Part 13

2028 Words
Part 13 Uhuk uhuk Salma terbatuk-batuk mendengar suara seseorang yang amat buatnya kesal tiap hari dan Cindy membantu mengambilkan minumannya. "Itu cowok bener-bener deh." Cindy ikut jengah saja tatkala lelaki yang menjadi rival Salma datang menghampiri mereka. "Lo sengaja sembunyi ya?" Malvin duduk di sebelah Salma, sontak saja Salma menggeser tubuhnya serta dan juga Cindy. "Bisa gak lo itu gak bikin gue kesel mulu sehari aja? Apa tadi? Lo manggil gue sayang?" "Zeyeng." Malvin mengambil gorengan yang masih dipegang oleh Salma, Salma reflek memukul pundak Malvin yang memakan gorengan bekas gigitannya. "Ngapain sih lo itu ke sini?" Salma merasa hawa nafsu makannya menghilang dan memekik kesal gara-gara kedatangan Malvin yang tiba-tiba tadi sampai membuatnya tersedak lalu tenggorokannya menjadi agak sakit. "Lo gak ingat syarat sih, kan hari ini harus baik sama gue. Eh galak mulu dan lo punya anak buah lagi ternyata." Malvin menatap dua gadis tak dikenalinya di seberangnya. "Bukan urusan lo!" Sewot Salma. "Ayolah, tepatin janji lo!" Malvin merengek dan memasang wajah memelas. "Syarat apa sih?" bisik Cindy ke Salma. "Syarat gak jelas," balas Salma. "Mending turuti aja, Sal. Daripada lo menghindari si munyuk malah ngangguin lo terus-terusan." "Tapi--ah sudahlah." Tidak ada pilihan lagi, Salma menghela napasnya lelah. "Sal--" "Iya ya." Salma memotong ucapan Malvin. "Emm ikut gue!" Malvin beranjak berdiri lalu mengulurkan tangannya di depan Salma. "Kemana?" "Gue ingin kita cuman berdua saja." "Hadeh, iya gue bisa sendiri." "Salma." Malvin memperingati Salma. "Hah." Salma akhirnya menerima uluran tangan dari Malvin dan keduanya pergi ke kantin dengan bergandengan tangan. "Mereka cocok." Ceplos Cika memperhatikan Salma dan Malvin sedari tadi. "Lama-lama benci jadi cinta deh." Tambah Cerry. "Gue aja gak nyangka ada cowok terus deketin Salma padahal rata-rata pada pergi semua karena Salma itu galak. Eh si munyuk kekeuh pengen deketin dia. Gue yakin deh, di rumah itu badannya pegal-pegal semua karena seringnya dipukuli sama Salma." Cindy terkekeh dan menggelengkan kepalanya. "Iya nih, Salma kelihatan galak banget sampai gue merinding denger suaranya yang gak bisa lembut sama sekali. Kasar begitu." Cerry menggaruk tekuknya yang tidak terasa gatal. "Nanti kalian berdua terbiasa dengar suaranya yang kasar dan keras. Tapi kalau sikap, dia terlalu santai jadi orang dan saking santainya terkadang sih bisa lupa gitu." "Lo tahan banget bisa berteman sama Salma? Emang kalian berdua pernah bertengkar atau cek-cok?" tanya Cika penasaran tentang pertemanan Salma dan Cindy. "Salma yang lebih banyak minta maafnya daripada gue sih. Meski dia benar pun dia itu suka bilang maaf. Dia baik kok, jadi jangan takut begitu sih." "Kita takut ditolak mengajak berteman, kita memang ingin punya teman yang orang itu bisa melindungi kita dari serangan pembullyan. Kita butuh teman yang kuat melawan orang-orang yang suka bully sih," ujar Cerry. "Tenang, di sekolah ini tidak ada kasus bully setelah pergantian nama sekolah berserta pemiliknya. Sekolah kita aman-aman saja dan tidak kayak sekolah lain. Makanya gue senang di sini apalagi satu sekolahan lagi sama Salma." Cindy mengulum senyumnya simpul. "Lo kok tau banget?" "Iyalah, saudara gue yang sudah lulus sekolah sini pernah cerita begitu. Jadi kalian gak usah susah-susah payah mengaja berteman kalau tujuannya memang mencari perlindungan. Salma gak suka sama orang yang lemah tapi dia gak mau menindas orang yang lemah. Makanya Salma menyuruh kalian berdua buat jadi kuat meski rasanya susah tapi harus dipaksa," balas Cindy. "Kita itu menganggap diri kita lemah apalagi keadaan ekonomi juga. Biasanya yang suka bully kita itu dari kalangan atas." "Enggak juga, ada yang biasa-biasa saja tapi dia kuat jadi bisa pakai fisik kalau bully. Minta-minta duit." "Benar juga ya." Cerry dan Cika mengangguk paham. "Miris sih kalau ada sekolah yang masih ada pembullyan." "Tapi, Salma tidak pernah membully seseorang kah dulu?" tanya Cika lagi. "Enggak pernah, kan sudah gue bilang dari awal. Salma itu gak suka menindas orang yang lemah." "Salma bisa bela diri ya? Gue kayak denger-denger tentang Salma." "Lebih tepatnya sih petinju, Salma suka tinju-tinjuan gitu lho hihi. Tapi dia juga bisa bela diri. Apalagi main di rumahnya, biyehh banyak sekali alat-alat fitnes, tempat buat latihan bela diri dan di kamar Salma pula ada samsak tinju. Jadi, dia waktu marah ya dilampiaskan ke samsak." "Wah keren ya, ternyata Salma itu petinju." "Tapi dia bukan atlet sih cuman hobbynya begitu." Cindy mengangguk. "Dan kalian masih ingin mengajak Salma berteman kah?" tanya Cindy dengan menaikan sebelah alisnya. "Iya, kita masih tetap ingin mengajak berteman Salma." Cerry mengulas senyumnya tipis. "Kalian masih cari perlindungan ke Salma?" "Enggak kok, memang ingin berteman dan ditambah kan Salma sekelas sama kita gitu sih. Kita sadar, kita terlalu menganggap diri kita lemah padahal kita bisa jadi kuat untuk diri sendiri," ujar Cika menarik napasnya perlahan. "Nah gitu bagus, berteman dengan siapa pun Salma tidak masalah kok dan nantinya juga akan mau-mau sendiri tanpa bilang mau." "Kok lo bisa berteman sama Salma? Sejak SMP kan?" "Iya sejak SMP kelas 1, waktu di kelas resmi setelah MPLS kan gue bingung mau duduk di mana di saat banyak murid di kelas akhirnya Salma geret gue buat jadi teman sebangkunya tapi ya gitu tempatnya belakang sendiri." "Wah langsung diajak berteman kah?" "Iya, langsung diajak berteman cuman Salma itu gak bisa diam sih dan ada aja tingkahnya dulu. Padahal kembarannya malah sifatnta jauh sekali darinya." "Salma punya kembaran?" "Iya, dia punya kakak dan mereka berdua kembar indentik cuman gimana ya, mereka itu bisa dibedain kok meski kembar. Gue aja dari belakang lihat mereka sudah tau sekarang. Kakaknya itu lebih ceria, manja, malah sifatnya jayak tukaran ya. Harusnya si adik yang punya sikap begitu sih." "Kembarannya sekolah di mana? Soalnya Salma kelihatan sendiri kok." "Sekolah di Louwis, tempat anak-anak pintar sekolah di sana." "Ouh Louwis, dulu sih gue pernah ada yang saranin sekolah di sana tapi kakak gue gak bolehin. Katanya sih ada murid yang berkuasa karena berpengaruh juga tapi bedanya kalau di sekolah sini kan kakeknya Malvin tetap adil sih. Tapi di sana sekali ada uang, semua jadi beda deh. Pokoknya ada yang kejanggalan, entah apa yang dimaksud kakak gue. Kakak gue pun daftarin di sini biar gue lebih aman aja." kata Cerry yang seketika teringat sesuatu beberapa waktu yang lalu. "Mungkin sih pembullyan." Sambung Cika. "Kok ngeri ya? Apa ada berita dulunya tentang sekolah itu?" tanya Cindy kepo. "Yang tau sih orang-orang yang tinggal di sekitaran sana." "Emm jadi ingin cari tau temen gue yang sekolah di sana deh." Cindy pun mulai meluncur jari-jarinya ke ponselnya. Saking penasarannya tentang sekolah Louwis. ... Salma meringis merasa ditatap mengherankan oleh murid-murid yang berlalu lalang karena tangannya yang digandeng erat oleh Malvin. Padahal mereka berdua dikenal tak bisa akur dan selalu bertengkar jika disatukan. "Lo ajak gue kemana sih? Bikin malu aja." Salma menutup wajahnya, takutnya ada yang memviralkan dirinya ditambah Malvin juga banyak yang mengenalinya karena ayahnya adalah pemilik sekolah serta kakeknya yang menjadi kepala sekolah di sekolah ini. "Lo punya malu juga ya?" "Gue itu malu karena dekat sama lo begini, lo itu kan malu-maluin." 'Please cuman hari ini doang, besok gue bakal galakin lagi ke dia'---batin Salma yang berusaha sabar menghadapi orang seperti Malvin. "Bentar lagi lo juga suka sama gue, malunya lo nanti jadi malu kesemsem sama gue." Wajah tengil Malvin, ingin rasanya Salma mencakar wajahnya. "PD!" "Iyalah PD, banyak yang suka sama gue dan lo itu satu-satunya cewek yang bersama gue sekarang. Harusnya lo beruntung sih." Malvin berjalan cepat membuat Salma juga mempercepat langkahnya mengikuti langkah Malvin yang lebar. "Beruntung apanya, sial sih iya. Lo bikin gue eneg tiap hari sampai hilang nafsu makan gue kalau ada lo." "Ah enggak dong, nanti gak bakalan eneg sama gue dan makin cinta haha." Malvin tertawa renyah dan terus menggoda Salma. "Idih, amit-amit deh gue suka sama lo. Lo jauh dari tipe cowok gue." "Oh ya? Tipe cowok lo kayak gimana dong?" "Gue suka sama cowok yang otaknya gak dangkal dan berprestasi." Malvin tiba-tiba menghentikan langkahnya membuat Salma tak sengaja dahinya terbentuk tangan Malvin. Pegangan tangan mereka terlepas dan Salma melangkah mundur saat mengetahui tubuh mereka sangat dekat alias tak ada jarak tadi. "Aha, gue tipe lo dong. Gue itu pintar kok." "Pintar apanya? Main game kemarin padahal mudah aja salah-salah terus. Malu-maluin aja sih lo." "Itu kan bagi gue emang sulit, pintarnya orang beda-beda kali dan lo terlalu suka meremehkan gue." "Soalnya lo ngeselin, lo bikin muak mulu tiap hari." "Bentar lagi gak buat lo marah kok, lo mah dibilang buat lembut dikit sulit amat. Judes banget mukanya, yang ramah dong." Tangan Malvin terangkat dan bermaksud menarik ujung bibir Salma supaya tersenyum namun Salma langsung menepis tangannya. "ENGGAK!" Malvin memejamkan matanya mendengar bentakan keras dari Salma. "Ini kita jadi kemana sih? Jangan buang-buangin waktu gue deh!" decak Salma kesal. "Iya iya." Malvin kembali melanjutkan jalannya tanpa menggandeng tangan Salma sedangkan Salma hanya diam saja dan mengikuti Malvin dari belakang. 'Astaga, gak digandeng malah jalannya di belakang. Kan gue capek kalau bolak-balik natap ke belakang'--ucap Malvin dalam hatinya. Salma tersentak saat Malvin lagi-lagi mengejutkannya. Malvin menggandengnya lagi setelah beberapa langkah berjalan tanpa gandengan tangan. "Gue gandeng lo, takut gue nanti lo diam-diam bisa kabur." Malvin mengedipkan sebelah matanya ke arah Salma. 'Selain bikin kesel, si munyuk bikin gue kaget mulu deh'---pikir Salma. ... "Sofi." Silma memasuki kelasnya dan duduk di bangkunya sembari memanggil temannya yang tengah membawa n****+. Ternyata Sofi itu kutu buku dan dia membawa beberapa banyak n****+ lalu di simpan ke loker meja yang memang terdapat kunci gemboknya. "Iya, Silma?" Sofi menghentikan aktivitasnya lalu menutup buku novelnya dan sedikit menghadapkan tubuhnya ke Silma. "Kan katamj Alfa itu playboy dulunya. Tapi di SMP malah gak ada kabar buruk tentang sikapnya, dia dikenal murid teladan bahkan pernah dapat penghargaan." "Dia emang teladan kok tapi buruknya dia itu di luar sekolah dan di luar rumah juga." "Jadi dia punya pacar banyak di sekolah lain?" "Dulu banyak banget cewek yang dideketin lalu diputusin tiba-tiba dan entah sekarang Alfa playboy kayak dulu apa enggak. Ah iya, aku tadi juga denger kalau Alfa sama Silvia berduaan terus di kelas karena mereka satu kelas dan sebangku." "Iya itu aku baru tau dari Alfa. Alfa mencoba mengajak damai ke Silvia supaya Silvia gak gangguin gue mulu." "Cuman gitu doang?" tanya Sofi belum yakin. "Iya, ya meski aku cemburu tapi Alfa benar-benar serius ingin melindungiku." "Jangan percaya deh, pasti ada apanya di belakang mereka. Aku tidak sepenuhnya percaya kalau Silvia dengan mudahnya diajak damai, Silvia itu cewek licik dan kejam lho. Hati-hati deh," jelas Sofi. "Gitu ya?" Silma menghembuskan napasnya yang terasa begitu berat. Mengapa kehidupannya tak semenyenangkan Salma? 'Benar kata Salma, pacaran itu buang-buang waktu dan lebih seru menghabiskan waktu dengan fokus sekolah serta bersenang-senang saja. Tapi apa daya, sosok pacar di dalam kehidupan gue itu penting yaitu mencari perhatian dan kebahagiaan dari orang lain. Gue rasa gak cukup hanya cuman keluarga doang, gue juga butuh dari pasangan apalagi ketemu cowok yang tipe gue banget, Alfa. Gue gak mau kehilangan Alfa apapun yang terjadi dan gue gak mau melepaskan dia bersama cewek lain. Gue yakin Alfa itu bisa berubah kok, gue harus sabar dan mempertahankan hubungan ini'---ucap Silma begitu yakin dalam hatinya. "Iya, kamu melamun?" Sofi melambaikan tangannya di depan wajah Silma. "Eh? Iya, maaf kutinggal melamun sebentar." "Tidak apa-apa tapi kamu sudah baikan sama Alfa? Sebelumnya kamu bilang kepadaku kalau lagi ada masalah tadi pagi." "Iya sudah baikan, Alfa minta maaf ke aku hihi. Dia itu salah atau benar selalu minta maaf lebih dulu dan dari itu, aku yakin Alfa berubah kok. " Silma menyunggingkan senyumnya lebar. " Gak bagus kalau dia terus-terusan yang minta maaf lebih dulu. Kamu juga kalau sadar kamu yang salah ya harus minta maaf. Jangan egois sih." Sofi malah menegurnya. "Iya, aku terkesan egois tapi aku senang aja dia begitu." "Astaga, Silma. Cowok makin lama juga bete lah, digituin terus. Kayak kesel dan kurang dihargai deh. Kaliah harus saling mengerti dan kayaknya Alfa yang lebih ngertiin lo, lo harus ngertiin Alfa balik." "Emm aku salah lagi ya?" "Banget." "Kedepannya, harus sama-sama gitu. Sama-sama mengerti, memahami, menghargai dan sebagainya. Terutama yang paling penting itu saling terbuka dan jangan ada yang kamu sembunyikan ke dia. Kalau kamu terbuka sama Alfa, Alfa merasa kamu itu mempercayainya dan menganggap kehadirannya Itu penting." Deg! Silma teringat ucapan Alfa tadi. "Bukan cuman aku doang sih, Alfa kelihatannya juga banyak yang disembunyikan dariku." Tentu saja Silma tak mau dirinya merasa yang terlalu disalahkan. ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD