Suasana kampus sedang ramai sekali, hal itu di sebabkan acara yang di selenggarakan oleh BEM Universitas tempat Malika kuliah. Karena sahabatnya menjadi panitia acara Bakti Sosial hari ini membuat Malika ikut sibuk membantu Arga.
Bakti Sosial yang di adakan oleh BEM Universitas meliputi Donor Darah, Pengobatan Gratis dan Khitan Masal. Malika membantu Arga yang bertugas sebagai ketua tim khitan masal.
Sebenarnya tadi dia sempat menolak, namun saat melihat Arga keteteran dengan banyaknya pendaftar membuat Malika setuju membantu Arga.
"Malika, bisa tolong panggilkan Pak Nadhief?"
"Buat apa?" tanya Malika, dia kini sedang menenangkan anak kecil yang baru saja di khitan.
"Dokter yang bertugas kekurangan tenaga, beliau meminta Pak Nadhief untuk ikut membantunya."
"Aku tidak tahu dimana Pak Nadhief berada, Ga. Di cari dimana?"
"Katanya tadi ada yang lihat, Pak Nadhief ada di tenda donor darah. Coba kamu lihat ke sana."
Malika mengangguk, dia langsung pergi untuk mencari keberadaan pujaan hatinya. Sebenarnya dia sudah tahu di mana Nadhief berada.
Tapi sengaja saja dia beralasan jika tidak tahu, agar tidak terlalu kelihatan kalau dia memperhatikan Dosen sekaligus tetangganya itu.
"Malika cari siapa?" tanya salah satu teman Malika yang menjadi panitia acara.
"Rania, lihat Pak Nadhief?"
"Ada di dalam tenda, beliau sedang mengecek tensi orang yang akan melakukan donor darah."
"Terimakasih, Rania," ucap Malika dengan lembut.
Malika masuk ke dalam tenda tempat di laksanakan donor darah. Dia sedikit terkejut saat melihat antrian mahasiswa yang akan di cek tekanan darahnya.
Dia berjalan menuju ke arah dimana Nadhief berada tanpa merasa malu sedikitpun. Padahal Malika kini menjadi pusat perhatian.
"Pak Nadhief maaf mengganggu waktunya."
"Ada apa?" tanya Nadhief. Dia sedikit heran sikap kalem dan manis yang ditunjukkan Malika saat ini.
"Dokter Asrul meminta bantuan Pak Nadhief untuk menangani pasien khitan masal," jawab Malika.
"Masih banyak pasiennya?"
Malika mengangguk, hari ini dia memakai dress buatan Mama Husna membuatnya terlihat semakin cantik.
"Rombongan dari panti asuhan baru saja tiba, Pak. Belum lagi pasien yang sudah datang kini sedang antri. Saya lupa jumlahnya, tapi kalau 30 orang sepertinya lebih."
Nadhief melihat pekerjaan di bagian donor darah sangat santai Sekali, meskipun banyak yang masih antri. Mereka hanya butuh tes tekanan darah dan itupun sangat cepat sekali pengerjaannya.
Dia meminta ijin pada Dokter Martha, yang menjadi ketua tim dokter bagian donor darah. setelah mendapatkan ijin, Nadhief mengajak Malika untuk menuju ke tenda khitan masal.
"Sejak kapan kamu ikut jadi panitia, Lika?"
"Malika enggak jadi panitia, Kak. Tadi sebenarnya mau nyamperin Arga sebentar, eh ngak taunya dia lagi kerepotan buat data peserta khitan masal. Jadinya Malika bantuin saja kasihan anak-anak kalau kelamaan menunggu," terang Malika pada Nadhief.
Saat akan sampai di tenda yang mereka tuju, Nadhief menghentikan langkahnya. Dia ingin memastikan sesuatu pada Malika.
"Kenapa, Kak?"
"Kamu ikut masuk ke dalam ruang khitan?" tanya Nadhief.
Malika terkekeh mendengar pertanyaan dari Nadhief, dia ini selalu saja bertingkah konyol jika sedang bersama dengan Malika.
“Memangnya boleh, Kak? Lumayan juga bisa lihat transformasi bentuk baru ... Aduh, Kakak kok di ketok sih?!” seru Malika.
Nadhief yang mendengar perkataan ngawur dari Malika langsung menjitak pelan kening gadis yang sedang mengerucutkan bibir di depannya.
“Ngak usah aneh-aneh, sana bantuin Arga buat data anak-anak yang mau ikut khitan masal!” seru Nadhief.
Setelah itu dia masuk lebih dulu ke dalam tenda meninggalkan Malika yang masih saja menggerutu.
Acara Bakti Sosial berjalan dengan sangat lancar, semua anggota tim pelaksana bekerja dengan sangat totalitas. Semua saling membantu tanpa harus di minta.
Begitupun Malika, dia yang awalnya hanya berniat membantu sebentar malah keterusan sampai berakhirnya acara.
Itu semua karena dia bertugas menjadi tim penghibur anak-anak yang menangis histeris sebelum masuk ruang tindakan. Malika seperi peri baik hati yang memberikan hadiah bagi anak yang sudah berani di khitan. Tidak tanggung-tanggung Malika memborong semua mainan pedagang kaki lima yang ada di depan kampusnya.
“Terima kasih, Malika cantik. Kamu sudah berhasil membuat anak-anak tidak rewel ketika di khitan,” ucap presiden BEM Universitas.
“Sama-sama, Kak. Malika juga senang kok bisa membantu panitia.”
“Kamu bisa ikut acara nanti malam?”
“Acara apa, Kak?”
“Nanti malam ada acara makan malam sekaligus penutupan acara Bakti Sosial hari ini, kalau bisa ikut nanti malam jam 7 hadir di ruang BEM Universitas ya.”
Sebelum menjawab tawaran dari Presdir BEM, Malika di kejutkan dengan suara yang datang dari arah belakangnya.
“Malika malam ini ada kelas ‘kan?” tanya Nadhief.
“Iya, Pak. Setelah magrib kelas baru di mulai,” jawab Malika.
Dia bingung kenapa tiba-tiba saja ada Nadhief di belakangnya, padahal setelah selesai acara tadi Nadhief dan Dokter Asrul sudah meninggalkan tenda tempat di laksanakan khitan masal.
Malika meminta maaf pada Presdir BEM karena tidak bisa ikut acara penutupan Bakti Sosial nanti malam karena ada jadwal kuliah. Sikap ramah yang di tunjukkan Malika pada Mahasiswa Teknik Sipil itu membuat Nadhief mendengus sebal.
“Bye, Kak. Sekali lagi maaf ya,” ucap Malika lagi, ketika Presdir BEM pamit padanya.
Malika melihat ke arah Nadhief berdiri, dia tersenyum sangat manis pada pujaan hatinya. Namun sikap Nadhief sama sekali tidak ada manis-manisnya dengan Malika. Dia kini justru pergi begitu saja meninggalkan Malika yang masih mengemas barang bawaannya.
“Orang kok aneh begitu, tiba-tiba datang kayak Om Jin. Pergi tanpa berpamitan dengan calon istrinya ...” gumam Malika, namun masih bisa di dengar oleh Arga.
“Jangan terlalu tinggi kalau berkhayal Malika,” tegur Arga.
“Eh ... Ga,” panggil Malika.
“Apa?”
“Kamu merasa ngak sih, kalau Kak Nadhief tuh sebenarnya suka sama Malika,” Bisik Malika pada Arga.
Arga menarik hidung mancung Malika, dia ini sangat gemas sekali dengan sahabatnya ini. Sudah di tolak berkali-kali masih saja tidak ada efek jera.
“Kamu pernah hitung ngak berapa kali Pak Nadhief tolak lamaran kamu?”
Malika duduk di kursi dengan mengelap keringatnya, sambil berpikir untuk menjawab pertanyaan Arga.
“Sepertinya 1001 kali, tapi kayaknya lebih deh,” jawabnya dengan terkekeh, melihat kisah cintanya yang sangat menyedihkan.
Arga hanya menggeleng melihat sahabatnya menertawakan nasibnya sendiri. Perempuan kalau di tolak sekali pasti akan langsung patah hati dan bersedih. Tapi tidak dengan Malika, meskipun ribuan kali di tolak Nadhief, dia tetap maju terus pantang menyerah.
***
Jam kuliah sudah berakhir ketika pukul 8 malam, Malika masih menulis tugas yang harus dia kumpulkan minggu depan. Ini kedua kalinya dia ikut kelas Nadhief di kelas karyawan, ternyata cara mengajarnya sama saja ketika di kelas reguler. Tegas dan disiplin, tambah satu lagi banyak sekali tugasnya.
Setelah pindah ke kelas karyawan, Malika lebih santai dalam membagi waktu bekerja dan kuliah. Membuatnya bisa bersantai juga di akhir pekan, santai yang di lakukan Malika adalah menggoda Nadhief setiap dia lari pagi.
“Arga kamu mau nyusul ke ruang BEM?” tanya Malika, setelah siap untuk pulang.
“Iya, mau mampir sebentar. Ngak enak kalau langsung pulang. Kamu mau ikut?”
Malika menggeleng, malam ini Eyang Uti datang dia akan bermanja-manja dengan Ibu dari Papa Ady.
“Aku pulang duluan ya, Eyang udah sampai rumah,” jawab malika. Mereka berdua kini sedang menuju ke parkiran
Arga selalu mengantar Malika sampai ke parkiran mobil. Setelah sahabatnya pergi, dia akan kembali masuk ke dalam kampus.
Hal itu di lakukannya karena Malika sering kali di goda oleh mahasiswa yang sedikit urakan, Arga takut jika sahabatnya kenapa-napa. Memang Arga sangat menyayangi Malika dan juga Nala.
“Terima kasih, Arga. Malika pulang dulu ya.”
“Hmmm ... hati-hati di jalan, ngak usah ngebut!” seru Arga.
“Asiapppp ...”
Malika mengendarai mobilnya menuju ke gerbang utama kampusnya, sebelum pulang ke rumah dia akan mampir ke Dapur Nala untuk membelikan cookies kesukaan Eyang Uti dan Papa Ady.
Kedua kesayangannya itu memang penggemar berat kue buatan sahabatnya yang kini sedang mengandung keponakannya, siapa lagi kalau bukan Nala. Mengingat Nala membuat Malika ingin bertemu dengan sahabatnya itu.
“Terima kasih, Non Malika,” ucap satpam komplek perumahannya.
Malika rutin memberikan makanan untuk satpam yang sedang bertugas malam, ini semua karena ajaran dari Papa Ady.
“Sama-sama, Pak. Semangat bertugas ya, kalau ngantuk minum kopi saja. Kalau enggak ya nonton drama korea yang kemarin Malika rekomendasikan,” jawab Malika.
“Sudah kami tonton, Non. Bagus sekali, sampai kehabisan tisu kemarin.”
“Haha ... haha, tahu gitu Malika kasih tisu sekalian kemarin.”
Malika merekomendasikan drakor ‘Hi By, Mama’ drama kesukaannya dan Mama Arina. Ternyata satpam komplek perumahannya sudah menonton drama yang akan menghabiskan banyak tisu jika menontonnya.
Malika melajukan mobilnya menuju ke rumah orang tuanya, dia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Eyang Uti yang baru pulang dari Umroh bersama dengan sahabat-sahabatnya.
“Anak cantik datang ... kenapa ngak ada yang menyambut sih?” teriak Malika ketika salamnya tidak ada yang menjawab.
Dia masuk dengan membawa paper bag berisi cookies yang dia beli tadi.
“Mama ... Papa ... Eyang Uti ... Bibik, pada kemana sih?” ucap Malika dengan menaruh paper bag ke atas meja makan.
Dia mendengar suara tawa di taman belakang dekat kolam renang.
“Pantesan ngak ada yang jawab salam Malika, orang pada di taman belakang semua,” gumamnya.
Dia sedikit berlari menuju ke taman belakang untuk menyusul semua anggota keluarganya, namun saat sampai di depan kamar mandi dekat dapur Malika di kejutkan dengan kemunculan Nadhief.
“Astaghfirullah, Kakak ini kenapa suka sekali muncul tiba-tiba sih?” omel Malika dengan mengelus dadanya.
“Kamu ini yang kenapa ngak bisa kalem selama semenit saja, Malika. Ngagetin orang saja!” seru Nadhief, dia juga kaget dengan kemunculan Malika.
“Ikut-ikutan saja!” gerutu Malika.
Nadhief menghela nafas, dia sedang dalam suasana hati yang tidak baik. Malas berdebat dengan Malika maka dari itu dia kali ini mengalah saja pada gadis yang masih setia menatapnya dengan sangat lekat.
Malika mengikuti ke mana arah Nadhief melangkah, benar saja semua anggota keluarganya sedang berkumpul di taman belakang.
Di sana ada Nenek Kemala yang sedang berbincang dengan Eyang Uti. Jadi pujaan hatinya ada di rumahnya karena mengantar Neneknya.
“Cucu cantiknya Eyang sudah pulang ...”
Malika berlari ke arah Eyang Uti, dia langsung memeluk Eyang dengan sangat erat. Hampir sebulan lebih mereka tidak bertemu, biasanya seminggu 2-3 Malika pasti datang berkunjung ke rumah Eyang Uti.
“Kangen banget sama Eyang,” ucap Malika.
“Malika cantik kenapa baru pulang, Sayang?”
“Sekarang kuliah Malika ganti jadi kelas karyawan Eyang, karena keteteran bagi waktu kalau masih di kelas reguler.”
Eyang Uti mengangguk, dia kembali mencium kedua pipi Malika. Cucu perempuan satu-satunya ini memang sangat cantik dan menggemaskan baginya.
“Ya sudah, sekarang anak cantik mandi dulu. Setelah itu makan malam, tadi Eyang sudah masak makanan kesukaan Malika.”
Kedua mata Malika berbinar, dia selalu suka jika Eyang Uti membuat masakan kesukaannya.
Malika langsung pamit dengan semua orang bergegas untuk mandi. Perutnya juga sudah keroncongan minta di isi.
Selesai mandi Malika langsung shalat isya, kemudian baru turun ke bawah. Meskipun sudah hampir jam 9, dia tetap akan makan malam.
“Lama sekali ...” ucap Nadhief yang sudah ada di meja makan.
“Loh, Kak Nadhief belum makan juga?”
“Hmmm ... cepat siapkan makanan, Lika. Aku sudah sangat lapar, kamu kenapa mandinya lama sekali?!”
Malika mengambilkan makanan untuk Nadhief, mereka berdua menyukai makanan yang sama. Sapi lada Hitam dan tumis pakcoy.
"Minumnya apa, Kak?" tanya Malika, setelah memberikan piring yang berisi makanan pada Nadhief.
"Jus jeruk, ada?"
"Ada, biar Malika ambilkan dulu."
Nadhief belum memulai makan malamnya, dia masih menunggu Malika makan juga. Padahal Ady dan Arina sudah menyuruhnya makan lebih dulu sejak tadi.
"Lah kok, belum mulai makannya?"
Malika menyerahkan jus jeruk pada Nadhief, kemudian dia duduk mengisi piringnya dengan nasi dan lauk.
"Kita makan bersama," ucap Nadhief.
Malika menghentikan gerakan tangannya, dia mengulum senyum kerah calon masa depannya.
"Kita udah cocok banget loh, Kak. Nikah yuk!"