Bab 17. Alkohol Atau Tidur Denganku?

1017 Words
Atami keluar dari perusahaan milik Kahfi, tepat saat itu seorang pria mengawasi dari dalam mobil. Nampak bersiap-siap untuk mengikuti kepergian dari Atami. Menggunakan taksi, Atami berkunjung ke rumah ayah tirinya. Namun, dirinya tidak benar-benar masuk. Hanya mengawasi dari kejauhan, apalagi matanya yang sudah menemukan ibunya sedang menjemur pakaian. Helaan napas dari Atami terdengar. "Benar-benar suami tidak berguna." Kiana langsung menoleh begitu menyadari keberadaan sang putri. Raut wajah yang pucat itu mulai menunjukkan ketidak senangan. "Sedang apa kamu di sini? Bukankah kamu sudah punya kehidupan sendiri?" Atami mengambil salah satu pakaian yang dikenali milik ibunya. Lantas, mulai menjemurnya. Atami tidak peduli dengan tatapan ibunya yang tajam. "Orang yang akan menikah dengan siapa tidak memberi tahu, masih punya hati untuk membantu," sindir Kiana. Bibir Atami tersenyum sinis. "Masih bagus aku ingat punya keluarga selain ayah." Kiana meliriknya. "Kamu tidak tahu betapa liciknya Maria itu." "Dia mertua aku, Bu." Helaan napas pun terdengar dari Kiana. "Dia mantan istri pamanmu yang di kampung, kamu juga sudah tahu hal itu, Atami." Atami hanya diam saja dengan mata menatap kemeja milik ayah tiri yang ada di tangannya. Jika saja ibunya tidak sakit, sudah Atami buang ke tanah baju tersebut. "Maria ingin membalas sakitnya di masa lalu padamu, Atami. Kamu jangan bodoh begini hanya karena cinta." "Cinta," gumam Atami pelan. Jelas bukan karena satu kata itu. Atami tatap ibunya yang tidak mengetahui satu hal. Kalau Maria menyimpan rasa pada ayahnya, waktu itu bukan kali pertama Atami melihat Maria menjenguk ayahnya di rumah sakit. Jika tahu, pasti ibunya ini akan semakin membenci mertuanya. "Nampaknya Ibu sehat, sampai bisa mengoceh panjang lebar." Atami melempar kemeja ayah tirinya di atas tumpukan pakaian lainnya. Lantas, tubuh mulai berbalik dan bersiap untuk pergi. "Kalau ibu penuhi tagihan ayahmu di rumah sakit, apakah kamu mau bercerai dari Kahfi?" "Aku tidak akan menerima uang dari si anjing itu." Kiana menghela napas, mendengar sebutan binatang itu milik sang suami. "Kamu sudah mau pergi? Tidak mau minum teh dulu." Atami terus saja berjalan, tidak menjawab sama sekali. Namun, Kiana tahu kalau sang anak tidak ingin bertemu ayah tiri. Selepas kembali dari rumah ayah tirinya, Atami langsung pergi ke rumah sakit. Tempat ayahnya yang koma dirawat di sana. Orang suruhan Kahfi terus saja mengikuti, sosok yang handal sampai tidak mencolok sama sekali. Sepanjang lorong ada saja perawat yang tersenyum dengannya saat mata bertemu. Alasannya karena Atami yang kerap datang untuk menjenguk ayahnya. "Atami." Kepalanya langsung menoleh begitu namanya disebut. Bibir Atami mengulas senyum melihat dokter Lukman berjalan mendekat. "Dokter Lukman," sapanya balik. "Bagaimana keadaan ayahku?" Lukman menatap Atami yang akan selalu bertanya dan pembicaraan di antara mereka berdua hanya seputar ayahnya saja. Hal itu membuat Lukman tersenyum. "Ayah kamu baik-baik saja, Atami." Mendengarnya, Atami langsung menarik napas lega. Meski katanya baik-baik saja, tapi menurut dokter semangat juang ayahnya untuk bangun dan hidup lagi tidak ada. Hal itu membuat Atami rela menunggu ayahnya yang barangkali merindukannya dan ingin bangun. Tangan Atami mengepal, jika mengingat masa lalu. Ayahnya yang seperti tidak mau bangun ini karena kelakuan ibu dan ayah tirinya. *** Atami pulang ke rumah menggunakan taksi lagi. Matanya yang menemukan Kahfi di rumah pada malam hari membuatnya