Part 10

1366 Words
Part 10 "Ada apa ini?" tanya Bu Sus--guru BK(bimbingan Konseling) SMA Leander sambil memasang kaca matanya lalu menatap dua muridnya bergantian yang duduk di hadapannya. "Dia tidak berada di kelas 10 IPS 5 kok bisa-bisa masuk ke kelas saya dan mau duduk sebangku dengan saya." Raut wajah Salma begitu kesal dan enggan menatap Malvin. "Lalu Malvin?" tanya Bu Sus pada Malvin yang sudah dikenal anak dari keluarga berpengaruh di sini. "Saya sudah pindah kelas, Bu. Yang mengatur kakek saya. Ibu tau kan kakek saya itu siapa di sini?" Malvin mendongakkan dagunya bergaya sok angkuh. "Terus kalian berantem karena masalah bangku?" "Bu, dia kok tidak ditegur sih? Emang benar satu kelas sama saya?" Sela Salma yang merasa janggal dihatinya karena Malvin dibiarkan saja mengakui kalau satu kelas bersamanya dengan bantuan dari kakeknya. "Kalau sudah keputusan kepala sekolah, ibu tidak bisa menegurnya dan pastinya Malvin sudah dipertimbangkan sama kakeknya," ucap Bu Sus. "Saya tidak menerimanya, Bu." "Sudahlah, Sal. Lo itu jangan cari masalah sama gue." Malvin memasang wajah mengejek Salma dan Salma akan memukul namun Bu Sus sudah menegur lebih dulu. "Kamu tidak mau duduk sebangku sama Malvin?" tanya Bu Sus pada Salma. "Iya, kalau memang Malvin satu kelas sama saya ya saya akan pindah kelas juga." "Keras kepala banget sih lo, harusnya seneng kan satu kelas sama gue ditambah gue itu orang yang berpengaruh dan lo bakalan aman sama gue." Malvin menaik turunkan alisnya dan tersenyum tengil. "Ihhh wajah lo jelek banget!" Salma memekik karena ulah Malvin yang membuatnya sudah berkeringat di pagi hari dan merasa gerah saja dekat lelaki songong tersebut. "Sudah sudah kalian berdua ini kenapa ribut-ribut hanya karena satu kelas." "Salma, Bu. Kalau saya mah santai-santai saja tapi emang ingin sekelas sama dia kok, dia itu teman saya waktu MPLS kemarin kan saya nyaman berteman sama dia. Cuman Salma begini karena merasa gak enak saja begitu," ucap Malvin santai menanggapi kemarahan Salma yang menentang keras kalau dirinya satu kelas bersamanya Salma melebarkan mata dan mulutnya mendengar ucapan Malvin yang asal menurutnya. "Sudah ya selesai urusannya dan Salma, tidak diizikan untuk pindah kelas. Akan ada sanksi tambahan kalau kamu nekat pindah kelas." Bu Sus memijat pelipisnya perlahan, pagi-pagi sudah mendengar keributan dari muridnya hanya karena masalah sepele saja. "Tapi Bu, bukannya ini gak adil?" sewot Salma yang masih tidak bisa menerima. "Salma, terima saja atau kamu yang memang bermasalah? Semua kelas sudah penuh bangkunya dan di kelasmu ada murid yang keluar dari sekolah ini lalu digantikan Malvin. Ini ibu baru dapat pesan dari kepala sekolah." Bu Sus bahkan menunjukkan pesan yang dimaksudnya kepada Salma supaya lebih jelas dan mengerti. "Ayo keluar! Gue mau bicara sama lo." Malvin tiba-tiba menarik paksa tangan Salma setelah pamit pada Bu Sus. "Apa-apaan tarik gue!" sentak Salma ketika mereka sudah keluar dari ruang BK. "Habisnya lo itu ngeselin." "Lo malah lebih ngeselin!" Salma menggeram marah dan napasnya mulai memburu. "Lo lagi lupa atau pura-pura lupa?" tanya Malvin pada Salma. "Apa? Gak usah mengalihkan pembicaraan!" "Ck! Lo lupa ya kemarin kita sudah punya janji. Lo gak ingat syarat kemarin yang gue kasih ke lo?" "Syarat?" Beo Salma dengan suara terbata-bata. "Iya, syarat kemarin kalau lo hari ini harus baik sama gue dan bareng-bareng gue terus." Malvin menyunggingkan senyumnya lebar. Salma menghembuskan napasnya berat dan baru saja dirinya mengingat syarat dari lelaki itu kepadanya. 'Sialan, kenapa dia bisa ingat sih? Gue aja sudah melupakannya'--batib Salma. ... "Lo niat banget deketin gue?" Salma menoleh sekilas ke Malvin yang duduk sebangku bersamanya. Guru mata pelajaran hari ini belum datang juga membuat seluruh murid di dalam kelas IPS 3 melakukan aktifitasnya masing-masing entah itu bermain ponsel, tidur, menggosip, menonton film dan sebagainya. "Iyaps, gue ingin lo suka sama gue apapun yang terjadi." Malvin melahap bubur ayam yang baru datang, tentu saja diantarkan oleh temannya dan hanya diberikan uang berlembar-lembar ratusan ribu saja, temannya tadi langsung berangkat menuju ke kantin sebab kembalian dari membeli bubur ayam tersebut diberikan kepada temannya tersebut. "Terus semisal gue suka sama lo? Lo tinggal gitu aja kan?" tebak Salma. "Bisa jadi." "Cih, sayangnya gue gak pernah kepikiran punya pacar atau pun suka sama cowok." "Jadi, lo lesbi?" "Mulut lo pengen gue tampar rasanya ya." Salma perlahan mengangkat tangannya membuat Malvin segera menjauhkan wajahnya. "Namanya cewek mudah baper, buat cewek baper itu mudah bagi gue. Lihat aja nantinya lo bakal klepek-klepek sama gue." Malvin menyakinkan diri sendiri bisa membuat Salma jatuh dalam pesonanya. "Terserah deh lo mau ngomong apa, lo kan gak jelas." "Hey, ingat ya syarat dari gue. Lo harus baik sama gue." "Cieileh ngarep banget dibaikin." "Salma." "Ck, iya-iya."Salma merapikan isi tasnya yang berantakkan mumpung saat ini guru wali kelas sedang tidak ada di kelas dan belum memperkenalkan diri. Ngenesnya lagi Salma harus berpisah dengan temannya yang berada di kelas IPS 4. "Gue pengen denger suara lo yang lembut kayak kemarin." pinta Malvin pada Salma. "Gue lupa caranya bersuara lembut kayak kemarin." "Alesan." Malvin menusuk lengan Salma pelan dengan jari telunjuknya dan Salma segera menepuk keras tangan Malvin. "Ayo dong!" Malvin mulai memaksa Salma yang malah mengabaikannya. "Nanti, tuh ada guru." Salma pandangannya lurus ke depan dan bertepatan dengan itu guru wali kelasnya sudah tiba di kelas yang kini tengah menyapa seluruh murid di kelas ini. "Haishh kenapa datang sih?" Malvin mendengus sebal mengetahui guru sudah berada di dalam kelas. "Tapi lo harus lakuin syarat dari gue kemarin ... "Gue gak sekelas sama Alfa." Silma melangkah memasuki kelas resminya yakni di kelas 10 IPA 5 sedangkan Alfa berada di kelas IPA 1. "Tapi gue masih jauhan sama dia gara-gara tadi sih, ya gue akui gue egois tapi gue gak suka dipaksa." Silma memiliki bangku paling depan di saat bangku belakang sudah banyak yang menempatinya. "Hmm gue yakin dia nanti ke sini terus minta maaf ke gue deh kayak kemarin." Silma menghela napasnya pelan Tak lama setelah duduk, ada seseorang duduk di sebelahnya dan menyapa Silma. "Hai, aku boleh duduk di sini kan?" tanya gadis berkaca mata itu pada Silma. "Hai juga, boleh kok." Silma mengangguk cepat dan mempersilakan gadis itu duduk di sebelahnya. "Nama lo siapa?" tanya Silma yang merasa senang baru memiliki sosok teman yang mau mengajaknya mengobrol. "Namaku Sofi, kamu?" "Gue Silma. Lo pake aku-kamu ya." "Iya." Silma menebak kalau gadis bernama Sofi itu murid pendiam dan pemalu sepertinya. Bedanya Sofi tutur katanya begitu lembut dan enak didengar. Mungkin jika gadia itu tau fashion dipastikan banyak penggemarnya. Silma merasa Sofi lebih cantik daripada dirinya. "Suara kamu lembut banget, eh jadi bilang aku kamu nih hehe." Silma pun mengikuti gaya bicara gadis yang tidak menggunakan bahasa gaul. "Hehe iya, aku emang begini. Kamu sudah punya teman?" tanya Sofi yang tersenyum lembut ke arah Silma. "Belum, tapi yang nemenin aku di sekolah itu pacar aku. Kamu tau kan Alfa? Yang jadi most wanted kelas 10 di sekolahan ini." Silma dengan bangganya memiliki sosok kekasih yang terkenal di sekolah ini apalagi Alfa itu sangat begitu tampan dan gingsulnya yang sedap dipandang. "Oh aku sudah tau, bukannya dia dulu pernah dekat sama Silvia ya?" tanya Sofi lagi. "Eh masak?" Silma merasa tak percaya kalau Alfa pernah dekat dengan Silvia. "Iya, makanya Silvia kejar-kejar dia terus karena ingin balikan. Hati-hati lho kalau musuhan sama Silvia." "Harus ya hati-hati? Aku tidak terlalu takut karena Alfa melindungiku kok." "Oh ya? Kurasa Alfa tak sebaik itu." Sofi mengulum senyumnya simpul. "Enggak deh, Alfa sangat baik sama aku." "Ya kamu mungkin belum kenal lebih jauh lagi. Kamu terlalu terburu-buru berpacaran sama dia, Silma. Alfa itu mudah bosan sama cewek dan tidak pernah lama kalau pacaran," ujar Sofi sembari mengeluarkan sebuah buku dan mulai menggambar asal. "Aku sudah mengenalnya sejak SMP." "Iya di sekolah doang, tapi luarnya? Kamu belum tau sikap aslinya dia." Sofi menghela napasnya pelan dan melirik Silma sekilas. "Kamu kayak sudah mengenal lebih dalam deh, apa kamu juga mantannya?" tanya Silma heran pada Sofi. "Aku tetangganya dari dia kecil sampai sekarang." "Tetangga?" "Iya, rumah kita berdekatan dan aku mengenal betul sikap dia. Ya semoga saja dia telah berubah sih setelah masuk SMA ini." "Sepertinya berubah kok, dia kan lagi daftar jadi ketua OSIS." Setelah mendengar cerita dari Sofi tentang Alfa, seketika Silma merasa takut dan khawatir kalau Alfa bukan sebaik yang dikenalinya selama ini. "Doa yang terbaik aja ya." Sofi menepuk pundak Silma pelan. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD