Bab 17.

1370 Words
Sandra tidak sakit hati ketika Rion menatapnya dengan sebelah mata. Justru hal tersebut membuat Sandra semakin penasaran dan terpacu untuk bisa membuat Rion tidak hanya menatapnya dua kali, tapi, bertekuk lutut di hadapannya. Suatu saat nanti. Rencananya masih sama. Meminta Rion untuk membuat orang tuanya marah semarah-marahnya. Hanya saja, sekarang dia punya misi tersembunyi yaitu untuk bisa mendapatkan hati Rion. “Ini tempatnya?” tanya Sandra ketika sepeda motor yang dikendari Rion berbelok lalu masuk ke halaman sebuah bar yang tidak terlalu besar. Tempatnya remang-remang. Rion menghentikan laju motor di samping beberapa motor yang sudah terparkir. Pria itu melepas helm yang membungkus kepalanya. Seorang pria datang menghampiri kemudian meminta helm yang Rion bawa. Rion menoleh ke belakang. Sandra turun setelah memberikan helmnya pada petugas parkir. Gadis itu mengedarkan pandangan matanya. “Ayo,” ajak Rion yang membuat Sandra mengakhiri sapuan matanya ke sekitar tempat tersebut. Sandra melangkah mengikuti Rion. Gadis itu mendesah, lalu menurunkan pandangan matanya. Berdecak melihat celana yang menutup kakinya hingga setengah betis. “Ya ampun, jangan sampai ada temanku yang melihat penampilanku ini. Bisa hancur reputasi Alexandria, gadis paling cantik di kampus.” Rion hanya melirik sambil berdecih mendengar apa yang Sandra ucapkan. Pria itu menggelengkan kepala. Sungguh tidak habis pikir Sandra bisa memiliki rasa percaya diri sebesar itu. Sandra pikir dia gadis yang paling cantik? Oh … sepertinya Sandra harus bertemu si kembar. Rion mendesah ketika mengingat si kembar yang ternyata adik satu ayah dengannya. Rion menarik sebanyak mungkin oksigen masuk ke dalam paru-parunya. Entah sedang apa si kembar sekarang. Hembusan napas keluar dari celah bibir Rion. Rion menoleh ketika merasakan tarikan pada tangan kanannya. Tak lama Rion meluruskan kembali pandangan mata ke depan. Tanpa mengomentari apa yang Sandra lakukan, Rion mengayun kaki masuk ke dalam bar. Suasana riuh langsung menyambut mereka berdua. Rion mengedarkan pandangan matanya, sebelum memutuskan untuk membelokkan kaki ke kiri. “Kamu biasa ke tempat ini?” “Hmm ….” Rion menggumam. Pria itu membawa Sandra ke satu meja bundar yang masih kosong. “Memangnya di sini makanannya enak?” tanya Sandra seraya menyapukan pandangan matanya—mencari perempuan-perempuan cantik yang Rion bicarakan sebelumnya. Bola mata gadis itu tertuju ke satu bagian di dalam ruangan besar tersebut. Kepalanya bergerak turun naik beberapa kali. Dua orang perempuan terlihat sedang menghibur para pelanggan dengan suara mereka. Tak lupa mereka memperlihatkan tubuh molek mereka ketika bergoyang. “Apa itu perempuan-perempuan cantiknya?” gumam Sandra. Gadis itu mencoba memperhatikan para pengunjung. Apa mereka semua sedang meneteskan liur melihat dua perempuan yang sedang menghibur mereka itu? Kening Sandra mengernyit. “Wow … penampilanmu unik, Sweety. Coba kalau kamu lepaskan celana aneh ini.” ‘PUUKK!’ Sepasang mata Sandra langsung membesar. Gadis itu menoleh. “Kurang ajar. Beraninya kamu menyentuh p*ntatku.” Sandra mendorong bahu seorang pria yang baru saja berbuat tidak sopan padanya. Pria itu tertawa. “Kenapa? Aku memujimu. Seharusnya kamu senang, Sweety.” Pria itu memperhatikan penampilan Sandra dari ujung kepala hingga ke kaki. “Sepertinya kekasihmu tidak tahu cara memanjakanmu.” Satu sudut bibir pria itu terangkat. “Bagaimana kalau kamu ikut denganku saja? Aku akan membuatmu terlihat seperti perempuan-perempuan itu. Bagaimana?” Pria itu mengedik ke arah sang biduan. Sandra menekan-nekan katupan rahangnya. Gadis itu menatap tajam pria yang berdiri di depannya sambil menyeringai. “Cari saja p*****r sana,” ketus Sandra sebelum detik berikutnya gadis itu menendang s**********n pria di depannya. “Arghhh! Sialan!” Pria itu langsung membungkuk sambil menggeram menahan sakit. Kedua kakinya merapat. Mengangkat kepala, pria itu menatap marah Sandra. Sandra mendengkus. “Itu balasan karena kamu sudah berani menyentuh p*ntatku, b******k. Tidak semua perempuan suka diperlakukan seperti itu. Aku salah satunya.” Sandra menghentak keras karbondioksida keluar dari celah mulutnya. Sandra berkacak pinggang. “Pergi sana … sebelum kutendang sekali lagi.” “Sialan.” Pria itu berusaha untuk berdiri tegak dengan menahan sakit di area sensitifnya. Dengan kulit wajah yang memerah, pria itu menatap semakin marah gadis ingusan di depannya. “Beraninya kamu.” Sandra menarik langkah ke belakang ketika melihat pria di depannya bergerak maju. Tersentak saat punggungnya menabrak sesuatu yang padat, Sandra refleks memutar kepala. Sandra belum sempat mengatakan apapun ketika ia