Bab 14. Penyihir Bernama Atami

1004 Words
Kahfi berbalik, membuat mata direktur keuangan langsung berubah melembut. Bahkan bibir saja mengulas senyum. Sementara Atami memilih melanjutkan kegiatannya berkemas, lantas berpamitan. “Kalau begitu saya pulang duluan, sampai ketemu lagi besok, Pak.” Mata Kahfi langsung tertuju pada Atami. Niat dia tentunya untuk mencegah sang istri pulang sendirian. Namun, direktur keuangan ini malah berpindah posisi tepat di hadapan Kahfi, nampak sengaja ingin menghalangi kepergiannya. “Ada yang ingin saya sampaikan, Pak.” “Katakan besok.” “Ini penting, Pak.” Kahfi sampai menarik napas. Mata mengawasi Atami yang sudah menunggu lift terbuka. “Bicaralah!” Kesal, tentu saja Kahfi rasakan. Melihat Atami yang benar-benar sudah ditelan oleh lift, sampai dia tidak bisa lagi menemukan sang istri. “Sial,” gerutu Kahfi pelan. Meski pelan, tetap saja membuat direktur keuangan tersebut mengerutkan dahi. Merasa kalau umpatan itu tertuju pada diri sendiri. “Pak Kahfi.” Mendengar nama yang kembali disebut, membuat Kahfi menatap dengan tajam. “Sebenarnya apa yang ingin kamu bicarakan sialan!” Kahfi yang terang-terangan marah, mengurungkan niat pria tersebut untuk mengungkit masalah Atami harus dijauhi. Mengingat Kahfi yang sudah memiliki istri, tidak sepantasnya dekat dengan wanita lain. “Ini perihal pengeluaran bulan lalu, saya mendapati adanya selisih nilai.” Mata Kahfi menatap tajam. Bukannya dia tidak peduli dengan perusahaan, apalagi perihal keuangan. Hanya saja Kahfi telah kehilangan jejak Atami. “Katakan lebih lengkap saat jam kerja.” Setelah mengatakannya, Kahfi langsung berjalan pergi meninggalkan pria tersebut yang menarik napas dengan pelan. Merasa beruntung karena berhasil selamat dari amukan Kahfi nantinya. *** Kahfi nampak memasuki pekarangan rumah setelah memarkirkan mobil. Sore tersebut dia memutuskan untuk langsung membuka pintu dan mata mencari keberadaan dari Atami. Namun, Kahfi tidak berhasil melihat batang hidung wanita tersebut. “Ke mana dia pergi?” Suara mesin mobil Kahfi rupanya memicu kedatangan Intan dari lantai atas. Sepanjang menuruni anak tangga, bibir terus saja mengulas senyum. Seolah mendapatkan mainan kembali ssetelah direbut. “Mas kamu sudah pulang?” Intan berniat mengambil tas kerja, namun Kahfi langsung berjalan melewati Intan begitu saja. Mata memandang kepergian Kahfi yang melirik sana-sini. Hingga berakhir dengan bertanya pada pembantu yang melintas. “Atami di mana?” Hati Intan memanas melihat suami malah mencari istri kedua. Jadi, sebelum pembantu menjawab, Intan sudah lebih dahulu mendekat dan meraih tas kerja Kahfi. “Mas cari Atami, ya?” Kahfi menoleh. Satu hal yang menambah rasa kesal, sebab suami mau menatap mata hanya untuk mendengar jawaban perihal keberadaan Atami. “Kamu tahu Atami di mana?” Intan berusaha tersenyum. “Atami belum kembali, Mas. Mungkin dia pulang ke rumah yang kamu berikan.” Kahfi sempat mengerutkan dahi, dia tidak pernah memberi tahu Intan kalau rumah itu pemberiannya. Namun, itu bukanlah hal yang penting sekarang. Bagi Kahfi menemukan Atami adalah prioritasnya. Makanya Kahfi langsung berjalan pergi, nampak ingin keluar rumah membuat Intan heran. “Mas, kamu mau ke mana?” “Menemui Atami.” Mendengar hal itu, Intan nampak kesal setengah mati. Padahal ada istri di rumah, namun Kahfi malah mencari yang kedua. “Harusnya aku sadar, kalau Atami sama seperti wanita di luar sana. Demi harta rela melakukan apa pun, termasuk merebut suami orang.” Pembantu yang mendengar ocehan dari Intan memilih diam, sekali pun mulut gatal ingin menegur bahwa pernikahan kedua Kahfi adalah keputusan Intan sendiri. Mulanya Kahfi memang ingin menyusul Atami di rumah. Dia harus mendengar alasan Atami pergi begitu saja, tidak menunggunya sama sekali. Namun, Kahfi memilih tidak ke sana. Atami pasti besar kepala karena melihat Kahfi yang mencari. Jadi, posisi Kahfi saat ini di hotel tempat biasa melepas kejenuhan. “Kahfi.” Mata Kahfi menatap pada dua wanita dengan pakaian minim duduk di antara teman tongkrongannya. Helaan napas langsung terdengar, dia merasa muak dengan kelakuan mereka. Meski begitu, Kahfi tetap memilih duduk di antara mereka. “Yang punya istri baru, masih tidak betah di rumah juga.” Yuda menatap pada teman yang langsung menyindir begitu Kahfi duduk. “Tutup mulutmu dan minum saja!” pinta Yuda membuat sang teman berdecak kesal. Lantas, Yuda menatap pada Kahfi saat tangan merebut segelas alkohol di atas meja. Yuda nampak diam dan mengawasi sang teman yang terlihat tidak sesantai biasanya. “Kepikiran Atami?” tanya Yuda dengan suara pelan. Sementara Kahfi yang mendapat pertanyaan seperti itu langsung tersenyum sinis. “Aku? Kepikiran wanita yang menilaiku murah itu?” Kahfi mengisi gelas lagi dan meneguk dengan cepat. “Mustahil.” Yuda tersenyum, kemudian mengambil gelas lain dan ikut meneguk cairan yang terasa pahit tersebut. “Padahal kalau mengaku sekali pun, kamu tidak akan kehilangan apa pun, Kahfi.” Martabat dan muka, itulah yang hilang bagi Kahfi jika dia langsung muncul di hadapan Atami. “Kamu di sini untuk menghindar dari Atami, sama seperti yang kamu lakukan pada Intan atau ….” Yuda sengaja menggantungkan kata, hingga mata Kahfi melirik. “Atau apa?” Pria tersebut nampak senang karena Kahfi tertarik dengan topik yang membahas Atami juga Intan. Yuda tahu kalau salah satu dari mereka berdua telah berhasil memikat hati sang teman. Yuda tersenyum dan menggelengkan kepala. “Tidak jadi.” Kahfi mendengkus kesal, dia memilih kembali mengisi gelas yang kosong namun tidak segera meneguknya. “Hanya saja, ada penyihir di rumahmu,” ujar Yuda tiba-tiba. “Jangan bicara omong kosong, kalau mabuk sana pulang!” Kahfi langsung mengusir. “Atami, dia penyihirnya.” Kahfi sama sekali tidak menanggapi ucapan dari Yuda yang disangka sudah mulai mabuk. Sementara Yuda sendiri menatap pada Kahfi sembari tersenyum, lantas ketika menghadap ke depan ekspresi pria tersebut menjadi serius. “Penyihir bernama Atami,” gumam Yuda lagi. Tangan menggoyang gelas, membuat isinya sedikit bergoncang sejenak lalu menjadi tenang setelah menunggu. Bibir Yuda mulai mengulas senyum, seolah ada hal yang lucu. Sementara itu, di sebuah rumah yang megah, mengalahkan kediaman utama keluarga Kahfi. Duduk seorang pria tua tengah menggulir halaman di ponsel. "Ucapan kamu terdengar meyakinkan." Pandangan mulai terangkat setelah mengatakan hal tersebut. Terlihat direktur keuangan Kahfi sedang duduk dengan raut cemas di hadapan pria tua tersebut. "Saya tidak membual, Pak Aksa." "Oh benarkah? Jadi, maksud kamu Intan anakku itu sedang diselingkuhi oleh suaminya?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD