Part 11
Baru saja bel istirahat berdering dan Salma merasakan kelegaan luar biasa karena Malvin tengah dipanggil oleh guru olahraga. Kini ganti dua gadis asing yang kebetulan sekelas denganya menghampirinya sembari mengeluarkan suara menggelikan bagi Salma sendiri.
"Lo, lo siapa? Butuh apa?" tanya Salma to the point pada mereka berdua yang berbinar-binar menatapnya.
"Kita mau kenalan sama lo. Lo Salma kan? Wah hebat banget bisa melawan Malvin dan gak takut sama sekali. Kita jadi ingin berteman sama lo." Salah satu gadis itu mengenakan bando berwarna merah muda dan terdapat lesung dipipinya saat tersenyum lebar.
"Idih, sana pergi! Gue gak butuh temen modelan mak rombeng kayak lo lo pada." Salma mencibir gaya mereka berseragam yang jauh dari kata sopan walau mereka masih mengenakan seragam SMP tapi tetap saja dilihat pun sudah tidak pantas.
"Kok mak rombeng sih? Haduh galak juga ke kita ya? Gue kira galak ke Malvin doang." Gadis berambut pendek dan berdiri di sebelah gadis berbando merah mudah tengah menggerutu kesal mendapat respon tidak mengenakkan dari Salma.
"Minggir, minggir ganggu gue jalan deh." Salma berniat pergi ke kantin dan ingin membeli es kelapa yang dapat menyegarkan pikirannya.
"Kita ikut!" Begitu Salma pergi, mereka berdua membuntuti Salma dari belakang dan Salma semakin risih saja menjadi pusat perhatian orang sebab dua gadis di belakangnya itu sangat heboh sekali sikapnya.
'Gue kemarin mimpi apa sih? Habis Malvin bikin pening sekarang nambah dua orang lagi'--Salma menjerit dalam hatinya.
Salma mulai memasuki kantin tapi lengannya langsung ditarik seseorang dan membuatnya memekik tertahan.
"Astaga, Cindil. Ngagetin gue aja sih." Salma mengelus dadanya yabg berdebar sebab merasa kaget kala temannya itu menggeretnya tiba-tiba.
"Kok lo bisa dekat sama dua bocah yang terkenal nakal itu?"
"Gue gak dekat sama mereka dan mereka maksa gue terus." Baru saja membicarakan dua gadis tersebut, dua gadis itu yang sadar kalau Salma tidak berada di depannya lantas pandangannya mencari keberadaan Salma.
"Salma!' teriak mereka berdua dan berjalan cepar menghampiri Salma.
"Kalian itu siapa sih? Datang-datang gangguin gue kayak gak ada orang lain aja deh. Kenapa harus gue sih?" Salma ingin mencakar wajah mereka berdua satu per satu.
"Oh ya sampai kita lupq buat memperkenalkan diri, nama gue Cerry dan ini teman gue namanya Cika." Gadis berbando merah muda itu memperkenalkan temannya juga yang berada di sampingnya.
"Oh Cenil sama Cimol."
Cerry dan Cika saling memandang sejenak sebelum menjawab. "Lo bilang apa tadi?"
"Cenil sama Cimol." Salma memasang raut wajah mengejek ke arah mereka.
"Korban Salma selanjutnya," ucap Cindy yang sudah paham sifat Salma yang suka sekali mengganti nama orang.
"Lo manggil kita dengan sebutan makanan? Nama gue sudah bagus lho, Cerry." Cerry tidak terima mendengar namanya diganti nama makanan oleh Salma.
"Cerry bukannya nama makanan juga?" sela Salma.
"Buah." Cindy meralat ucapan temannya itu.
"Kan sama-sama dimakan jadi nyebut makanan juga gak papa." Salma mengedikkan bahunya tak acuh.
"Iya deh, terserah lo." Cindy mengangguk mengalah saja.
"Jadi, kalian berdua itu maksudnya apa deketin gue? Pasti ada udang dibalik batu." Salma tersenyum sinis menatap ae Cerry dan Cika sembari bersedekap d**a.
"Kita berdua memang ingin temenan sama lo, jarang sih ada cewek yang bad kayak lo," balas Cika.
"Bad? Nakal dong gue? Itu pandangan lo yang belum luas ke gue"
"Maka dari itu kita ingjn berteman lagian makin banyak teman juga makin bagus," balas Cerry yang diangguki Cika.
"Masak sih? Gue enggak tuh, nyaman punya temen satu doang yang sudah mengerti dan saling memahami satu sama lain dibanding punya teman banyak yang belum tentu mereka itu setia banget. Bisa jadi punya grub lain buat gosipin temannya. Ah iya tambahan, banyak temen yang muna."
"Eitss jangan pergi dulu dong, Sal!" Cerry kekeuh ingin mengajak Salma berteman dengannya karena menurutnya Salma tipe teman yang nampaknya menyenangkan.
"Apa lagi sih? Gue ini lagi haus."
"Gue beliin." Belum juga dijawab oleh Salma, Cika langsung pergi duluan untuk membelikan minuman pada mereka semua.
"Ayo Sal jari tempat duduk." Cerry merangkul Salma namun segera Salma menepis tangan gadia berbando merah muda tersebut.
"Gue gak mudah luluh meski dibelikan apapun, cukup punya teman satu yang jadi prinsip gue sekarang." Salma mendengus sebal karena Cerry menghalangj jalannya.
"Jangan pergi dulu! Ayo dong, Sal. Please, buka member pertemanan dong. Gue pengen banget temenan sama lo, gue bakal bersedia saat lo butuh ke gue kok." Cerry terus dan tidak berhenti memohon kepada Salma.
"Sudahlah, Sal. Ajak aja mereka gabung sama kita!" Cindy menepuk bahu Salma beberapa kali.
"Gue gak mau." Salma menggeleng.
Salma pun terdiam dan Cerry terus memaksanya ikut ke bangku kantin yang sudah disiapkan kepadanya untuk beristirahat.
"Oke deh." Salma mengangguk malas dan Cerry pun berteriak kegirangan mendengar jawaban dari Salma.
Langsung saja Cerry menggandeng Salma meski ditolak tapi gadis itu sangat ingin berada didekat Salma.
Bertepatan dengan itu, Cika datang dan membawa empat minuman untuk mereka semua.
"Lo gak ada niat jelek kan? Awas saja lo kalau berani licik sama gue, gue tampol kalian bergantian." Salma menatap tajam ke arah mereka berdua yang duduk di seberangnya.
"Iya ya, tenang aja kok. Kita ini memang dari awal itu ingin mengajak berteman dan gak ada niatan buruk sama sekali. Kayaknya seru deh temenan sama lo, Salma. "Cerry terkekeh pelan lalu menyeruput minumannya.
" Seru apanya, sering jadi babunya malahan." Ceplos Cindy.
"Jadi babu?" Gumam Cika yang tak percaya mendengar ucapan Cindy.
"Benar, lo mu jadi babu gue?" Salma tertawa dan terlihat santai saja layaknya bos besar di antara mereka bertiga.
"Tapi kalau jadi babu bisa temenan sama lo, gak papa deh."
Helaan napasnya kasar terdengar dari Salma, ia memijit pelipisnya pelan dan mencoba mencari cara supaya dua gadis itu menyesal mengajaknya berteman. Tapi melihat keseriusan dimasing-masing wajah mereka berdua membuat Salma menjadi tidak tega sebab mereka juga tak mencari gara-gara kepadanya dan hanya ingin mengajaknya berteman saja. Tapi rasanya sulit bagi Salma menerima orang baru yang mau memasuki kehidupannya dan lebih senang menghabiskan waktu sendiri. Bukan maksud anti sosial, dulu ada seseorang yang ingin berteman dengannya lalu meninggalkannya tanpa sebab dan menghilang tanpa jejak. Salma terluka akan hal itu.
"Gue tadi beli makanan juga, ini silakan dimakan." Cika meletakkan kantung plastik di tengah dan mempersilakan untuk Salma yang membuka lebih dulu.
"Gak usah repot-repot sebenarnya tapi karena ini gorengan, gue gak bisa nolak." Salma pun mengangguk dan mulai memakan gorengan pemberian Cika.
Cika dan Cerry tersenyum lebar.
"Lo gak ngasih ini sianida kan?" tanya Salma di saat tengah mengunyah makanan tersebut.
"Eh enggak." Cika menggeleng cepat.
"Kalau gitu kalian juga ikut makan dong, masak gue doang?"
"Kalau gue takut jerawatan," balas Cika.
"Gue juga." Cerry ikutan mengangguk.
"Oh jadi kalian berdua ingin wajah gue berjerawat? Apa karena ada racunnya? Takut ikutan mati kah?"
"Eh enggak juga." Cika dan Cerry kompak menggelek dan wajahnya sama-sama nampak panik mendengar ucapan Salma.
Cindy tertawa tanpa bersuara sambil menutup mulutnya melihat mereka berdua begitu takut pada Salma.
"Ya sudah, ikut makan dong!" suruh Salma pada mereka.
"I-iya." Mereka berdua mulai memakan gorengan tersebut. Begitu juga dengan Cindy.
"Heran deh, jujur saja kalian itu kenapa kekeuh ingin temenan sama gue?" tanya Salma berulang kali hingga akhirnya mereka mau menjawab dengan jujur.
"Kita trauma pembullyan, jadi ingin punya teman berani kayak lo dan bisa bikin kita tenang dari bayang-bayang pembullyan di SMP." Cerry dan Cika menundukkan kepalanya.
Salma menaikkan alisnya sebelah. "Hanya itu saja?"
...
"Alfa sudah gue kasih tau nama kelas gue, masih belum datang juga." Silma duduk termenung sambil menopang dagunya. Menunggu Alfa menjemputnya ke kemari sebab kemarin Alfa pernah bilang kepadanya kalau dia akan datang menjemput dan mengajaknya ke kantin bersama.
"Mana gue sudah lapar banget. Kalau beneran gak dijemput, setidaknya balas dong kan gue gak nolak ajakan Sofi ke kantin tadi." Silma mendengus, sesekali mengecek ponselnya yang tidak kunjung ada notifikasi dari Alfa.
"Alfa oh Alfa, masih ngambek kah dia? Cuman gitu doang aja deh." Silma memutuskan untuk menghampiri Alfa saja yang letaknya tak jauh dari kelasnya.
Ketika sudah berada di ambang pintu kelas 10 IPA 1 lalu Silma bertanya pada salah satu murid yang duduk di koridor kelas tersebut.
"Permisi, mau nanya, lihat Alfa tidak?" tanya Silma menghampiri seseorang yang diduga teman sekelas Alfa.
"Alfa lagi bareng sama cewek-ceweknya di kantin eh lo sudah putus sama dia?" Lelaki remaja itu malah tanya balik ke Silma.
"Engh enggak kok, Alfa sama temannya ya?"
"Iya, temen cewek Alfa banyak. Namanya juga playboy, kasian ya lo jadi korban selanjutnya. Maaf gue gak bisa negur dia, Alfa itu sulit diomongi. "
" Terus Alfa dimana?" Meski napasnya tercekat mendengar fakta lagi soal Alfa dari orang lain kini Silma hanya menahan saja dan belum terlalu percaya pula sebab Alfa ramah pada semua teman-temannya.
"Di lapangan basket."
Segera Silma menuju lapangan basket dan benar saja di sana Alfa sedang bersenda gurau bersama teman-temannya namun yang lebih mengejutkannya lagi Alfa merangkul pundak Silvia bukan Silvia secara terang-terangan mencium pipi Alfa di saat Alfa tengah asyik berbincang dengan teman-temannya yang lain.
Sungguh pemandangan itu menyesakkan d**a Silma sekarang bahkan berat langkah kakinya mendekati mereka dan seketika suasana canda tawa lenyap saat ada yang sadar kedatangan Silma di sini yang notabenenya kekasih Alfa.
"Alfa... "Lirih Silma dengan suaranya yang terdengar bergetar.
" Silma." Mata Alfa membulat mengetahui kekasihnya di sini dan menegang tubuhnya baru sadar merangkul pundak Silvia sedari tadi.
...