mengerutkan dahi. "Pak, sedang apa Anda di sini?" Kahfi yang sedang menyesap kopi sembari duduk di sofa tamu, kepala menoleh dan mata menatapnya. "Lama sekali kamu pulang, Atami." Atami menatap suaminya yang sudah memakai pakaian santai. Ingin dirinya pertanyakan lagi kenapa suaminya ada di rumah miliknya, bukannya tinggal bersama Intan. Atami takut Kahfi menyingung pemilik rumah yang asli kemudian mengusir dirinya. "Bapak biasanya nongkrong dengan teman di hotel." Kahfi langsung bangun dari duduk, saat melihat Atami yang semakin masuk ke rumah. Bahkan mulai menaiki anak tangga, dia langsung mengikuti Atami dari belakang. Risih memang karena diikuti sampai kamar. Namun, Atami memilih bungkam saja. "Kenapa masih di rumah?" tanya Atami lagi sembari meletakkan tasnya. Bukannya menjawab, Kahfi malah merebahkan diri di atas ranjang miliknya. Semenjak kemarin, Atami menghuni kamar tamu. "Pak, Anda sedang apa tidur di ranjang saya?" Kahfi menepuk bantal. "Kemari, Atami. Tidur di sebelahku." Tawaran itu sama sekali tidak Atami gubris. Dirinya malah tetap berdiri dengan mata menatap tidak senang. "Ibu Intan pasti menunggu Anda pulang, Pak." Mendengar ucapannya Kahfi langsung tersenyum, karena merasa diusir oleh Atami. "Aku tidak ingin ke rumah dan bertemu dengan Intan." "Lalu ..." Kahfi sengaja menggantungkan ucapan. Tubuh dia mulai bangkit dari ranjang hanya untuk mendekati Atami. Mata Atami menatap Kahfi yang sedang merangkul pinggangnya. "Bukankah kamu sendiri yang melarang aku untuk nongkrong dengan teman-teman?" Kepala Atami menggeleng. "Bukannya tidak boleh. Hanya saja, jangan minum." Bibir Kahfi ingin menyapu permukaan pipinya, namun Atami langsung menghindar. "Nongkrong tanpa minum, ibarat minum es tanpa serbuk pemanisnya, Atami." Kahfi kini berhasil mencium pipinya, membuat Atami mulai waspada dan berusaha mendorong. Namun, Kahfi malah membawanya ke arah ranjang. Atami yang tahu suaminya punya maksud tertentu, Atami langsung menghindar dan berhasil lepas dari Kahfi. Suaminya tersenyum karena belum juga mulai tapi sudah ditolak lebih dulu. "Atami pilih satu, aku kembali minum alkohol atau kamu tidur denganku." Tangannya menunjuk pintu. "Silakan Pak!" "Kamu menyuruh aku mengunci pintunya?" Tentu saja Atami langsung menggeleng. "Bukan. Maksud saya, Anda lebih baik nongkrong dan minum saja. Ketimbang dengan saya di sini." Kahfi tersenyum atas ucapan Atami. "Sayangnya, aku lebih tertarik tetap di kamar denganmu, Atami." "Lebih baik Bapak pulang dan temui ibu Intan saja." Kahfi meraih tangan Atami hingga tubuh mereka berdua saling mendekat. Jemari Kahfi mengusap wajahnya dengan mata yang menjelajahi bibir serta bagiandada. "Intan sedang di rumah sakit, dia tidak bisa melakukannya untukku," bisik Kahfi membuat Atami semakin waspada. "Pak." Kahfi langsung menggiring Atami dan menjatuhkan dirinya di atas ranjang. "Kalau di rumah sakit, harusnya Bapak menungguinya." Atami berusaha bangun dan menyingkirkan Kahfi dari tubuhnya. Namun, Kahfi benar-benar memberatkan tubuh padanya supaya tidak bisa kabur. "Kamu tidak penasaran dia sakit apa?" tanya Kahfi. Atami sedikit tertarik. "Sakit apa, Pak?" Kahfi tersenyum dan mengambil tangannya yang terus berusaha mendorong pundak suami. Saat mata Atami fokus pada tangannya. Suaminya memanfaatkan momen tersebut untuk mencium bibirnya. Atami kaget dan ingin menghindar, namun kecupan Kahfi benar-benar tak berhenti dan terus mengenai bibirnya. "Pak!" "Diam, Atami. Karena aku akan beri tahu soal Intan setelah ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD