Mikaela terus menatap dirinya sendiri dicermin kamarnya. Kedatangan Marcel menimbulkan luka lama yang tak ingin dia ingat sama sekali. Sekelebatan ingatan-ingatan yang adalah sisi terendah kehidupannya muncul seketika. Mikaela tak dapat menahan air matanya yang mengalir begitu saja.
“Aku sangat membencimu Marcel Arya Buana!" gumamnya pada dirinya sendiri.
Flashback
Pesta besar di ballroom gedung terbesar dan terelit di Jakarta digelar meriah. Banyak undangan penting sudah berkumpul dan datang. Mikaela sedang berada diruang rias dengan wajah datarnya. Tiba-tiba suara ketukan pintu mengalihakan atensinya.
“Bilang kalau saya tak mau bertemu siapapun sampai acara ini selesai," ujar Mikaela diangguki oleh salah seorang ajudan wanitanya. Ajudannya pun membuka pintu kamar rias pengantin dan menemui orang yang mengetuk.
“Saya perlu bicara dengan Mikaela," kata pria itu yang tak lain adalah Marcel tapi sang ajudan menghalanginya.
“Maaf tuan, nona tidak ingin bertemu siapapun sampai acara," balas sang ajudan tetapi Marcel terus mendesak sampai akhirnya Mikaela sendiri datang dan menutup pintu kamar rias pengantin tanpa mendengarkan sedikitpun apa yang akan disampaikan Marcel.
“Nona, sepertinya tuan Buana ingin menyampaikan hal yang penting," ucap si ajudan tetapi diabaikan oleh Mikaela. Dia benar-benar tidak ingin mendengar apapun apalagi melihat pria itu.
“Biarkan saja, lagipula dia bisa bicara nanti. Saya perlu menenangkan diri," jawab Mikaela kembali duduk dan kembali dirias oleh make up artistnya. Setelah selesai, Mikaela menyuruh semua keluar dan tinggal dia sendirian.
“Kau bisa Mikaela! Kau pasti bisa!Kau yang akan menang disini, tenang saja! Tidak akan terjadi apapun. Setelah ini, aku akan buat perjanjian supaya pernikahan ini tidak perlu berjalan lama,” gumam Mikaela sendiri sambil menatap wajahnya di cermin rias.
Beberapa saat kemudian, sang ayah mengetuk pintu kamar riasnya. Mikaela tahu kalau ini sudah saatnya untuk bersiap menuju altar. Mikaela sekali lagi menatap wajahnya di cermin dan berupaya memasang wajah bahagia.
“Kau gugup, sayang?” tanya ayahnya.
“Ya, sedikit” jawab Mikaela dibarengi senyuman palsunya. Merekapun berjalan menuju ballroom. Saat mereka bersiap dipintu ballroom dan akan berjalan, semua orang dibuat kebingungan. Sang pengantin pria belum ada dialtar. Semua orang tengah sibuk mencari keberadaan Marcel yang seharusnya sudah stand by di altar untuk segera melaksanakan upacara pernikahan.
“Pa, ini kabar buruk! Marcel sepertinya menghilang,” Bisik Heinry yang adalah kakak lelaki Mikaela. Mikaela mendengar bisikan mereka langsung terkejut dengan apa yang terjadi. Mikaela mengepalkan kuat tangannya karena emosi dipermalukan oleh Marcel.
“Si s****n itu! Apa yang sebenarnya dia inginkan? Dimana Elmand Buana?” marah Adinata Djuanda karena merasa dipermalukan disini. Dia berjalan dengan penuh amarah menuju keluarga Buana.
“Apa yang dilakukan putramu hah?! Kau sengaja mempermalukan keluarga Djuanda? Kau tidak sadar berurusan dengan siapa, b******k?” Adinata mencengkram kerah baju Elmand.
“Maaf tuan Djuanda, tapi kami sama sekali tidak tahu kalau Marcel akan berbuat nekad seperti ini," bela Elmand yang sama terkejutnya juga.
“Ka-kami akan kerahkan banyak orang untuk menemukan Marcel tuan Djuanda. Saya mohon jaga kehormatan anda dengan tidak bersikap kasar didepan umum," Ribka berusaha memperbaiki suasana. Akhirnya, Adinata melepas kerah baju Elmand dan terduduk karena shock dan merasa sangat dipermalukan disini.
Mikaela masih berdiri ditempatnya. Dia sempat berpikir tentang apa yang sebenarnya ingin Marcel sampaikan tadi. Dia menyesal tidak mendengarkan pria itu sehingga semuanya jadi begini.
‘Apa tadi dia ingin mengatakan untuk membatalkan pernikahan ini?Apa dia tidak sadar siapa yang dia jadikan korban disini? s**l, apa dia sengaja mempermalukan kami ’ pikir Mikaela dengan penuh rasa kekesalan dan kecewa.
‘Ah, tapi bagus juga. Aku tidak perlu melakukan perceraian dan menyandang status janda’, dia berpikir lagi lagi kalau hal ini juga menguntungkan baginya. Acara pernikahan yang megah itupun menjadi bisikan para kolega bisnis yang benar-benar mencoreng nama keluarga Djuanda dan Buana.
Beberapa Minggu setelah itu, Mikaela merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Dia selalu merasa pusing dan lemas akhir-akhir ini. Bahkan selalu muntah dipagi hari.Yang paling anehnya, haidnya sudah telat beberapa Minggu ini. Karena merasa curiga, diapun pergi diam-diam ke apotek membeli alat test kehamilan. Mikaelapun diam-diam mengetes apakah dia hamil atau hanya sedang ada masalah dengan siklus haidnya.
“Ti-tidak mungkin! I-ini tidak mungkin!” Mikaela shock dengan hasil testpack itu yang menunjukkan dua garis yang berarti dia positif.
“Hah, ini pasti salah! Aku akan coba dengan merk yang lebih bagus lagi! Benda ini harus disingkirkan, tidak ada yang boleh tahu. Nanti ada yang salah paham," gumamnya lagi sambil menyembunyikan testpack itu didalam tas kerjanya. Mikaela pun membeli beberapa testpack lagi dan mencoba semuanya. Dan hasilnya sama saja.
“Ini gila! Bagaimana bisa begini? A-aku tidak ingin mengorbankan nama baikku! Aku harus…menyingkirkan anak ini," tekad Mikaela.
Setelah itu, Mikaela diam-diam membeli obat penggugur kandungan. Dia takut aborsi di Rumah Sakit karena kemungkinan ketahuan oleh keluarganya. Tapi Mikaela benar-benar tak ingin menanggung beban itu sendirian. Beberapa saat setelah dia meminum obat itu, tiba-tiba perutnya sakit dan keluar darah diantara pahanya.
“Ti-tidak! Ini sa-sakit sekali! Tolong!!” Mikaela berteriak dari kamarnya. Teriakan itu mengalihakan perhatian Heinry, kakaknya dan Anyelir kakak iparnya untuk berlari ke kamarnya. Sesampainya dikamar Mikaela, Heinry sangat terkejut melihat Mikaela sudah pingsan dikamarnya dengan darah diantara kaki sang adik.
“Cepat ambil mobil, kita harus ke Rumah Sakit," Heinry bertindak sigap melihat kondisi adinya.
RUMAH SAKIT CENDANA
“Dia berusaha menggugurkan kandungannya dengan obat yang sangat keras. Dia mengabaikan dampaknya dan akhirnya dia mengalami pendaraha hebat”, jelas sang dokter.
“Apa? Menggugurkan kandungan? Jadi, bagaimana kandungannya dok?” tanya Anyelir.
“Dia sedang diperiksa oleh ahli kandungan, jadi kita akan mendengar hasilnya sebentar lagi” jelas sang dokter yang adalah dokter IGD. Heinry dan Anyelir duduk berusaha menenangkan diri karena shock.
“Aku gak pernah duga Mikaela menyimpan rahasia sebesar ini sendirian.Ini benar-benar aib keluarga! Kalau aku tahu siapa yang melakukan itu padanya, akan kuhabisi dia,"kata Heinry dengan penuh kemurkaan.
“Sayang, tenanglah.Kita doakan yang terbaik buat Kaela. Dia juga pasti shock dengan kejadian ini. Dia bingung gak tahu mesti berbuat apa. Kita doakan yang terbaik ya buat Kaela.” Anyelir berusaha menenangkan suaminya. Tak lama, dokter ahli kandungan yang memeriksa Mikaela keluar dan langsung disamperin oleh Heinry dan Anyelir.
“Bagaimana adik saya dokter?” tanya Heinry khawatir.
“Tenanglah pak, dia sudah kami bius agar tertidur sampai nanti malam. Dan kandungannya cukup kuat sehingga tidak terjadi apapun. Ya, kandungannya baik-baik saja. Obat itu menyerang bagian lain dari rahimnya tapi tidak melukai janinnya. Ini berarti, rahim Nona Mikaela sangat kuat untuk melindungi anaknya dan sepertinya anak itu benar-benar ingin hidup dan mempertahankan dirinya.” jelas sang dokter membuat Heinry dan Anyelir bernapas lega.
Mereka menunggu dirumah sakit sampai malam. Adinata kemudian datang ketika Heinry mengabarkan tentang keadaan Mikaela saat ini. Dia sangat khawatir tentang keadaan anaknya itu.
“Kaela, kamu sudah sadar?” Anyelir melihat Mikaela sudah membuka matanya. Mikaela tersadar dan melihat keluarganya disekelilingnya. Mereka sadar keadaan Mikaela masih lemah untuk terus ditanyai mengenai anaknya itu, jadi mereka diam saja.
“Apa yang terjadi padaku?” tanya Mikaela lemah.
“Kamu pendarahan, tapi syukurlah kandunganmu baik baik saja” jawab Anyelir membuat mata Mikaela melotot tak habis pikir.
‘Padahal aku hampir mati, anak itu sama sekali tidak kenapa-napa?’, pikir Mikaela.
“Istirahatlah, kita akan pulang besok. Jangan bebani pikiranmu, nak," titah Adinata pada Mikaela.
Keesokannya, mereka pun pulang ke mansion mereka. Tiba-tiba, Adinata menarik Mikaela ke ruang kerjanya diikuti Heinry. Tiba-tiba ‘PLAK’!, Adinata menampar Mikaela dengan cukup keras sampai membuat putrinya itu tersungkur ke lantai.
“Papa!” Heinry langsung mencoba membantu Mikaela tapi ditolak oleh adiknya itu.
“Keluarga kita sudah malu karena pernikahanmu gagal! Sekarang kamu mau buat malu lagi dengan hamil diluar nikah dan membunuh anakmu? Kau ini manusia atau bukan, hah? Siapa yang melakukan ini?!”, tanya Adinata murka tapi dibalas kebungkaman oleh Mikaela.
“Kenapa diam?! Jawab!”bentaknya lagi pada Mikaela hanya dibalas tangisan oleh putrinya itu.
“Pa, jangan terlalu keras” pinta Heinry.
“Inilah akibat aku tidak pernah tegas dan terlalu sayang padamu Mikaela. Kau tidak pernah memikirkan orang lain. Kau egois!” ucap ayahnya lagi.
“Papa lah yang egois! Hiks…! Kalau ayah tidak pernah menjodohkanku dengan Marcel Buana itu semua ini tidak akan terjadi! Kita gak akan malu dan aku gak akan hamil! Papa pikir aku mau menanggung semuanya sendirian? Aku punya harga diri! Apa kata orang tentangku nanti hiks…! Ini salah ayah tidak mendengarkanku hiks…” Mikaela membela dirinya.