merasakan tubuhnya di geser ke samping. Gadis itu mengerjap. “Pergilah. Aku tidak mau berbuat onar di tempat ini. Jangan mengganggu kami.” “Beraninya kamu menghalangiku. Perempuan itu kurang ajar.” “Kamu yang kurang ajar lebih dulu.” Beberapa orang berdatangan untuk melihat dua orang yang sedang berseteru. Rion menahan kepalan tangan yang terayun ke arahnya, lalu mendorongnya keras hingga tubuh pria yang berusaha untuk memukulnya terdorong beberapa langkah ke belakang. “Sialan.” “Sudah kukatakan aku tidak ingin berbuat onar. Jangan memaksaku.” Pria yang sedang marah setelah Sandra menendang k*********a itu kembali menarik langkah ke depan seraya mengangkat kepalan tangan kanan. Pria itu berteriak saat Rion sekali lagi menahan pukulannya. “Hei … hentikan. Jangan membuat onar di tempatku.” Seorang pria dengan rambut gondrong yang diikat, berlari menghampiri kerumunan, lalu mendorong tubuh Rion dan lawannya bersamaan. Rion mengibaskan tangannya. “Pria itu sudah kurang ajar pada istriku.” Sandra membuka mulut mendengar apa yang baru saja Rion katakan. Gadis itu sudah tidak lagi memperhatikan atau mendengar suara-suara di sekitarnya. Sepasang matanya tertuju pada sosok pemuda yang baru saja mengakui dirinya sebagai istri. Oh … Sandra ingin mengacungkan kedua ibu jarinya. Melihat ekspresi Rion saat mengatakannya, harus dia akui—akting Rion sangat bagus. Rion terlihat marah. “Bubar semuanya!” Sandra mengedip ketika merasakan sebelah tangannya ditarik. Sepasang kaki gadis itu dengan sendirinya bergerak mengikuti tarikan tangannya. “Duduklah.” Sandra mengedip beberapa kali sebelum kemudian mengikuti perintah Rion untuk duduk. Memutar kepala—suasana sudah kembali seperti sedia kala. Riuh suara orang-orang yang bercerita dengan teman-teman semeja mereka. Lalu suara tawa. Sementara dua orang penyanyi kembali menghibur dengan suara mereka. Sandra tidak tahu kapan Rion memesan makanan, saat tiba-tiba seorang pelayan dengan pakaian seksi dan sangat minimalis mendatangi meja mereka, kemudian memindahkan isi di atas nampan ke atas meja. “Makanlah. Kamu bilang lapar.” Sandra mengangguk. “Terima kasih, Suami. Sepertinya makanan di sini enak juga,” ujar Sandra sebelum menarik mendekat sepiring pasta yang dipesan Rion untuknya. Gadis itu langsung menyantap. Sesekali kepalanya terangkat kemudian sepasang matanya bergerak menyapu tempat itu. Kunyahan Sandra mulai memelan ketika melihat beberapa perempuan berjalan menghampiri meja-meja pelanggan sambil membawa botol minuman. Sandra menegakkan posisi duduknya. “Ah … jadi itu perempuan-perempuan cantik yang kamu bicarakan?” Kepala Sandra mengangguk. Harus dia akui, mereka memang cantik dengan tubuh molek. Sandra kemudian menoleh ke samping. Mengernyit melihat Rion sedang fokus dengan makanannya. “Kamu tidak ingin melihat mereka? Perempuan cantik versimu itu sudah keluar, Suami.” Sepasang alis Sandra terangkat. “Cepat habiskan makananmu. Setelah ini kita pulang.” “Hah? Kok pulang? Kita belum bersenang-senang. Bagaimana kalau kita ke hotel saja?” tanya Sandra yang membuat Rion tersedak. Sandra meringis melihat Rion buru-buru meraih gelas kemudian meneguk isinya. “Ayolah, Rion. Kamu tidak ingin menyia-nyiakan status suami istri kita, bukan? Jangan khawatir, aku akan mencari obat pencegah kehamilan.” Rion melotot dengan kulit wajah yang sudah berubah merah padam. Sandra tertawa. “Jangan bilang kamu anak baik-baik.” Sandra mendorong ke samping tubuhnya. Mengulum senyum sebelum kembali membuka sepasang bibir merahnya. “Jangan bilang kamu belum pernah menyentuh perempuan.” Sandra meluruskan posisi duduk kemudian berdehem begitu melihat ekspresi wajah Rion berubah. “Sepertinya kamu sangat ingin kusentuh. Atau ... memang kamu sudah terbiasa menawarkan tubuh pada para pria?” “Apa?” Sandra melotot. “Kamu pikir aku perempuan murahan?” “Itu yang terlihat olehku.” “Sialan kamu, Rion.” Sandra menatap kesal Rion. Dua detik selanjutnya Sandra menoleh. Mengedip melihat seorang perempuan menghampiri Rion. Mengisi gelas kosong dengan minuman yang dibawa, lalu dengan santainya perempuan itu duduk di pangkuan Rion. Kedua mata Sandra mengerjap sekali lagi kala melihat Rion hanya diam--tidak menolak perempuan itu. Sandra menelan saliva yang tiba-tiba terasa menggumpal dan keras. tarikan dan hembusan napas gadis itu semakin cepat. Suara degup jantungnya terdengar di telinganya sendiri. "Kita bersenang-senang malam ini, Rion." Kini bola mata Sandra membesar mendengar perempuan yang duduk di pangkuan Rion menyebut nama pria itu. Kedua tangan Sandra mengepal kuat. Gadis itu langsung beranjak dari tempat duduknya. "Dia suamiku, Sialan."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD