Bagian 10

2125 Words
Barang sejenak ingin menikmati waktu makan siangnya di kantin Farlten-pun tidak bisa. Keadaan sekitar yang ramai akan kegaduhan membuat dirinya benar-benar merasa tidak nyaman. Di sana, begitu banyak drama yang selalu diciptakan oleh para pengunjung yang datang bergantian. Seperti saat ini, ketiga siswi datang hanya untuk membuat kekacauan. Salah satu diantaranya ada sosok siswi yang paling Farlten hindari yaitu Levita Diandra yang biasa dipanggil akrab dengan sebutan nama Lev. Awalnya, Farlten tidak mengetahui jika Lev juga bersekolah di tempat yang sama. Andai ia tau lebih dulu, maka bisa dipastikan ia sendiri juga tidak akan mendaftar di sekolah yang sama. ⏺️⏺️⏺️⏺️⏺ #Flashbackon Sejak lulus sekolah menengah pertama, Farlten sudah langsung dikirim keluar negeri untuk melanjutkan studinya,tanpa ada penjelasan apapun dari sang Ayah yang memunculkan tanda tanya besar (?) Di dalam benaknya. Bahkan disaat ingin menghabiskan waktu liburan semesternya, sang Ayah dengan tegas menolak keras dirinya yang ingin sekali pulang ke rumah, walau hanya sebentar. Entahlah … Farlten sendiri tidak mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi, rancangan apa yang tengah disusun oleh Ayahnya sendiri itu. Sebelum menyelesaikan masa pendidikannya, dan lulus dengan gelar sarjana master yang harus didapatkannya, Farlten tidak diperbolehkan untuk kembali pulang ke Jakarta, tempat dimana ia dilahirkan oleh Ibu tercintanya. Tapi, pada kenyataannya disaat diri Farlten masih berada di kelas dua belas menengah atas yang otomatis belum lulus atau bahkan belum pernah merasakan bangku perkuliahan, dirinya sudah dimintai untuk kembali ke tanah kelahirannya, lantaran Ibunya yang tengah mengalami ktritis karena koma yang harus dilaluinya. Waktu kurang lebih dua tahun, Farlten dan Ibunya telah terpisahkan karena jarak yang diciptakan oleh Ayahnya sendiri. Selama kurun waktu tersebut, keduanya tidak diijinkan untuk saling bertemu dan melepaskan rasa rindu. Hanya lewat via media digital keduanya dapat bertegur sapa. Diterpa rasa rindu yang amat dalam kepada sang anak membuat Sheeran selaku Ibu dari Farlten, dilanda kehancuran batin yang luar biasa. Sharoon, sosok suami yang tak pernah disangka sebelumnya, bisa-bisanya Sharoon tega memisahkan dirinya dengan sang anak. Ayah macam apa yang begitu tega memisahkan Ibu dan anaknya sendiri yang otomatis adalah darah dagingnya sendiri. Bagi Sheeran, Farlten adalah segalanya, dari awal Sheeran tidak pernah setuju jika Farlten harus dikirimkan ke Australia oleh Sharoon, suaminya sendiri. Di samping itu juga, Farlten ialah sosok yang terbilang sangat muda untuk dibiarkan hidup sendiri di dunia luar yang sangat jauh dari pantauannya. Farlten hanya seorang anak yang tengah beranjak remaja, yang butuh dukungan dalam setiap langkahnya. Bukan boneka yang diharuskan selalu menuruti semua permintaan pemiliknya. Akibat dari keegoisan Sharoon yang bahkan tidak peduli dengan permintaan dari sang istri, yaitu Sheeran. Membuat diri Sheeran secara mental psikologisnya menjadi terganggu. Sheeran yang selalu memikirkan sang anak, enggan untuk keluar dari kamarnya tersebut dan melakukan aktifitas lainnya seperti yang biasa ia lakukan. Bahkan untuk makanpun Sheeran tolak dengan tegas sebab ia tidak berselera untuk menyantapnya. Sheeran sendiri tidak pernah keluar kamar dan selalu menyembunyikan dirinya di sana, terkecuali saat dirinya meminta minum kepada Mbok Binur, maka ia akan dengan sendiri keluar lalu kembali masuk lagi ke dalam kamarnya tersebut. Sheeran sudah tidak sudi, jika tanpa sengaja harus bertatap muka dengan Sharoon, suaminya sendiri itu. Mengonsumsi obat penenang adalah salah satu cara Sheeran untuk dapat mengatasi diri agar sedikit lebih baik, lantaran pikirannya yang benar-benar sedang berkecamuk. Mbok Binur selaku pembantu yang sudah bertahun-tahun lamanya telah mengabdikan dirinya pada keluarga tersebut, merasa sangat iba dan khawatir terhadap psikis majikan wanitanya tersebut. Meskipun Sheeran yang jarang keluar dan selalu mengunci dirinya di kamar, tapi Mbok Binur tak pernah absen untuk memberikan makanan yang pada akhirnya Mbok Binur sendiri tau, makanan itu hanya akan dingin begitu saja dan berakhir di temapat sampah, lantaran majikannya yang tak mau menjamahnya tersebut. Dalam dua minggu sekali Sheeran selalu mendapatkan sebuah box kecil paketan yang Mbok Binur sendiri tak tau isinya itu apa? Wanita yang sudah berumur itu hanya memberikan begitu saja paketan tersebut kepada majikannya, tanpa ada keberanian untuk bertanya. Sheeran yang sudah menunggu pesanan itu datang, enggan untuk berlama lagi ketika Mbok Binur mengatakan paketannya telah datang, maka ia akan dengan segera bergegas untuk membuka pintu kamar tersebut dan mengambil paketannya. Lain halnya dengan Mbok Binur yang saat kala mengatakan dirinya untuk segera makan, Maka Sheeran tidak akan membukakan pintu kamar tersebut. Tanpa sepengetahuan siapapun paketan tersebut ialah berisi obat penenang yang sudah ia pesan lewat teman onlinenya yang baru saja ia kenal dalam sepekan lalu. Sheeran sendiri memang sudah tau jika obat tersebut ialah keras dan sangat berbahaya bagi kesehatan dirinya sendiri, tapi ia tidak peduli akan hal seperti itu, karena yang terpenting baginya hanyalah butuh ketenangan dan pelarian dari kejamnya kehidupan yang tengah dijalankan. Dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun itu. Batin seorang istri mana yang tidak merasa tertekan karena ingin berjumpa dengan sang anak tapi terus dihalangi oleh suaminya sendiri. Berkali-kali Sheeran memohon kepada suaminya untuk dapat menjenguk Farlten tapi permohonannya selalu ditolak tegas oleh suaminya sendiri, yang pada akhirnya Sheeran sendiri lelah untuk memohon, hingga memutuskan diri untuk mengurungkan di kamar. Mulai dari situlah Sheeran mulai rutin mengonsumsi obat penenang tersebut dengan secara berlebihan, efek samping dari mengonsumsi obat tersebut membuat dirinya harus terbaring lemah di bankar rumah sakit dengan tak berdaya karena koma yang harus dilewatinya lantaran overdosis obat yang dikonsumsinya. ⏺️⏺️⏺️⏺️⏺ Di suasana yang cukup dingin pada malam hari, Farlten yang pada kala itu tengah berada di Australia tepatnya di kota Melbourne, mendapatkan telepon dari Sharoon, sang Ayah untuk segera pulang ke Indonesia lantaran Ibunya yang sedang mengalami koma karena keadaan kritis yang menimpanya. Untuk kepulangan sang anak, Sharoon sudah meyiapkan tiket dan beberapa keperluan lainnya. Hingga Farlten sendiri sudah tidak perlu repot untuk mengurus hal ini-itu lagi. Ia hanya perlu menunggu jemputan yang akan menghantarkannya ke Melbourne Airport. Penerbangan dari Melbourne ke Jakarta memakan waktu sekitar 6 jam 15 menit. Selama waktu yang ditempuh Farlten biasanya memanfaatkan waktu perjalanan tersebut untuk tidur, tapi kala itu ia tidak bisa memejamkan matanya sebab pusat pikirannya hanya tertuju penuh pada keadaan Ibunya yang tengah kritis dan tak berdaya, jauh di sana. Waktu terasa begitu lambat sekali, bagi diri Farlten, setelah sekian lama menungu akhirnya ia pun mendarat dengan baik di Bandara Soekarno Hatta - Jakarta. Lalu ia dengan segera, beranjak dari tempatnya, dan berjalan kearah pintu keluar itu berada. Di sebuah ruang tunggu penjemputan, sang sopir yang Farlten sendiri sudah ia kenal, tengah melambaikan tangan kearahnya, sosok sopir yang dulu selalu menghantarkan dirinya kemanapun ia akan pergi. Setelah keduanya bertegur sapa, Farlten langsung meminta kepada sopirnya tersebut yang biasa ia panggil dengan sebutan Pak Ubad untuk menghantarkan dirinya langsung ke rumah sakit, tempat dimana Sheeran sedang dirawat di sana. Selaku sopir yang tengah ditugaskan oleh Sharoon, Pak Ubad pun langsung mengiyakan permintaan dari Farlten, anak dari majikannya tersebut. Beberapa tahun Farlten meninggalkan Ibu kota tercintanya, tapi tidak begitu banyak yang berubah dari tempat tersebut bahkan tempat itu lebih parah dari yang sebelumnya, akan kepadatan dan kepolusian yang semakin merajalela lantaran masyarakatnya yang tidak pernah sadar akan keselahan yang dilakukannya. Begitupun juga dengan gedung-gedung pencakar langit yang terus bertambah pembangunannya disetiap per-tahunnya. Sesaat setelah sampai di rumah sakit Farlten langsung berlari menuju kamar inap Sheeran. Dan Pak Ubad selaku sopirnya yang melihat majikan mudanya berlari dengan begitu gesitnya maka ia-pun dengan segera ikut lari mengekorinya dari belakang. Karena jika majikan mudanya salah arah maka ia akan dapat mengingatkannya, tapi pada nyatanya Farlten sendiri sudah tau dengan sendiri kamar inap Sheeran tersebut, dari penjelasan sang Ayah yang pada saat baru sampai di Bandara Soekarno-Hatta ia langsung menghubungi Sharoon, Ayahnya tersebut. Langkah kaki yang awalnya penuh dengan ketergesa-gesaan kini perlahan menjadi terlambat, bahkan kekarnya kaki itu mulai goyah. Berada tepat dihadapannya kini sebuah benda transparan yang menghubungkan dirinya untuk dapat menatap langsung sosok yang sangat ia rindukan dalam kurun waktu belakangan itu, di dalam ruangan tersebut, Sheeran, sosok Ibu yang selalu terlihat selalu ceria kini telah berubah menjadi sangat berbeda dari biasanya, wajahnya terlihat sangat pucat dan tubuhnya kian semakin kurus, tubuh yang dulu selalu terawat kini benar-benar berubah drastis mengenaskan begitu saja. Sosok itu tengah tertidur dengan begitu pulasnya dengan berbagai alat penunjang keselamatan yang terpasang lengkap pada tubuhnya, seperti Ventilator yang digunakan untuk membantu pasien bernapas, di sampingnya juga ada alat monitoring, untuk memperlihatkan pendeteksian detak jantung begitupun pada tangan kirinya yang menempel sebuah selang infus untuk membantu memberikan sejumlah cairan ke dalam tubuh pasien sebagai pengganti cairan tubuhnya dan beberapa alat lainnya. Semenjak semalam rasa sesak dalam d**a terus mendominasi diri Farlten, ingin rasanya ia tumpahkan dalam uraian tangisan air mata, tapi ia tidak bisa, dan kini tepat dihadapan Sheeran selaku Ibunya, bulir air itu dapat melolos begitu saja dari tempatnya berasal. Sambil tersenyum getir, perlahan namun pasti Farlten melangkahkan kakinya untuk memasuki ruangan tersebut dengan ijin terlebih dahulu kepada sang Doter yang kebetulan baru saja keluar dari ruangan tersebut, yang bisa ditebak telah usai memeriksa keadaan Sheeran. Jenjang kaki itu kian mulai memasuki lebih dalam lagi ruang kamar inap tersebut. Kini Farlten sudah berdiri tepat disamping tubuh Ibunya yang sedang terbaring lemah di bankar yang telah disiapkan. Dengan sigap, Farlten langsung memegang tangan kanan Sheeran yang tidak terpasang alat apapun. Ia bawa tangan Ibu tercintanya tersebut untuk dapat menyentuh kulit pipinya, dan berharap rasa rindu itu dapat tersalurkan meskipun ia sadar bahwa dirinya tak akan mungkin bisa dapat bertegur sapa dan bercanda seperti biasanya sebab keadaan saat ini benar-benar tidak mendukung untuk melakukan hal tersebut. Namun tanpa disadari di luar dari kendali mereka masing-masing suara hati keduanya saling dapat menyahuti, dan hanya jiwa mereka saja yang dapat merasakannya. Saking lelahnya selama waktu perjalanan yang Farlten tempuh, mata yang awalnya tertuju sepenuhnya untuk menatap setiap inci wajah dari sang Ibu, kini kantung mata itu kian terasa semakin berat layaknya seperti ada puluhan beton yang berada disana, dan dalam hitungan detik setelahnya mata itu perlahan ikut menutup, sambil terus memegang erat tangan dari sang Ibu yang masih setia ia tempelkan di pipinya, Farltenpun akhirnya dapat tertidur pulas disampinng bankar Ibunya tersebut. ⏺️⏺️⏺️⏺️⏺️ Sosok yang terlihat sangat begitu tegar dalam menghadapi permasalahannya meskipun sosok itu terbilang sangat begitu muda. Farlten menggeliat kecil dari aktifitas tidurnya, ia tidak sadar jika dirinya telah tidur hanya dengan duduk di kursi samping bankar rumah sakit tersebut. Wajar saja jika tubuhnya saat ini terasa sakit dan perlu dirileksasikan terlebih dahulu agar tidak kaku. Tanpa sepengetahuan Farlten dibelakang posisinya saat ini, tepatnya di sofa yang telah disediakan untuk ruangan khusus VVIP itu ternyata ada Sharoon, Ayahnya sendiri yang sudah berada di sana semenjak Farlten masih tertidur pulas. Setelah berbalik badan barulah Farlten menyadari jika ternyata sudah ada sosok Ayah tepat di belakangnya yang tengah menatap dirinya. Suasana dingin kini menyelimuti ruangan tersebut, seakan hanya sorot mata yang mewakili percakapan diantara keduanya. Kecangguan benar-benar mendominasi ruangan tersebut, dari dulu sebelum Farlten dikirim ke luar negeri keduanya memang sering kali adu sengit seperti itu. Pertahanan kesabaran Farlten akhirnya luntur, ia sudah tidak dapat lagi menahan segala rasa emosinya tersebut. Dan akhirnya …. #BUGHT Farlten memukul rahang Sharoon, ia tidak peduli jika yang dipukulnya saat itu adalah Ayahnya sendiri. Berkali-kali Farlten memukulnya dengan membabi buta tapi dari pihak sang Ayah sendiri, tidak ada tanda-tanda ingin melawan anak kandungnya tersebut. “Rasakan itu! Saya enggak habis pikir … ternyata ada, seorang Ayah yang begitu teganya seperti anda, memisahkan istri dan anaknya sendiri. Lalu apakah anda sudah merasa puas atas tindakan kejam yang telah anda lakukan? Lihat! Akibat dari keegoisan anda, apa yang telah terjadi sekarang? Ibu saya yang jadi korban atas ketidakadilan yang anda perbuat. Saya selama ini sudah cukup sabar dalam menghadapi sikap anda yang selalu memperlakukan saya layaknya seperti boneka, tapi perihal untuk keadaan Ibu saya … maaf, saya tidak akan sudi jika anda terus berbuat sewenang-wenang seperti ini. Maka dengan sangat terpaksa saya akan membangkang dan juga bertindak sesuai keinginan saya,” ujar Farlten. Sharoon hanya diam membisu saja, ia begitu tidak peduli dengan sudut bibirnya yang mengeluarkan darah segar, akibat pukulan telak yang didapatkannya dari Farlten, anak kandungnya sendiri. Mudah bagi Sharoon untuk membalas perlakuan anaknya tersebut, tapi ia urungkan dan membiarkan sang anak dengan puas meluapkan segala emosi kepada dirinya. Sharoon hanya dapat merasapi setiap ucapan yang dilontarkan oleh Farlten, sebab sosok anaknya itu berhak menyuarakan aspirasi hatinya kepada orang tuanya sendiri. Seusai memukul Ayahnya, Farlten berjalan keluar, barang sejenak untuk mendinginkan pikirannya. setiap orang punya batas kesabarannya masing-masing. Perihal keadaan diri yang selalu diperlakukan sewenang-wenang maka masih bisa untuk ia terima dan pertahankan emosinya, tapi teruntuk orang yang disayang, maka ia tidak akan mikir dua kali lagi untuk bertindak lebih kejam dari yang diperkirakan. ⏺️⏺️⏺️⏺️⏺️ Dari luar ruang inap tersebut, Pak Ubad ingin menolong Sharoon yang tengah dipukul oleh Farlten, tapi dicegah oleh Sharoon sendiri, dengan gerakan tangan Sharoon yang menandakan bahwa majikannya itu tidak perlu dibantu dan beliau bisa mengatasinya dengan sendiri. Semenjak Farlten masuk ke ruangan tersebut, Pak Ubad hanya menunggu majikan mudanya itu diluar dari ruangan tersebut. #Flashbackoff
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD