang cantik kalau pakai baju ini kak."
"Sayang, itu pujian."
Lista menggeleng. "Gue gak mau dengar kata itu dari siapapun kak. Please, biarin gue berdandan seperti ini."
Ingin rasanya ia menangis akan penderitaan yang dialami adiknya. Ya Tuhan, ia akan memberikan segalanya, bahkan menumbalkan dirinya kalau perlu bila itu dapat mengubah alur kejadian 3 tahun lalu. Adiknya yang manis tak pantas mengalami hal ini. "Dek, lo gak pantas menyiksa diri seperti ini."
∞
"jangan puji penampilan dia."ia terpesona dengan penampilan anggun Lista, hingga heran sendiri saat kak Erika berbisik disampingnya saat cewek itu berlari menaiki tangga sambil mengomel karna ponselnya dikamar.
"Kenapa Kak?"
Senyum misterius kak Erika membuat kecantikannya semakin memabukkan. "Kalau lo pengen menikmati penampilan Lista sekarang, ikuti saja permintaan gue, Ando."
Lista jengah dengan tatapan Ando saat mereka baru tiba di salah satu Kafee ternama. Sepanjang jalan tak ada percakapan bahkan ucapan receh tentang penampilannya. Tumben. "Daftar Menu ada ditangan lo, bukan diwajah gue."
*Ilustrasi penampilan Lista
"Lo terlihat berbeda." Penampilan Lista mengenakan long dress berwarna putih tulang ala Hippies sangat pas dengan rambut hitam kelamnya yang pendek, ketukan sepatu bots yang mengetuk lantai berulang kali, sorot mata uniknya saat menatap sekeliling disertai kalung berbandul tulang yang membuatnya menjadi pusat perhatian tak disadari. "Gue tebak, Kak Erika?"
"Gak akan ijinin gue keluar kalau gak pakai salah satu bajunya." Bahkan pengakuan dosa disertai wajah memelas tak jua membuat kakaknya luluh dan membiarkannya keluar dengan penampilan serba hitamnya. Benar – benar mengerikan.
Selama ini ia melihat Ando mengenakan seragam sekolah dengan dasi sedikit longgar, hingga sedikit terpukau saat cowok itu muncul diruang tamu dengan jaket denim serta kaos oblong berwarna hitam disertai sepatu kets berwarna senada, anehnya merasa bahagia saat waiters didepan mereka berusaha mencuri pandang kearah Ando yang menyebutkan pesanan mereka, bahkan berjalan sepelan siput saat menjauh. "Lo gak perlu repot – repot muncul didepan rumah gue, Ndo."
"Sekarang kan malam Minggu, wajar dong kalau gue nuntut hak ntuk ada yang temenin jalan."
"Barisan cewek lo pada kemana jadi nuntut hak menggelikan itu ke gue?"
"Kan gue udah janji ntuk ngasih kesetiaan Cuma ntuk lo seorang, Lista. Hargain usaha gue dong."
Andai ia tipikal cewek mudah terbawa perasaan, tak perlu cenayang ntuk melihat kemana hatinya berlabuh setelah pulang dari sini. "Gimana kalau lo naik keatas panggung ntuk isi hiburan disini dengan lelucon garing lo?
Tak ada yang lebih menyenangkan selain ditemani oleh cewek cantik yang bermulut sangat manis. "Jujur, ini malam minggu pertama gue loh ijin dengan orang tua cewek. Gimana dengan lo?"
"Biasa aja."
"Karna sebelumnya sudah pernah?"
Lista tersenyum saat waiter mengantarkan pesanannya, lalu mencemooh. "Ando, gue terpaksa duduk satu mobil dengan lo menembus kemacetan demi minum disini, bukan ntuk diinterogasi ala lo."
"Ini percakapan biasa, Lista"
"Gue gak peduli. Tapi akan sangat menyenangkan ntuk gausah bahas apapun soal gue, karna gak penting ntuk lo ketahui."telunjuknya sampai sakit karna terlalu menekan meja demi menegaskan ucapannya. Ia tak suka akan pertanyaan Ando.
karna membuatnya tak berdaya.
"Lo natap arah lain deh. Jangan ke gue mulu." Lista berpaling karna terintimidasi akan tatapan tajam Ando kini bersorot geli.
"Masa gue mandang lo juga disalahin, Lista? astaga."
"Salah kalau tatapan lo kay..." ucapannya langsung terhenti saat tak sengaja memperhatikan sekelompok orang yang baru memasuki kafee di belakang Ando, hingga salah satunya menyadari, tersenyum kearahnya seraya berbisik pada yang lain.
Ando bingung melihat Lista langsung menggenggam tangannya sangat erat hingga ia meringis. Tangan lembut itu gemetar hebat serta sangat dingin, seolah ia baru saja menggenggam es batu. "Lista, ada apa?"
Ia mengerjap sambil menarik napas cepat. Ya Tuhan, ia takut. Lalu menatap Ando. "Gue mau pulang, please."
"Tapi pesanan kita,"
"Please, Ando. Gue gak mau ada disini." Kini sekelompok pria itu duduk tak jauh sambil menatapnya. Bahkan terang – terangan menunjuknya. "Gue mau pulang."
Ia mengikuti arah tatapan Lista, berkerut kening karna penasaran darimana Lista mengenal 5 orang bertampang preman yang menatapnya balik, lalu memutuskan ntuk duduk disamping Lista tanpa melepas genggamannya. "Gue bayar dulu. Lo duduk disini."
Lista langsung panic dan memeluk lengan Ando agar tak menjauh. "Gak mau. Please, Ando. Jangan tinggalin gue sendiri disini. Kita bareng aja yah?"
Ia menyentuh pipi Lista ntuk menghapus setetes air mata yang jatuh begitu saja. Ada apa sebenarnya? "Yasudah. Yuk kita pulang."
Lista mengikuti Ando dan memeluknya erat dari samping saat melewati gerombolan pria itu. Menyembunyikan wajahnya di d**a Ando yang terasa hangat, canggung menjauh saat tiba di depan mobil cowok itu, dan masuk saat pintu dibukakan. Cara Ando menatapnya sembari mengelus kepalanya, entah kenapa membuatnya terasa sangat nyaman, tidak menakutkan.
"Udah aman Lista."
Ya Tuhan, indah sekali kalimat itu.
∞∞
"Apa yang lo lamunin kak?"
*Ilustrasi kamar Erika
Erika hampir saja menjatuhkan bukunya saat duduk santai di samping jendela, ketika terdengar ketukan pintu. "Gue mikirin Lista."
Hati – hati ia melirik Bian yang tetap diam di sampingnya sambil memainkan jari di pinggiran gelas coklat panasnya. Topic ini terlalu sensitive. "Nurut lo Ando itu gimana?"
"Terlalu hati – hati."
"Terus?"
Terakhir Bian tersenyum seperti ini, besoknya terjadi perkelahian hebat melawan 5 orang sekaligus hingga nyaris masuk penjara saat 3 tahun lalu. "Gue belum bisa jabarin lebih lengkap lagi sebelum bertanding dengan dia."
Tuh kan.
Bian langsung mengelus pundaknya saat ia tersedak minum. "Hati – hati kak. Gue tau lo khawatir akan nasib wajah ganteng mempesona ini kan? Tenang saja kak. Demi lo, gue akan menjaga wajah ini seperti gue jaga lo."
Ia tersenyum saat melihat kakaknya tertawa keras – padahal biasanya menghujat habis – habisan. "bukan wajah ganteng lo yang gue khawatirkan."
"Lo buat gue terluka sumpah."
Ia menatap wajah kak Erika yang merona karna tertawa terlalu kencang. Dalam hati bersyukur karnanya. "Gue sudah berapa kali bilang kalau lo itu cantiknya kebangetan, kak?"
"Jangan mulai, Bian."
"Apaan? Gue cuman jujur sebagai lelaki, kak."
Erika memilih menjauh dan menggendong kucingnya, Tom, keliling kamar, daripada duduk lebih lama ntuk mendengar gombalan Bian. "Gue gak setuju soal rencana lo."
"sayangnya ntuk kali ini dengan berat hati gue harus membantahnya, kak. Gue perlu tau dia baik ntuk Lista atau harus dimusnahkan detik ini juga."
"Bukan dengan cara seperti itu."
"cara versi lo terlalu lembut ntuk gue, kak Erika." Bian ikut berdiri dengan senyum lebarnya yang membuatnya sedikit takut. "sedangkan gue sebagai cowok terkadang butuh kepastian."
Ingin rasanya ia menyuruh Tom meloncat ke pangkuan Bian lalu mencakarnya sampai sadar. "Lo mau dibenci Lista karna itu?"
"Kak Erika," Bian kini menyibak sedikit tirai jendelanya ntuk menatap indahnya langit malam ini. Baru kali ini ia mendengar pedihnya suara kembarannya. "Gue lebih baik dibenci ketimbang dia sakit akan yang sama kedua kalinya."
Melihat kakaknya memilih duduk di kursi sembari memainkan bulu Tom yang mendengkur, ia mendesah. "Bukannya sebagai seorang kakak, kita harus jadi tameng perlindungan ntuk dia? Lo pasti merasakan hal itu, kak."
∞.∞
"Makasih." Lista menyambut uluran segelas coklat hangat instan yang dibelikan Ando dari penjual minuman keliling. Semilir angin malam di taman kompleks diiringi alunan music instrumental di beberapa titik serta banyaknya lampu taman memberikan memberikan nuansa tersendiri. "maaf gue tadi begitu."
Ando tersenyum saat Lista kini terlihat tenang menghirup aroma minumannya. "Gak papa, lo pasti punya alasan ntuk bersikap seperti itu, kan?"
Lista menatap lurus kearah danau sambil memeluk gelasnya semakin erat. "Sebenarnya ini juga malam minggu pertama gue, karna selama ini gue sangat takut berhadapan dengan orang tak dikenal. Bagi gue tempat teraman itu hanyalah kelas, sisanya medan perang yang harus gue lawan tiap hari, gak sanggup menghadapinya diluar itu. Soal mereka tadi, gue gak kenal satupun. Itu cuman reaksi panic akan sesuatu yang pernah gue alamin dulu."
Ia bersyukur Ando mendengarkan tanpa komentar apapun. Karna sekarang ia tak bisa mengendalikan diri. "waktu kelas 1 SMP, gue pernah diseret oleh sekelompok kakak kelas saat menunggu kak Erika dan Kak Bian menjemput, hanya karna ketua gengnya marah akan penolakan gue. Saat itu suasana sekolah sangat sepi karna semua pada pulang, gue gak bisa teriak minta tolong karna mulut tersumpal kain diperparah gaada kemampuan ahli diri saat itu. Disaat gue hampir putus asa saking takutnya, kak Bian muncul dan menghajar mereka satu persatu. Karna kejadian itu pulalah, kak Bian dan kak Erika mutusin pindah ke lingkungan sekolah gue yang saat itu juga bergabung dengan SMA. Kak Bian memberi pengaruh luar biasa bahwa gue ini adiknya hingga gaada yang berani gangguin. Cuman karna kejadian itu, gue selalu panic setiap melihat gerombolan di tempat tak dikenal."
Itu menjelaskan penasarannya selama ini kenapa Lista cenderung dingin terhadap semua cowok disekolah bahkan cenderung tidak membaur, namun mengkerut ketakutan bila berada dikepung. Seolah – olah sisi sangar itu hanyalah topeng sementara sebelum retak tak tersisa. "Kalau sama gue lo juga takut?"
"Gak tau. Mungkin karna lo ngeselin jadi gue males takut sama lo."
Tawa Ando ntah kenapa membuatnya tersenyum. "Makasih sudah ngertiin gue."
"Gak masalah. Berarti, ini malam minggu pertama ntuk kita berdua?"
Ando hanya bertanya dengan nada biasa, tatapan datar, namun kenapa ia malah blushing tak keruan? "Kayaknya. Yuk pulang."
langkahnya terhenti saat Ando menggenggam tangannya. Pada kondisi normal ia pasti menepis dan berlari secepatnya. Namun kalau Ando yang melakukannya, ia tak bisa. "Temenin gue disini sebentar lagi."
"dingin.."
Jaket denim yang dikaguminya sejak tadi, kini berpindah ke pundaknya saat Ando berdiri didepannya. "Temenin yah. Gue suka dengan suasana disini."
Ia menggigit bibir sambil menatap kursi taman yang kosong, dan memilih duduk kembali sambil mengenakan jaket Ando dan tersenyum akan kehangatannya. "tapi gue lapar."
"Lo gak masalah makan disini?"
Ia mengikuti Ando yang berdiri, dan berjalan beriringan menuju penjual nasi goreng di sudut lain. "Gak masalah selama bikin kenyang."
Ia merangkul tangan Lista, tersenyum karna tangan tersebut hangat kembali.
**