8. Aroma Maskulinnya Cukup Familiar

1119 Words
Prisma gemetar ketakutan, bola matanya bergerak ke sana ke mari barang kali ada seseorang yang bisa dipintai pertolongan. Entah mengapa setiap kali bertemu dengan Birru, ia harus memaksa otaknya untuk bekerja keras. Memikirkan cara agar bisa lolos dari cengkeraman pria tanpa celah itu. Sepersekian detik kemudian, Prisma menyusutkan tubuhnya dan menunduk. Melirik ke sisi kanan-kiri dan melihat ada kesempatan. Kemudian, ia berjongkok dan melewati lengan Birru. "Maaf, Tuan Keldeo, aku harus bergegas menemui temanku," ujar Prisma sebelum akhirnya berlari keluar. Birru tersenyum menyeringai. Sejak tadi, ia hanya main-main saja. Sengaja ingin mengerjai Prisma sampai ketakutan. Namun ternyata, wanita itu malah berhasil kabur. Ia menggeleng pelan dan ikut melangkah keluar. Menatap punggung tegak Prisma dan menatap wajah khawatirnya yang sesekali menoleh ke belakang. "Kenapa kau lama sekali? Aku bisa jamuran kalau menunggumu sedikit lebih lama lagi," tanya Hades mengeluh. "Jangan banyak mengeluh!" seru Prisma kesal. Andai Hades tidak memaksanya datang, mungkin saat ini ia sedang berbaring di ruang santai sambil menonton drama. Menikmati keromantisan sepasang kekasih di layar kaca. Bukannya malah bertemu dengan Birru dan dibuat tidak bisa berkutik seperti ini. "Ada apa? Kenapa kau terlihat sangat ketakutan?" tanya Hades, melihat ada sesuatu yang salah dengan sahabatnya. Lalu, ia bergerak mengikuti arah pandang Prisma dan menemukan Birru di sana. "Birru Keldeo? Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan?" tanya Hades penasaran. Selama ini, Prisma tidak pernah menyembunyikan masalah sekecil apa pun darinya. Bahkan dari mereka masih kecil sampai dewasa. Namun, setelah resmi bercerai, Prisma seolah berubah menjadi wanita yang tertutup. Selalu menghindar ketika ia bertanya dengan alasan akan menjelaskannya nanti. "Abaikan saja. Ayo, kita main," sahut Prisma datar. "Bagaimana bisa? Kau memintaku untuk mencari tahu informasi pribadi dan jadwal Birru Keldeo, tapi ketika ditanya tidak mau jawab," tanya Hades kesal. "Aku bilang, aku akan jelaskan nanti. Sekarang kita main saja dan yang kalah harus traktir makan." Prisma meraih tangan Hades dan menariknya ke lapangan. "Baiklah." Berhubung ada Birru di sana, jadi Hades akan menyimpan rapi pertanyaannya. Nanti setelah keluar, baru akan menginterogasi Prisma sampai semuanya terungkap. Hades meraih raket dan menyerahkannya pada Prisma. Lalu, ia berjalan ke sisi lain dengan membawa raketnya. Tidak lama kemudian, mereka mulai fokus bermain. Mengayun tangan kuat-kuat, mengirim bola agar dapat mencetak angka. Sementara di luar lapangan, Birru nampak terkejut dengan kelincahan Prisma. Ternyata selain pandai bermain biola, wanita itu juga pandai bermain tenis. Selain ini, kira-kira hal apa lagi yang Prisma kuasai? "Permainannya cukup bagus," puji Birru menatap kagum Prisma. Perlahan, ia mencari posisi nyaman. Duduk di kursi sambil mengangkat kaki dan pandangan yang tidak bisa teralihkan. Sosoknya yang tampan dengan balutan kaos, celana, dan topi serba hitam membuatnya terlihat lebih memesona. Tujuannya ke sana untuk menyalurkan hobinya pun sedikit terlupakan. Ya, hampir setiap satu minggu sekali Birru akan pergi untuk bermain tenis. Terkadang, ia akan mengajak sekretarisnya atau mengajak rekan kerjanya. Tidak jarang pula ia bermain sendiri hanya dengan lawan mesin yang melempar bola. "Kau kalah, Hades. Cepat rapikan bola-bola ini dan pergi mencari restoran mahal setelah ini." Prisma menunjuk Hades menggunakan raket. Suaranya terdengar sangat bersemangat dan tidak sabaran. "Sial!" umpat Hades kesal. Bisa-bisanya ia kalah dari Prisma yang jelas-jelas jarang sekali bermain. Entah dari mana datangnya semangat menggebu wanita itu. "Jangan mengumpat, Hades. Akui saja kekalahanmu dengan jantan," kata Prisma memprotes. "Iya, bawel," sanggah Hades ketus. Dengan langkah berat, ia mendorong troli. Membungkuk untuk meraih bola satu per satu dan memasukannya ke dalamnya. Sementara Prisma, ia sengaja menendangi bola-bola itu menjauh dari Hades. Ia sengaja ingin mengerjai sahabatnya agar semakin kelelahan. "Hentikan, Prisma!" seru Hades. "Memangnya apa yang aku lakukan?" tanya Prisma berpura-pura bodoh. Ia berdiam diri ketika Hades menatapnya. Hades hanya bisa menghela napas berat. Kembali memungut bola hingga troli terisi penuh. Lalu, mengambil troli lain karena masih banyak bola yang berserakan. Namun, tiba-tiba sudut bibirnya terangkat sebelah. Pria tampan dengan keringat yang membasahi tubuhnya itu berlari ke arah Prisma sambil berteriak, "Awas kau, yah." Prisma yang mendapat sinyal tanda bahaya langsung lari. Mereka saling mengejar dengan tawa yang membuat semua orang merasa iri. Sampai pada akhirnya, Prisma lari keluar lapangan. "Jangan kabur!' teriak Hades mengingatkan. Ia melangkah pelan seolah bisa mengejar Prisma kapan saja. Prisma menoleh ke belakang sambil menjulurkan lidahnya. Senang sekali rasanya bisa mengerjai Hades. Kemudian, ketika ia menghadap ke depan, tiba-tiba menabrak seseorang lagi. Aroma maskulinnya cukup familiar membuatnya mengangkat kepala dengan jantung yang berdegup kencang. "Kenapa aku harus menabrak dia lagi, sih?" keluhnya dalam hati. Di sana memang tidak banyak orang. Akan tetapi, Prisma tidak mengharapkan menabrak Birru lagi dan lagi. Apalagi mereka memiliki konflik yang cukup membuat wanita itu enggan bertemu. "Maaf, Tuan Keldeo, aku tidak sengaja." Setelah mengucap kata-kata itu, ia membungkuk dan bergegas berlari kembali ke lapangan. "Kenapa? Apa dia memarahimu?" tanya Hades khawatir. Prisma tidak berniat menjawab. Perasaannya sudah tidak nyaman karena lagi-lagi membuat kesalahan pada Birru. Tanpa memperhatikan langkanya, ia menginjak bola dan terjatuh. "Aww!" pekik Prisma kesakitan. Ia terjatuh dengan posisi kedua lututnya menumpu seluruh badan. "Kenapa kau ceroboh sekali? Sudah tahu banyak bola, kenapa jalannya tidak lihat-lihat?" omel Hades sambil mengulurkan. Wanita dengan bulu mata lentik itu meraih tangan Hades, tetapi melirik ke arah Birru. Berhubung pria itu sedang menatapnya, jadi tatapan mata mereka bertemu. Sontak, Prisma langsung membuang muka merasa menyesal. Ia sama sekali tidak tahu kalau sejak awal bermain sampai bercanda dengan Hades, Birru sibuk memperhatikannya, bahkan sampai lupa tujuannya datang ke sana untuk bermain tenis. "Ya ampun, Prisma. Lihat, lututmu terluka." Hades menatap kedua lutut Prisma yang mengeluarkan bercak merah. "Tidak apa-apa, ini hanya nyeri sedikit. Kau rapikan saja bolanya dan kita bisa langsung pulang." Sakitnya tidak ada apa-apanya daripada terus berada di sana dan ditatap Birru. Ia merasa tatapan pria itu sangat dingin dan tidak biasa, seolah-olah jika ia tetap berada di sana detak jantungnya akan berhenti berdetak. "Tidak apa-apa, biar aku saja." Hades mencegah Prisma yang hendak membantunya. "Lebih baik kau duduk sambil menungguku selesai." Prisma mengangguk, berjalan keluar lapangan dan duduk di kursi terdekat. Tiba-tiba, ia merasa ada seseorang yang sedang menatapnya. Ia menoleh ke samping dan melihat Birru melangkah mendekat. Sontak, ia berdiri dan berencana untuk menghindar. "Permainanmu cukup bagus. Bagaimana kalau kau melawanku?" puji Birru diakhiri sebuah penawaran. "Maaf, bukannya aku tidak ingin melawan Tuan Keldeo, tapi lututku terluka dan aku harus bergegas pulang," tolak Prisma berusaha sesopan mungkin. Andai lututnya baik-baik saja pun, ia tidak akan menerima tawaran Birru. Ia sudah terlanjur kesal karena berkali-kali ditolak dan diberi pilihan sulit. Padahal ia sudah berusaha memutus urat malunya dan terus menempel seperti lem. Birru menatap lutut Prisma terkejut. "Tidak masalah. Kita bisa bermain lain kali," ujarnya santai. "Ya." Prisma melangkah dan bersiap pergi. Namun, Birru menyentuh lengannya dengan sedikit kekuatan. "Berhenti bersikap seolah pertemuan ini tidak disengaja. Jika kau mau menerima tawaranku, rencana balas dendammu akan segera terlaksana," bisik Birru dingin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD