EPISODE 14 : Perjalanan ( Part. 2 )

1110 Words
Tepat setelah perkataan itu, Diana melepaskan pelukannya ditubuhku. Pikiranku betul-betul kosong saat melihat Diana kini terjatuh. Aku sempat melihat wajahnya saat ia terjatuh. Tidak ada rasa takut sama sekali, melainkan hanya senyum... ya, senyumnya yang dipenuhi dengan rasa cinta dan bahagia. Baju dan rambutnya berkibar-kibar akibat angin yang menerpa tubuhnya selagi ia terjatuh. Hingga akhirnya, tubuhnya terantuk bebatuan yang menyembul dari tepi lautan, dan terpantul ke lautan yang langsung menerpa tubuhnya hingga tak terlihat lagi. Aku sampai sekarang masih belum percaya dengan apa yang terjadi ini. Pikiranku betul-betul kosong. Aku... baru saja kehilangan seseorang yang sangat berharga. Seseorang yang sangat berharga itu pergi dariku selama-lamanya, dan itu terjadi di depan mataku. Sesaat, aku masih menyangka itu semua adalah mimpi belaka. Maka aku mengernyitkan kedua mataku, berharap aku segera bangun dari mimpiku yang sangat buruk ini. Tidak... tidak! Pastilah ini hanya mimpi, hanya mimpi yang buruk. Tapi apa daya, ternyata ini memang kenyataan. Pada saat akhirnya pikiranku kembali dari kekosongan yang menimpaku, aku hanya melihat ke lautan yang berombak deras dibawahku. "DIANAAAA!" Teriakku yang aku tahu tidak akan mengubah apapun. Sialan! Sialan! Sialaaann! Mengapa aku begitu lemah? Melindungi orang yang sangat kucintai saja tidak bisa. Bahkan, aku yang seharusnya melindunginya, malah dilindungi olehnya. Dia secinta itu pada diriku hingga rela memberikan nyawanya sendiri. "Sayaangg, cepat naiikk!" Suara Erna yang membuyarkan segala kekacauan hatiku ini. "Tetaplah hidup sayang. Jaga diri kamu.". Kata-kata terakhir Diana kembali terngiang dipikiranku. Itulah yang menjadi kekuatanku untuk mengayunkan tubuhku dan menggapai permukaan dinding karang batu yang tidak rata dan bolong-bolong. Itulah yang menjadi kekuatanku untuk bergerak naik dengan memanfaatkan struktur permukaan dinding karang batu yang tidak rata itu. Itulah yang menjadi tumpuan kekuatanku untuk naik sampai kembali ke permukaan tanah, dimana Erna sudah menungguku. "Sayang, ayo kita harus segera bergerak." Kata Erna. Mendengar perkataan Erna, amarahku meledak. "Apa-apaan kamu! Orang yang menjaga kamu mati-matian, orang yang menjaga kamu dengan nyawanya, itu baru saja mati! Dan kamu... "Ayo kita jalan", " Ayo kita harus bergerak!"... Kenapa kamu? Pengen cepet-cepet pulang? Pulang saja sendiri sana!" Bentakku. "Tahukah kamu? Dibandingkan kamu, yang hanya mementingkan nafsumu sendiri, yang baru dapet masalah yang sebetulnya bisa diomongin dulu, langsung main serong. Ga tanggung-tanggung, merendahkan suami sendiri bahkan di depan si Adi b*****t itu! True lust indeed (itu nafsu birahi sejati)! Dan dia, walaupun aku tahu di kantor tentunya kita pernah terlibat dalam suatu masalah dan pertengkaran, tetap saja setia kepadaku sampai akhir hayatnya! Bahkan dia baru saja ngorbanin dirinya demi aku. You know, I'm really sad. Why sad? Knowing that the true love I should get from you, I get it from another woman who is not even my wife! (Kamu tahu, aku sangat sedih. Kenapa sedih? Mengetahui bahwa cinta sejati yang aku harusnya dapet dari kami, malah dapet dari perempuan lain yang bahkan bukan istriku!)" Bentakku lagi. "I'm... I'm fully aware of it. (Aku... aku menyadari sepenuhnya hal itu.)" Kata Erna. "Then, the least you can do for me is shut your mouth! (Kalo gitu, paling tidak yang bisa kamu lakukan untukku adalah tutup mulutmu!)" Bentakku. "I will not shut my mouth! What will you do if I shut my mouth? Crying all day cursing your inabillity to safe Diana? (Aku tidak akan diam! Apa yang akan kamu lakukan jika aku tutup mulut? Menangis sepanjang hari dan menyalahkan dirimu akan ketidakmampuan kamu menyelamatkan Diana?)" Kata Erna dengan nada tinggi. "What do you know! (Apa yang kamu tahu!)" Bentakku. "I don't know as much as you do. (Aku tidak setahu kamu.)" Kata Erna. "Then, shut up! (Kalo gitu, diem!)" Kataku. "But I know this much. She, who protected me with all she got, loves you very much. She loves you as much as Yuna and I do. She is not sacrificing herself so that you cry all day, but to safe everyone, especially Fera. (Tapi aku tahu hal ini. Dia, yang berusaha mati-matian melindungiku, sangat mencintaimu. Dia mencintaimu seperti aku dan Yuna juga mencintaimu. Dia mengorbankan dirinya sendiri bukan untuk agar kamu menangis sepanjang hari, tapi untuk menyelamatkan semuanya, terutama Fera.)" Kata Erna. Fera. Ya, Fera. Sekarang dia ditangkap, aku harus segera menyelamatkannya. Betul kata Erna, aku tidak boleh berdiam diri dan menyesali apa yang sudah terjadi sepanjang hari. Aku berusaha untuk bangun, dibantu oleh Erna. "Makasih, Erna." Kataku. Erna hanya mengangguk pelan sambil tersenyum. Kalau dipikir-pikir, tanpa melihat perselingkuhan yang dilakukannya, dia ini memang selalu membantuku dan selalu ada disisiku ketika aku sedang jatuh. Mungkin, aku terlalu dibutakan oleh kebencian dan kemarahan terhadapnya akibat perselingkuhan yang dilakukannya. Sekarang, dialah yang membantuku bangun dari segala keterpurukan dan kesedihan ini. Aku kembali mengingat-ingat, masa lalu bahagia yang sudah kami lalui bersama. Ya, disaat kita sudah melepaskan kebencian terhadap sesuatu yang besar, memang rasanya sangat lega. Erna ini memang sudah melakukan kesalahan yang fatal. Tapi, semua orang bisa melakukan kesalahan fatal. Aku tidak percaya, tanpa membalas dendam pun, aku bisa mendapat kelegaan seperti ini. "Meskipun hatimu kini telah berpindah, kali ini aku tetap akan setia sama kamu. Aku akan menunggu kamu, sampai kapanpun. Meskipun hari itu tidak akan pernah datang, aku akan terus menunggu. Inilah hukumanku akibat menyerahkan kehormatanku dan harga dirimu kepada laki-laki lain." Kataku. "Makasih, Erna. Aku menghargai itu." Kataku sambil memeluk tubuhnya, yang disambut oleh pelukan erat darinya. "Ayo, kita lanjut jalan." Kata Erna. "Kamu disini aja. Disana itu penuh bahaya." Kataku. "Kamu nggak perlu memikirkan keselamatanku. Cukup lihat ke depan aja, nggak perlu melihat kebelakang. Aku akan selalu ikut sama kamu, siapa tahu aku bisa membantu kamu, walau sekecil apapun." Kata Erna. "Aku ga yakin kita bisa pulang dengan selamat." Kataku. "Paling tidak, kita sudah mencoba yang terbaik untuk menyelamatkan Fera." Kata Erna. "Kenapa kamu begitu peduli sama dia?" Tanyaku. "Karena aku dan dia sama-sama mencintai kamu. Paling tidak, disitulah aku bisa mengerti perasaaannya." Kata Erna. "Baiklah, ayo. Hati-hati, Erna." Kataku. "Iya." Katanya sambil mengangguk dan tersenyum manis. Sudah lama sekali rasanya aku tidak melihat senyumannya yang murni itu. Kami pun segera berjalan masuk kembali ke dalam area hutan. Kami berjalan mengikuti arah kami berlari tadi, sambil memperhatikan sekitar kalau-kalau ada jebakan yang aktif atau ada kamera yang menjadi pemicu jebakan. "Sesedih apapun kamu, semarah apapun kamu, dan sedendam apapun kamu, pastilah selalu ada orang-orang yang mencintai kamu dengan tulus. Dan aku, walaupun suatu saat nanti kamu udah nggak sayang sama aku, aku akan selalu cinta sama kamu, apapun itu yang terjadi." "Tetaplah hidup sayang. Jaga diri kamu." Itulah kata-kata Diana yang terngiang-ngiang dihatiku. Berbekal itulah, aku berjalan dengan tegar. Aku tidak akan menangisi lagi kepergianmu. Aku tidak akan mengutuk diriku sendiri lagi. Diana, beristirahatlah dengan tenang. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan aku disini. Aku tidak akan menangisi kepergianmu, tapi aku juga tidak akan pernah melupakanmu. Aku mencintaimu dengan sepenuh hatiku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD