When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
. “Aku tak menyangka kau selugu ini, Naviza. Entah apakah perbuatanmu ini lugu atau terlalu bodoh. Kau pikir kau sehebat itu masuk dalam sarang harimau tanpa persiapan apapun? Apa gelar Migliore cukup untuk menyelamatkan nyawamu di sini? Sedikit pun tidak.” Mata Angkasa menatap lurus-lurus pada Naviza. “Seharusnya tak kuberikan informasi itu kepadamu.” Kalimat terakhir Angkasa menyumbat segala lubang yang mengepulkan asap kemarahan semenjak tadi. “Kau yang mengirim anak panah itu?” tanya Naviza. Angkasa hanya memberi jawaban lewat perubahan sorot matanya. “Kenapa memberitahuku? Aku yakin kau sudah tahu apa yang akan kulakukan,” tanya Naviza penasaran. Angkasa bergeming. Tarikan napas panjangnya menggerakkan rusuk serta pundaknya. Napas itu terhembus dengan tenang sepert