When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
. Lalu seperti adegan dalam drama-drama yang sering dipertunjukkan di pusat kota, adegan itu terjadi secara nyata pagi ini. Sebuah akhir yang telah diprediksi semua penonton namun tetap memuaskan untuk diikuti prosesnya. Naviza tersimpuh di hadapan Buros. Ujung pedang pria paruh baya itu menyandra leher Naviza dengan tatapan puas kemenangan. Seringainya terbentuk begitu lebar, menampakkan gigi-gigi putihnya yang rata melebihi silau matahari. Naviza terkunci. Lehernya terasa dingin. Tercekat oleh sebilah tajam yang sewaktu-waktu mampu mengiris nadi dan venanya dalam hitungan detik. Kedua tangannya terkulai lemas masing-masing di sisi tubuhnya sementara sebelah lututnya berdarah terkena sayatan. Dalam posisi ini pilihan terbaik yang dimilikinya adalah menyerah. Dia sudah kelelahan. Tubuhny