“Apa? Ini artinya, ayah anak ini adalah Marcel Arya Buana itu? Bagaimana bisa dia meninggalkanmu setelah membuatmu hamil begini? b******n itu harus diberi pelajaran!”marah Heinry ketika mengetahui kebenaran tersebut.
“Kita harus meminta pertanggung jawaban keluarga Buana. Mereka harus menjadikanmu sebagai menantu keluarga itu. Kalau tidak, akan kucari dan kubawa kepala si Marcel itu kedepan si Elmand Arya Buana itu!” putus Adinata tegas.
“Jangan, pa!Aku tidak mau terikat dengannya dan keluarga itu," ucap Mikaela tak terima dengan keputusan Adinata.
“Kau tidak ingin dikucilkan, kan? Kau harus tetap melahirkan anaik itu! Jangan berpikir untuk membunuhnya! Kau harus tetap menjaga image baikmu segai seorang Dosen Junior muda di Universitas Esa Unggul. Jangan jatuhkan martabat keluarga kita, Mikaela," titah sang ayah membuat Mikaela tak mampu berkutik sedikitpun.
Mereka melakukan pertemuan dengan keluarga Buana. Adinata berusaha menyudutkan keluarga itu agar mereka menerima dan mengakui anak yang dikandung oleh Mikaela adalah anak dari Marcel dan memiliki darah Buana. Tentu saja, Elmand dan Ribka tak langsung percaya.
“Marcel bukan orang yang seperti itu tuan Djuanda. Sebagai ibunya, saya sangat mengenal Marcel. Dia itu memiliki attitude dan tingkat kesopanan yang tinggi," bela Ribka tak terima dengan penyudutan yang dilakukan Adinata.
“Apakah orang yang anda bilang punya attitude dan sopan itu mempermalukan dan mencoreng nama keluarganya sendiri? Cih! Memalukan sekali anakmu itu Nyonya Buana! Mungkin saja sebenarnya kau yang tidak mengenal anakmu sendiri," balas Adinata dengan nada mengejek.
“Apa buktinya kalau putrimu memang mengandung anak dari Marcel?” tanya Elmand memastikan. Dia tahu kalau Adinata Djuanda bukanlah orang sembarangan yang bisa dia abaikan begitu saja. Elmand harus berhati-hati disini.
“Tuan dan nyonya, kalian bisa membunuhku kalau seandainya anak ini lahir dan memang bukan anaknya Marcel. Bukannya dengan berkata begitu, kalian sedang mempertanyakan kehormatan seorang putri Keluarga Djuanda yang terhormat? Kami sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kami. Sayapun mempertaruhkan nyawa saya untuk membela kehormatan saya," tegas Mikaela membuat Elmand dan Ribka benar terdiam. Tapi sejujurnya, Ribka tak terima tuduhan seperti itu dilontarkan pada Marcel, putranya sekalipun memang Marcel sudah mempermalukan mereka.
“Kalau anda wanita terhormat, kenapa kau menyerahkan kehormatanmu sebelum menikah pada Marcel? Kau mungkin wanita serakah yang ingin memonopoli keluarga kami karena tahu sebenarnya Marcel tidak menginginkanmu," sindir Ribka membuat emosi Adinata dan Mikaela.
“Menyerahkan katamu? Si b******k itu yang merenggutnya dariku! Dia mabuk karena kalian memisahkannya dari kekasihnya dan dia menganggapku kekasihnya lalu melakukan itu padaku hiks…! Kalau saya sangat menginginkan pernikahan ini, saya sudah mengancamnya dengan kejadian malam itu! Tapi saya memilih diam karena saya juga tak ingin terikat dengan keluarga kalian! Dan kehamilan ini…saya tidak tahu saya hamil karena kejadian itu adalah seminggu sebelum pernikahan. Mana saya tahu kalau saya hamil. Jadi, jaga mulut anda! Tenang saja, saya tidak akan menyentuh harta kekayaan kalian itu!" Mikaela mengeluarkan semua unek-uneknya dengan marah didepan Ribka dan Elmand. Mendengar itu, Elmand maupun Ribka tak mampu membela diri lagi.
“Kalau kalian masih keras tengkuk, aku akan menugaskan semua bawahanku untuk menemukan putramu, hidup ataupun mati. Lalu aku akan menyerahkan kepalanya didepan umum dan mengatakan bahwa keluarga Buana adalah keluarga tidak tahu malu dan menjijikkan!" ancam Adinata.
“Tidak perlu sampai seperti itu, Tuan Djuanda kami akan dengan senang hati mengambil Mikaela sebagai menantu kami. Bukan saja menantu, tapi putri kami. Ini memang salahnya Marcel dan kami memang harus mempertanggung jawabkan perbuatan anak itu. Tolong jagalah hubungan baik kita Tuan Djuanda," Elmand berusaha membujuk Adinata untuk memperbaiki keretakan hubungan dan tentunya ini demi bisnis dan nama baik. Akhirnya, merekapun mengurus surat-surat untuk mengesahkan Mikaela sebagai menantu mereka. Jadi, secara hukum Mikaela Cassandra Djuanda adalah istri dari Marcel Arya Buana.
Selama berbulan-bulan, Mikaela menjalani kehamilannya sendiri. Memang ada Ribka dan para pelayan yang membantunya, tapi tetap saja kehamilan tanpa suami itu sangat menyiksa seakan-akan hanya dia yang menginginkan anak itu. Mikaela terdiam sambil memandangi foto keluarga Buana yang sebesar 50 inci. Dia terus memandangi wajah Marcel dengan penuh kemarahan dan dendam. Tapi entah kenapa, meski begitu rasanya dia harus melihat wajah pria itu setiap hari.
‘Apa ini bawaan anak ini? Apa dia akan sangat menyayangi ayahnya? Ini tidak adil! Padahal akulah yang memperjuangkan kehidupannya’ Mikaela membatin kesal sambil memegang perutnya yang sudah membuncit. Ribka yang memperhatikan menantunya sedang memandangi foto Marcel langsung mendatanginya.
“Itu biasa bawaan wanita hamil. Saat hamil, seorang wanita bisa sangat mengingini suaminya bahkan bergantung padanya. Itu adalah bawaan dari anak itu," ucap Ribka dan hanya dibalas senyum tipis oleh Mikaela.
“Bu, saya ingin istrirahat dulu," izinnya diangguki oleh Ribka. Melihat itu, Ribka semakin yakin bahwa anak itu memanglah anak dari Marcel.
‘Kau benar-benar membuat kesalahan besar anakku. Kau akan menyesalinya’ Ribka membatin sedih dengan kondisi menantunya.
Waktu terus berlalu sampai tibalah saat Mikaela melahirkan anaknya. Dia memilih melahirkan dengan normal karena itulah yang di program dan disarankan sejak awal. Dengan penuh perjuangan, Mikaela berusaha melahirkan anaknya tanpa sosok ayah dari anaknya itu.
“Oeee….oee!" tangisan bayi itu pertanda bahwa Mikaela sudah berhasil melahirkan anaknya. Diapun disuntik tidur untuk istirahat dan memulihan tenaganya. Keluarga Buana dan Djuanda langsung melihat bayi itu didalam box bayi.
“Nyonya Buana melahirkan seorang putri yang cantik dan juga sangat sehat,"ucap sang bidan. Ribka dan Anyelir langsung sangat ingin menggendong bayi itu tapi dihalangi oleh Adinata.
“Ibunyalah yang harus pertama menggendong bayinya," ujarnya membuat kedua wanita itu cemberut.
“Mana ayahnya? Harusnya ayahnya ada disini kan?” tanya seorang perawat membuat semua orang disitu menatap garang dan tidak suka.
“Tolong uruslah urusanmu, jangan banyak bertanya,”jawab Elmand ingin membuat sang perawat ketakutan. Ribka terus memerhatikan anak itu dan yang benar saja, bayi itu mirip dengan ayahnya, Marcel. Rambut Marcel berwarna hitam legam dan matanya juga hitam legam, sedangkan rambut Mikaela pirang kecoklatan dan matanya coklat.
‘Dia benar-benar darah dagingmu, nak. Darah daging keluarga Buana’ batin Ribka. Tak lama Mikaela sadar, merekapun membawakan bayi perempuan itu padanya. Mikaela menggendongnya dengan penuh kasih sayang. Dan saat menatap anaknya, Mikaela langsung teringat pada Marcel.
“Aku sudah putuskan namanya” gumam Mikaela.
“Siapa?”, tanya mereka penasaran.
“Selena dan tentu saja digabung dengan nama keluarga Buana,ya jadinya Selena Buana,” jawab Mikaela.
“Itu terlalu singkat, bagaimana kalau Selena Marcella Buana," saran Ribka menyisipkan nama putranya dinama cucunya itu. Mikaela hanya diam tapi tak lama dia mengangguk setuju.
‘Bagaimanapun ini darah dagingnya juga, kan? Tapi tetap saja, dia hanya akan menjadi anakku’ batin Mikaela.
End Of Flashback
“Kenapa tidak memberi tahuku dari awal?” kedatangan Marcel di kamar Mikaela membuat lamunan wanita itu buyar.
“Tidak ada yang tahu tentang kehamilannya dalam waktu seminggu," jawab Mikaela tanpa berbalik menghadap Marcel.
“Tidak ada yang memberitahuku soal ini selama bertahun-tahun. Bagaimana mungkin?” tanya Marcel lagi tak habis pikir bagaimana keluarganya membiarkan masalah ini selama bertahun-tahun.
“Aku yang tidak ingin kau tahu. Aku tidak ingin bersamamu, itu saja. Aku sudah bahagia dengan Selena. Kami tidak membutuhkanmu. Urus saja si Michelle itu, tak usah pedulikan kami," jawab Mikaela tak acuh.
“Bisa-bisanya kau bicara seperti itu Mikaela," Marcel mulai emosi menghadapi sikap sombong yang sedari tadi ditunjukkan oleh Mikaela.
“Jadi, kau ingin aku bagaimana,hm? Memohon minta belas kasih supaya mendapatkan pertanggung jawaban? Tidak akan! Lagipula, ini bukan salahku. Ini jelas-jelas salahmu. Kau tidak berhak marah padaku," balas Mikaela sambil beranjak menuju ranjangnya.
“Ya, ini memang salahku. Aku akan bertanggung jawab. Aku tidak akan meninggalkanmu dan Selena. Dan soal Michelle…”
“Cukup! Keluarlah! Aku tidak mau mendengarkan apapun darimu. Aku lelah dan ingin tidur," usir Mikaela sambil memotong perkataan Marcel.
“Mikaela, ini kamarku sebelum kau ada disini. Apa hakmu mengusirku?” balas Marcel kesal dengan sikap Mikaela. Sejujurnya, Mikaela sangatlah cantik dari segala sisi tapi dari luar. Saat pertama mengenal Mikaela, gadis itu sangat sombong dan egois dua sifat yang sangat dibenci oleh Marcel dari seorang wanita.
“Benar juga ya. Tidur saja, kau juga suamiku, kan? Tidak usah ragu!”kata Mikaela dengan nada mengejek. Marcel yang tidak ingin berdebat memilih pergi dan tentu saja tidur dikamar tamu.
***