Part 14

1162 Words
Part 14 "Ngapain ke rooftop?" Salma kebingungan saat mengetahui mereka berdua di rooftop tepat di atasnya ruang kepala sekolah. "Makan siang bareng. Tuh lihat!" Tunjuk Malvin ke arah depan sana, di mana terdapat bangku dan dua kursi berhadapan. "Lo mau ngerjain gue?" Salma tertawa meledek dan mendekati bangku yang ditata rapih sedemikian rupa. Keadaan bangku itu masih kosong hanya terdapat taplak meja saja. "Enggak kok, silakan duduk, Zeyeng." Malvin tersenyum sumringah seraya menarik kursi ke belakang yang akan diduduki Salma. "Bisa gak, suara lo dilembutkan dikit aja. Lebih enak didengar soalnya," Titah Malvin pada Salma. "Kagak!" Sentak Salma membuat Malvin terjengat saking kagetnya mendengar suara Salma yang sangat begitu keras. "Astaga, susah banget." Malvin mendengus kemudian memanggil seseorang sambil tangannya diangkat ke udara. Salma mengikuti arah tangan Malvin yang mengarah ke sebuah pintu masuk dari jalan lain menuju ke rooftop dan ketika pintu itu terbuka, Salma membuka mulutnya lebar menatap tiga lelaki yang notabenenya teman akrab Malvin masing-masing tengah membawa nampan berisikan makanan serta minuman. "Silakan tuan dan nyonya, cielah berasa jadi pelayan restoran gue." Celetuk salah satu dari mereka bernama Rery Devian. "Sudah, Mal?" tanya Darwin Halbert merasa sudah selesai tugas dari Malvin. "Sudah. Kalian bertiga pergilah!" usir Malvin pada mereka. "Jam terakhir gak ada guru," ucap David Hamilton--teman Malvin yang paling pendiam dan sangat rapih sekali seragamnya dibanding mereka bertiga yang seragamnya dikeluarkan bahkan kancing dibiarkan terlepas dan memperlihatkan kaos putih mereka. "Oke, thank's infonya." Malvin mengacungkan jempolnya kepada teman-temannya dan mereka pun pergi sesuai perintah darinya. "Jelasin deh ini maksudnya apa?" Salma juga terkejut tiba-tiba ada payung besar yang gagangnya berada di tengah meja dan ia tidak sadar sama sekali kalau itu payung otomatis. Payung berukuran besar itu mampu melindungi mereka berdua dari terik panasnya matahari yang menyengat di siang hari ini. "Dibilang makan siang berdua." "Gitu doang?" "Iya sih cuman gue ingin deh, suara lo dilembutin. Gue suka sama suara yang lembut begitu." Raut wajah Malvin menunjukkan penuh harap sekali mendengar suara lembut dari Salma lagi. "Ngapain sih lo ngebet banget sama suara gue? Gak nyaman tau gak." Tanpa disuruh oleh Malvin, Salma mulai mengambil makanan lalu dilahap olehnya. "Emm entar lo tau alasan gue minta begitu." Malvin tersenyum simpul dan hatinya begitu tenang sekali kala mendengar suara lembut dari Salma. Entahlah mengapa dirinya begitu terobsesi terhadap suara seseorang? Apakah ini menunjukkan jika dirinya tengah merindukan seseorang? Seseorang yang dikira akan menjadi pelipur laranya malah memberi luka batin kepadanya. "Kalau lo gak mau kasih tau ya sudah gue gak bakal lakuin." Salma mengedikkan bahunya acuh. "Ngeselin banget sih." Malvin menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil. "Lo lebih ngeselin ya." "Padahal syarat kemarin sama saja janji. Lo gak takut karma apa? Hati-hati lo, karma itu benar-benar ada." "Karma apaan, lo aja gak jelas kemarin." Salma memutarkan bola matanya malas. "Gak jelas gimana sih? Sudah dijelaskan, gue cuman mau denger suara lo aja apa susahnya? Tinggal bicara gitu doang kok." Malvin melahap makanan walau pandangannya masih tertuju pada sosok di seberangnya. "Terus kalau gue sudah lakuin syarat lo, lo gak bakal ganggu gue kan?" "Kalau gak ganggu lo, sepi kegiatan sekolah gue. Kok malah lo ikut-ikutan kasih syarat sih. Cuman sehari doang kan? Alias besok?" Malvin mengernyitkan dahinya heran. Salma malah diam dan enggan menanggapi ucapan Malvin. Ia sudah sangat lapar dan ingjn menghabiskan makan siangnya hari ini. Malvin yang sadar dirinya diabaikan oleh Salma akhirnya membuka suaranya lagi. "Ya sudah deh, gue gak bakalan ganggu lo." Salma menghentikan kunyahan di mulutnya dan menatap Malvin seraya menaikan sebelah alisnya. " Bagus kalau gitu." Salma mengangguk santai dan hatinya sedikit merasa lega karena kedepannya Malvin tidak akan mengganggunya. "Tapi lo beneran lakuin syarat dari gue kemarin kan?" tanya Malvin cemas. "Iya ya." Salma sedikit mengeluarkan suaranya yang ketus. "Lumayan tuh suaranya, lembut-lembut gemesin." Malvin menggoda Salma dan berusaha membuat gadis itu senyum-senyum malu. Tapi nyatanya Salma bersikap biasa saja dan tak ada tanda-tanda Salma tertarik kepadanya. 'Sulit banget ya deketin cewek ini'--batin Malvin. Selesai makan siang, Malvin mengajak Salma duduk di sofa panjang yang letaknya tak jauh dari bangku mereka tadi. Bedanya, sofa tersebut sudah ada atap yang digunakan tempat berteduh saat sedang bersantai ria. "Nanti kalau ada murid lain ke sini gimana?" "Enggak bakalan ada." "Kok bisa?" "Iyalah, ini kan milik kakek gue. Kakek gue kalau lagi istirahat yang di sini dan pintu menuju ke tempat ini pun cuman gue yang punya kuncinya sisanya tukang kebun doang." Malvin menyesap es kopinya lalu diletakkan di meja berukuran kecil yang berada di sebelahnya. "Enak banget." "Iya dong, gue kalau lagi istirahat dan gak pengen diganggu selalu ke sini. Enak aja gitu." "Tapi panas." Salma mengibaskan tangannya ke arah wajahnya dan benar kata Salma, hawa siang hari ini begitu sangat panas dan bikin gerah dibadan. "Sebentar lagi ada hujan, mendung soalnya." Malvin menatap Salma dan gadis itu tengah menguncir tinggi rambutnya. 'Gye akui dia cantik tapi kenapa kasar banget sih? Gak kontras sama wajahnya yang harusnya orangnya itu lemah lembut. Gara-gara itu juga rasa terpana gue menghilang setiqp denger suara bentakannya yang memekakan telinga gue'---komentar Malvin dalam hatinya saat mengakui wajah Salma memanglah cantik namun sifatnya yang begitu kontras dengan wajahnya. Sehingga sulit dipercaya wajah selembut itu tapi suaranya begitu kasar sekali. "Kenapa sih?" Salma memasang raut wajah sinisnya kala Malvin tertangkap basah memandanginya sedari tadi namun Malvin tidak mengubaj posisi duduknya yang menghadap ke samping demi memandang jelas wajah Salma dari dekat. Posisi ini sama persis ketika mereka berdua sama-sama terjebak di dalam gudang. "Apa yang lo ingat saat posisi duduk gue kayak begini?" tanya Malvin seraya menahan senyumnya. Salma melirik sebentar ke Malvin lalu pandangannya lurus ke depan. Mengingat itu Salma seketika merasa deja vu dan seketika tau apa yang Malvin inginkan. "Hmm." Salma bergumam. "Lo tau kan apa yang lo lakukan sekarang? Hayuk dong jangan ulur-ulur waktu." "Rasanya sulit berbicara lembut seperti bukan gue yang asli." "Lo asli kok, kalau palsu ya gue ogah lah." "Ambigu banget deh." Salma menepuk lengan Malvin namun setelah itu Malvin menangkap tangan Salma dan menggenggamnya. "Lagian lo bilang gitu sih." "Mulai dari mana?" "Mulai, mulai? Oh mulai anu itu toh." Malvin yang menyuruh dan dia yang bingung sendiri. "Kalau bingung mending gak--" "Eh ya enggak dong, panggil nama gue." "Malvin." "Kurang lembut." "Malvin." "Duh duh adem banget dengernya." Malvin memegang dadanya yang mendadak berdebar mendengar suara Salma lagi yang begitu lembut sekali. "Lagi-lagi," pinta Malvin. "Lo tau persamaan munyuk sama diri lo." "A-apa?" Meski Malvi tampak kaget mendengarnya namun demi Salma berbicara lembut pun tak masalah baginya. "Sama-sama berawal dari M dan juga muka." Salma tertawa sebentar lalu tersenyum tertahan. Malvin hanya mengangguk saja meski merasa kesal disama-samakan oleh hewan tapi mendengar suara Salma walau sebentar saja itu membuat hatinya bergetar. 'Renyah banget suara tawanya'--pikir Malvin. "Gue juga nih." "Apa?" Salma menatap bingung ke Malvin. "Mau gombalin lo lah." Salma hanya menggeleng saja. "Gue bakalan mengajari lo." "Mengajari apa?" "Mengajari lo jatuh cinta ke gue." Krik krik "Ouh." Salma beroh ria saja mendengar gombalan dari Malvin. Malvin memanyunkan bibirnya mendengar jawaban acuh dari Salma. ..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD