"Kenapa kau diam saja? Pergilah, jika kau memang ingin pergi. Jangan berdiri di sini dan malah mengganggu pandanganku!"
Birru sengaja mendesak Prisma agar bergegas pergi. Andai wanita yang berusaha mendekatinya bukan Prisma melainkan wanita lain. Andai sifatnya tidak keras kepala dan berbeda dengan wanita lain. Mungkin sejak di taman tadi Birru sudah bertindak kejam. Mengusirnya dengan cara yang sangat tidak manusiawi seperti perempuan lainnya.
"Atau kau mau tidur denganku?" Seringaian tipis muncul di wajah tampan Birru.
"Aku ... maaf, aku harus pulang. Ada hal penting yang harus aku urus," ujar Prisma dengan kepala tertunduk. Sesaat kemudian, ia mendorong kursi ke belakang dan melangkah pergi.
Meski hati menolak, tetapi pikiran menerima. Meskipun hati dan pikirannya tidak sejalan, akal sehatnya memilih untuk pulang dan akan memikirkannya nanti setelah pikiran jernih. Entah nanti akan kembali menemui Birru atau justru mencari pria lain yang mungkin bisa membantunya. Hal itu akan dipikirkan setelah merasa jauh lebih tenang.
***
Beberapa hari kemudian, Prisma sudah merasa lebih baik. Menghabiskan waktu di rumah dengan bermain biola dan sesekali belajar tentang bisnis. Setelah merasa bosan, ia pergi ke pusat perbelanjaan sekedar ingin mencuci mata.
"Ah, sial! Kenapa aku harus bertemu dengan Carl, sih?" umpat Prisma kesal.
Melihat sepasang pengantin baru sedang berjalan ke arahnya membuat Prisma bergerak cepat ke sisi kerumunan. Membungkuk dan menutupi wajahnya dengan tas. Jangan sampai mantan suaminya melihat dan salah paham.
"Kenapa kau bersembunyi? Apa kau takut ketahuan telah membuntutiku?" tanya Carl mengejek. Tangan yang semula menggandeng kini beralih menyentuh pinggang sang istri dengan mesra, seolah ingin menunjukkan betapa ia sangat mencintai istri barunya
Eleanor menatap Prisma dari atas ke bawah. Terakhir kali melihat, penampilan Prisma sangat kampungan. Terlihat sangat kurus, kusam, dan tidak terawat. Pakaiannya kucel terlihat seperti asisten rumah tangga sungguhan. Namun, kenapa hari ini Prisma terlihat sangat cantik?
Tiba-tiba, Eleanor melirik ke arah suaminya yang menatap Prisma fokus. Entah mengapa, ada perasaan tidak nyaman di hatinya takut Carl akan menyesal menceraikan Prisma..
Sementara itu, Prisma terpaksa keluar dari persembunyian. Merapikan rambut dan ekspresi wajahnya sedatar mungkin. Melirik ke arah pinggang Eleanor dan tersenyum dingin. Jika dulu, mungkin hati Prisma akan serasa diremas-remas. Namun sekarang, ia justru merasa jijik.
"Untuk apa aku membuntutimu? Aku ke sini karena ingin berbelanja. Sudah dua tahun aku hilang akal dan saatnya menyadarkan diri."
Prisma melipat kedua tangannya di perut dan menurunkan kacamata hitam yang semula dinaikkan ke kepala. Perasaan cinta yang semula begitu besar, ternyata bisa hilang dalam sekejap mata. Cintanya pada Carl kini benar-benar berubah menjadi kebencian.
"Kau pikir aku percaya?" tanya Carl sinis.
"Terserah kau mau percaya atau tidak, aku sama sekali tidak peduli." Prisma mengibaskan rambut panjangnya, mengulas senyum, dan melambaikan tangannya pergi.
"Prisma, tunggu!" teriak Carl tidak terima karena ditinggal begitu saja.
Sepertinya, harga diri seorang Carl Bright ternoda lagi karena Prisma meninggalkannya sebelum pembicaraan berakhir. Ya, seharusnya Carl yang lebih dulu pergi dan bukan Prisma.
Alih-alih berhenti, Prisma justru melangkah cepat dengan tangan kanan yang diangkat dan dilambaikan. Wanita itu terlihat lebih bebas dan tidak mengenal rasa takut.
"Sudah, Carl. Kau ini apa-apaan, sih?! Kenapa kau terlihat masih sangat peduli dengan mantan istrimu?" tanya Eleanor geram.
Sejak tadi, ia diam bukan berarti tidak peduli. Ia memperhatikan setiap detail interaksi dan gerakan yang suaminya tunjukkan.
"Apa, peduli? Hahaha ... apa kau gila? Jangan konyol, Sayang." Carl tertawa terbahak-bahak tidak habis pikir dengan pemikiran istrinya.
"Kalau tidak, kenapa kau bersikap seolah kau peduli padanya?" tanya Eleanor bersikeras.
"Kau salah paham, El. Prisma itu sangat mencintaiku dan aku yakin keberadaan dia di sini karena mengikutiku. Jadi--."
Carl berusaha menjelaskan, tetapi sepertinya Eleanor telah salah paham. Wanita itu memotong ucapan suaminya menggebu. Pikirannya dipenuhi dengan Carl yang masih mencintai Prisma.
"Cukup! Aku mau pulang saja!" potong Eleanor kesal.
Bisa-bisanya Carl mempedulikan mantan istrinya di depan istri barunya. Seharusnya ia berpura-pura tidak melihat saja demi menjaga perasaan Eleanor. Ini malah bersikap seolah tidak terima ketika ditinggal Prisma pergi.
"Loh, katanya mau belanja? Kau bahkan belum membeli satu barang pun," tanya Carl bingung.
Sebelumnya, Eleanor begitu bersemangat. Meminta agar dibelikan pakaian, tas, dan sepatu edisi terbatas. Akan tetapi, wanita itu berubah pikiran dalam sekejap.
"Tidak jadi, aku mau pulang saja!" sahut Eleanor ketus.
"Jadi, apa kau cemburu, hum?" Carl menyentuh dagu Eleanor dan tersenyum menggoda.
Biasanya, Eleanor memang selalu cemburu ketika Carl akan pulang ke rumah. Pikirannya melayang di mana pria itu dan Prisma akan tidur di kamar yang sama. Padahal sudah sering Carl jelaskan bahwa Prisma hanya memegang status, tetapi tidak hati dan tubuhnya.
"Tidak. Untuk apa aku cemburu?" Eleanor menepis tangan Carl. Melangkah cepat dengan bibir mengerucut.
"Sumpah, aku tidak pernah perduli atau memiliki perasaan apa pun pada Prisma. Kau tahu segalanya dan tidak seharusnya marah," ujar Carl berusaha menjelaskan.
Entah harus berapa kali ia menjelaskan dan lagi-lagi Eleanor akan cemburu pada hal yang sama sekali tidak perlu. Cintanya tulus sampai-sampai ia rela merebutnya dari tangan dingin Birru Keldeo.
"Ayolah, Sayang, jangan marah. Atau kau mau aku ajak belanja di butik langganan Mama?" bujuk Carl.
Wajah cantik Eleanor bersinar dengan kedua sudut bibir yang naik sempurna. "Mau, Sayang, mau sekali."
"Ya sudah, ayo. Kau bisa ambil apa saja yang kau inginkan," kata Carl mengecup puncak kepala Eleanor.
"Terima kasih, Sayang," balas Eleanor sambil memeluk erat suaminya.
Akhirnya, Carl dan Eleanor pergi setelah berbaikan. Sepertinya, wanita itu sudah terbiasa dibujuk dengan barang. Buktinya hanya dalam satu kali bujukan sudah langsung tidak marah lagi.
Sementara di balik dinding, Prisma tersenyum menyeringai. Sejak tadi, ia mendengar semua percakapan Carl dan Eleanor. Kini, ia memiliki cara untuk menghancurkan pernikahan sepasang penghianat itu. Hanya perlu membuat Eleanor cemburu dan mereka akan bertengkar.
"Ah, aku jadi ingin belanja."
Prisma berjalan sambil bersenandung. Masuk ke beberapa toko pakaian dan membeli cukup banyak baju, dua set hak tinggi, dan tas keluaran terbatas.
"Ternyata dua tahun tidak pernah keluar rasanya sangat menyegarkan. Apalagi belanja sebanyak ini, rasanya benar-benar lebih dari menyenangkan" gumamnya tersenyum cerah sambil menenteng banyak paper bag.
Sampai di parkiran, ia memasukkan semua belanjaan ke dalam mobil. Seperti kebiasaan, akan ada telepon masuk dan itu selalu dari Hades.
"Temani aku main tenis. Malas sekali kalau tidak ada lawan yang sebanding."
"Maaf, aku sibuk," tolak Prisma malas.
"Sibuk apanya? Memangnya kau pikir aku tidak tahu keberadaanmu sekarang? Cepat ke sini atau aku akan memblokir nomor teleponmu."
Hades merupakan pria yang pandai melacak tempat, atau lebih tepatnya dia seorang hacker. Jadi, ia bisa tahu keberadaan Prisma kapan pun dan di manapun. Jika ia memblokir nomor Prisma, otomatis wanita itu tidak akan bisa meminta bantuan apa pun lagi darinya.
"Iya-iya, aku ke sana sekarang juga. Dasar menyebalkan!" ketus Prisma.
Mau tidak mau, ia pergi ke lapangan tenis. Padahal ia ingin segera pulang dan beristirahat. Apalagi waktu menunjukkan pukul tiga dan beberapa jam lagi malam tiba. Namun sayangnya, Hades tidak membiarkannya bersantai di rumah.
Sebelum benar-benar pergi, Prisma kembali ke dalam untuk membeli pakaian olahraga. Setelah itu, ia melajukan mobilnya menghampiri sang sahabat.
"Aku ganti baju dulu!" teriak Prisma sambil mengangkat paper bag.
"Jangan lama-lama!" balas Hades berteriak.
Prisma pun masuk ke dalam ruang ganti. Mengganti rok, tenktop, topi, dan sepatu putih. Setelah itu, ia langsung keluar tanpa memperhatikan jalan hingga menabrak seseorang.
"Maaf, maaf aku tidak sengaja," ucap Prisma sambil membungkukkan tubuhnya.
Melihat tidak ada respon apa pun membuat wanita itu mengangkat pandangan. Lalu, ia dikejutkan dengan sosok yang ia tabrak. Reflek, melangkah mundur dengan manik mata terbelalak. Pria dingin yang akhir-akhir ini menggerilya di pikirannya.
Dengan raut dingin, ia berkata, "Ternyata kau masih berani mengikutiku."
"Tidak, kau salah paham. Aku ke sini karena Hades mengundangku." Prisma mengayun tangannya panik.
"Atau jangan-jangan kau sudah memutuskan untuk tidur denganku?"
Birru melangkah maju membuat Prisma melangkah mundur. Tidak sengaja, tubuh wanita itu mendorong pintu hingga terbuka. Kini, keduanya sudah ada di dalam ruang ganti wanita. Birru mengunci tubuh Prisma dan memiringkan kepalanya.
"Mau berbuat yang tidak-tidak jangan di sini, menggelikan!" ujar seseorang sinis sambil melangkah keluar.
Prisma merasa terganggu dengan teguran itu, tetapi merasa tertolong karena berpikir Birru mau melepaskannya. Namun, pria itu hanya terdiam beberapa saat dan kembali melanjutkan aktivitasnya. Memajukan wajahnya dan menatap bibir Prisma lekat.