Prisma cukup terkejut mendengar bisikan gila Birru. Tubuhnya menegang seolah tidak bisa digerakkan. Ingin rasanya pergi dari sana meski harus melewati lubang semut sekalipun.
"Kenapa? Apa kau menyesal sudah mengabaikan peringatanku?" tanya Birru kembali berbisik.
Tangannya bergerak nakal, menyentuh rambut Prisma dan memindahkannya ke sisi kanan. Mendekatkan wajah dengan napas panas yang menyembur dan mengecup bahu wanita itu pelan.
Lagi-lagi, Prisma dibuat terkejut oleh Birru. Namun, bedanya kali ini ia langsung bergerak ke samping. Ketika pria itu mendekat, ia pun langsung berdiri.
"Apa kau takut?" tanya Birru lagi.
Pria dengan bulu halus di wajahnya itu menyeringai tipis. Menyandarkan tubuh dengan santai menanti jawaban apa yang akan Prisma lontarkan.
"Kemarilah. Bukankah kau ingin aku membantumu?"
Birru melambai dan menepuk paha. Itu artinya, Prisma harus duduk di pangkuannya jika tujuannya ingin dikabulkan. Namun, wanita itu tidak bergerak seolah menjadi patung.
"Baiklah. Kau boleh pergi jika tidak ingin melakukannya," ujarnya malas sambil mengibaskan tangan.
Apa yang ia lakukan saat ini bukan dari hati. Tujuannya mengajak Prisma tidur hanya ingin membuat wanita itu menyerah. Berhenti mengganggu dan menghilang dari pandangan matanya. Jujur, meskipun ia tertarik, tetapi ia tidak suka didekati wanita. Baginya semua wanita penghianat seperti Eleanor.
Mendengar ucapan dan reaksi Birru membuat Prisma panik. Ia mengepal tangan dengan tatapan yang tidak fokus, bahkan keringat dingin mulai bermunculan.
"Berpikir, Prisma, berpikir," bisik Prisma dalam hati.
Wanita itu memaksakan otaknya untuk bekerja lebih keras. Mencari ide cemerlang agar terlepas dari suasana menegangkan itu. Tiba-tiba, terdengar suara keroncongan dan itu berasal dari perutnya. Sontak, tangannya terulur menyentuh perut sambil tersenyum canggung, menatap Birru yang saat ini tengah menatapnya heran.
"Maaf, aku lapar sekali. Apa kau memiliki sesuatu yang bisa dimakan atau sesuatu yang bisa dimasak di dapurmu?" tanya Prisma melirik ke arah dapur.
Birru mengangkat sebelah alisnya tidak berniat menjawab. Namun sayangnya, Prisma sama sekali tidak peduli. Wanita itu melangkah menuju dapur dan memeriksa lemari pendingin.
"Selamat-selamat. Untung ini cacing-cacing bisa diajak kerjasama. Coba kalau tidak?" Prisma bergumam sambil menghembuskan napas lega.
Andai semalam suasana hatinya sedang baik, mungkin Prisma tidak akan langsung tertidur begitu sampai rumah. Jadi, ia melewatkan waktu makan malamnya dan sekarang perutnya minta diisi.
"Waaah ... lemari pendinginmu terlihat seperti supermarket, semuanya ada," ujar Prisma sengaja menaikkan nada suaranya.
Lemari pendingin dua pintu di sisi kanan dan kiri itu penuh dengan sayur, buah, daging, telur, ikan, air mineral, jus, selai, dan masih banyak lagi. Terlihat sekali seperti baru diisi. Tangan Prisma meraih brokoli, pakcoy, dan daging. Baru berdiri, ia dikejutkan dengan suara Birru yang sangat dekat.
"Kau ingin memasak apa?" tanya Birru tepat di telinga Prisma.
"Astaga! Tuan Keldeo mengagetkanku saja." Prisma menyentuh dadanya sambil memajukan tubuhnya agar tidak bersinggungan dengan tubuh Birru.
"Jadi, kau ingin masak apa?" tanya Birru lagi.
"Rahasia. Lebih baik kau duduk saja dan tunggu aku selesai memasak," sahut Prisma menunjuk ke arah kursi makan dengan sayur pakcoy.
Sementara Birru duduk, Prisma meraih celemek dan memakainya. Lalu, ia mulai sibuk memasak. Mengayun pisau dengan lihai dan cekatan. Birru bahkan sampai tidak bisa mengalihkan pandangan.
"Ngomong-ngomong, kau ada nasi tidak?" tanya Prisma baru teringat.
"Tidak ada," sahut Birru singkat
"Kalau beras, kau taruh di mana?"
"Tidak tahu," sahut Birru mencebikkan bibirnya malas.
Sejak kecil, Birru sudah biasa disuapi menggunakan sendok emas. Semua sudah tersedia dan tidak pernah melakukan hal sulit apa pun. Setelah dewasa, sibuk bekerja dan bekerja. Ia hanya menyewa asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah, mengurus pakaian, dan memasak.
"Kau cari saja di situ," ujar Birru.
Prisma hanya bisa menghela napas kasar. Lalu, ia mulai mencari beras di setiap lemari penyimpanan. Setelah menemukannya, ia langsung memasak. Entah sudah berapa lama, akhirnya selesai.
"Brokoli cah daging sapi dan tumis pakcoy sudah siap." Prisma memegang dua piring sambil menghirup aromanya lalu meletakkannya di meja. Melepas celemek dan menyendok nasi.
"Ini untukmu dan ini untukku," lanjutnya sambil meletakkan piring nasi di meja.
Berhubung sudah tidak bisa menahan rasa laparnya, Prisma bersiap untuk makan dan berkata, "Selamat makan."
"Kenapa kau diam saja? Ayo cepat makan!"
Sejak tadi, Prisma sibuk berbicara sendiri. Tidak peduli Birru menanggapinya atau tidak. Namun, sebenarnya ia berusaha menekan kuat-kuat rasa takutnya. Berpikir keras tentang apa lagi yang harus dilakukan untuk mengalihkan perhatian pria itu dari pembicaraan sebelumnya.
"Ya," balas Birru dingin.
Dilihat dari perubahan sikapnya yang tiba-tiba, sepertinya Birru tahu rencana Prisma. Sejak tadi ia diam memperhatikan dan sekarang mulai menunjukkan sisi kutubnya. Meskipun demikian, ia mulai mencicipi makanan buatan wanita itu. Namun, entah mengapa tiba-tiba raut wajahnya berubah tidak enak pada suapan pertama.
"Kenapa? Apa makanannya tidak enak?" tanya Prisma khawatir.
Melihat ekspresi wajah Birru saat ini membuat Prisma semakin ketakutan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya setelah ini. Jika bukan masalah tidur bersama, mungkin ia akan diusir keluar.
Birru menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat. Memejamkan mata sejenak sebelum akhirnya berkata, "Pergilah dan jangan pernah temui aku lagi."
"Loh, kenapa?" tanya Prisma bingung.
"Kau masih tanya kenapa?!" Birru menggertakkan gigi tidak habis pikir.
Sejak tadi, Birru bersikap seolah seperti pria genit karena sengaja ingin mengusir Prisma secara perlahan. Namun, rencananya disalahpahami dan wanita itu justru bersikap seolah dirinya pria yang bisa dianggap remeh. Melakukan apa pun sesuka hati di rumahnya tanpa rasa takut.
"Iya, kenapa?" Prisma berpura-pura bodoh padahal sudah tahu maksud ucapan pria itu.
"Jika kau ingin tetap berada di sini dan ingin aku membantumu, maka kau harus naik ke ranjangku. Jika tidak, kau boleh keluar sekarang juga!" jelas Birru menggebu.
Mengetahui betapa marahnya Birru membuat Prisma berdiri secara mendadak. Menelan ludahnya tergesa dan berkata, "Aku pulang dulu. Besok aku akan menemuimu lagi dan membahas sesuatu yang penting."
"Tidak perlu! Jika kau menemuiku sekali lagi, itu artinya kau menerima tawaran untuk tidur denganku," sanggah Birru tegas.
Sudah saatnya ia bersikap tegas dan tidak membiarkan Prisma bersikap seenaknya. Ia yakin seratus persen bahwa Prisma akan berhenti mengganggu. Syukur-syukur bisa menghilang selamanya dari pandangan matanya.
Mendengar ucapan Birru, sontak tubuh Prisma langsung menegang. Pikirannya kacau dan tidak tahu harus berbuat apa. Jika ia memilih pergi, maka kesempatan untuk membalaskan dendamnya pada Carl akan semakin sulit. Namun, jika ia tetap tinggal, itu artinya ia harus menerima tawaran Birru untuk tidur bersama.