Acara Kampus

2082 Words
“Mama, nanti malam kayaknya Malika enggak pulang ke rumah. Soalnya Arga bilang ada acara di kampus sampai larut malam.” Arina yang sedang memasak sarapan untuk suami dan putri cantiknya, menoleh sebentar ke arah Malika yang baru saja turun dari kamarnya. “Mau di jemput sama, Papa?” “Ngak usah, Ma. Biar Malika nginep saja di kos teman, kemarin sudah nawarin dia,” jawab Malika dengan mencomot bakwan jagung yang baru matang. “Aduh panas!” serunya. Namun dia masih tetap memakannya. “Enak, Ma ...” ucapnya dengan mengangkat jempol. Arina hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan putrinya yang tidak ada anggun-anggunnya sama sekali. “Makan sambil duduk, Kak,” tegur Arina. Malika meringis, dia duduk untuk melanjutkan makan bakwan jagung. “Maaf, Ma.” “Acara apa sih, Kak. Kok sampai tengah malam acaranya?” “Ini tuh acara dari BEM Fakultas, Ma. Adain semacam ramah tamah untuk semua anak jurusan Fakultas Ekonomi. Kemarin sempat ada pembullyan senior pada adik tingkat, mungkin acara ini di adakan karena kasus itu,” terang Malika. Arina meminta Bibik melanjutkan menumis capcay yang hampir matang. Dia penasaran dengan pembullyan yang baru saja di katakan oleh putrinya. “Siapa yang di bully, Kak?” “Teman satu angkatan Malika, Ma. Katanya sih dia di tuduh jadi selingkuhan pacar Kakak Senior.” “Kok bisa sih? Memang ada buktinya.” Malika menggeleng, dia tidak begitu mengikuti gosip yang ada di kampusnya, karena baginya hal itu tidak penting sama sekali. “Ngak tahu juga, Ma. Mungkin juga salah paham, soalnya yang di bully tuh kalau di kampus lemah lembut sekali orangnya. Bukan tipe pelakor,” jawabnya. “Kakak kalau di kampus jangan kecentilan ya, biasa saja kalau sama teman laki-laki. Meskipun Kakak cantik tapi ngak boleh sok cantik,” titah Arina, yang membuat Malika terkekeh. Mamanya ini selalu saja takut jika Malika mendapat perlakuan kasar dari seniornya. Karena wajah cantik dan sikap ramah Malika, membuatnya banyak di kagumi oleh teman laki-lakinya. Namun, Malika tidak pernah menyambut dengan ramah, dia selalu ketus dengan orang yang menurutnya sedang caper dengannya. “Tenang saja, Ma. Malika bukan tipe gadis sok kecentilan, lagi pula ngak ada yang lebih menarik selain Kak Nadhief.” “Kamu ini!” Arina menarik pipi putrinya dengan gemas. “Minggu lalu Kakak ngajakin Nadhief menikah ‘kan?” Malika tertawa melihat wajah cemberut Mama cantiknya, saat dia melamar Nadhief bertepatan dengan Arina menuju ke meja makan. Saat itu dia terkejut mendengar Malika yang dengan santainya mengajak seorang pria menikah tanpa ada beban. “Hanya bercanda, Ma. Tapi kalau di terima ya ayok saja ...” “Sayang, jangan di ulangi lagi! Kamu ini perempuan, masak nembak duluan sih?” “Yah Mama, ini tuh sudah tahun 2023 kalau suka ya bilang saja. Ngapain sih harus menunggu cowok duluan yang nembak? Kelamaan, Mama,” jawab Malika. Arina hanya bisa menghela nafas, kalau masalah percintaan Malika sama dengan Papanya. Tanpa basa-basi Ady mengajak Arina menikah, padahal saat itu posisi Arina masih memiliki kekasih namun belum mendapat restu dari orang tuanya. Ady dengan segala kegigihannya akhirnya mendapatkan restu dari kedua orang tua Arina. Dia dengan gencar merebut hati Arina dari pacarnya dulu, jadi Ady mendapatkan Arina itu dari hasil menikung. Malika berangkat ke kampus menggunakan mobil kesayangannya, dia akan menjemput Arga. Kos teman Malika tidak memiliki tempat parkir mobil, jadi dia meminta Arga untuk membawa mobilnya. “Selamat sore, Arga yang enggak ganteng ...” sapa Malika. “Dasar teman ngak ada akhlak!” dengus Arga saat akan masuk ke dalam mobil. Kini Malika sudah duduk di kursi penumpang, dia paling malas kalau di suruh menjadi supir Arga. “Sore-sore tuh ngak boleh ngambek, nanti cepat tua.” “Kalau aku temenan sama kamu ngak usah ngambek juga bakal cepat tua,” jawab Arga. Malika terkekeh, dia memakai seat belt saat Arga sudah mulai menjalankan mobilnya. “Nanti malam acara apa saja sih, Ga? Tadi Mama sebenarnya agak ngak bolehin aku menginap.” “Acaranya di mulai jam 9 malam, karena dosen yang akan ikut acara ada rapat lebih dulu. Kamu tahu sendiri ‘kan kalau acara jam 9 pasti kumpulnya paling enggak jam setengah 10, jadi selesainya pasti sudah dini hari. Makanya di sediakan tempat untuk tidur peserta dan panitia,” jelas Arga, dia ini sebagai panitia acara. “Tidurnya di pisah ‘kan?” “Iya, sudah di siapkan khusus perempuan dan laki-laki.” Malika itu paling tidak bisa kalau tidur dengan orang banyak, jadi dia lebih memilih menumpang di kos temannya yang ada di sebrang kampus. “Kalau yang kosnya dekat kampus boleh pulang?” tanya Malika. “Sebenarnya sih ketua panitia minta semua peserta tidur di kampus, kamu tahu sendiri ‘kan tujuan dari acara nanti malam? biar senior dan adik tingkat saling mengenal dengan baik, pihak Fakultas tidak mau terjadi pembullyan lagi karena salah paham.” Malika mengangguk, sepertinya rencana kabur dari tempat acara akan gagal. Untung saja dia menuruti apa yang Mamanya sarankan, Malika membawa selimut dan bantal kesayangannya. Sesampainya mereka di kampus, Malika langsung menuju ke kelas. Sementara Arga akan mampir ke ruang Bem untuk memberikan LPJ acara Bakti Sosial yang baru saja dia selesaikan. “Malika ...” Saat merasa ada yang memanggilnya Malika menghentikan langkahnya saat akan masuk ke dalam lift. “Pak Nadhief?” gumam Malika. “Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Malika saat Nadhief sudah ada di depannya. “Kamu nanti ada di kelas saya ‘kan?” “Iya, Pak.” “Bisa minta tolong?” “Bisa, Pak.” Nadhief memberikan tumpukan kertas pada Malika. Itu adalah kertas hasil kuis minggu kemarin yang di kumpulkan Malika dan teman-temannya. “Kok di kembalikan, Pak?” tanya Malika bingung. “Sudah saya koreksi, tolong kamu bagikan. Saya akan mengadakan presentasi secara acak dari hasil jawaban kalian.” Malika kaget dengan apa yang di katakan oleh Nadhief, kemarin hampir semua temannya memiliki jawaban yang sama. Jika di adakan presentasi secara acak, bisa jadi teman-temannya tidak paham dengan jawaban mereka sendiri. Karena kemarin teman kelasnya menyontek jawaban Malika dan juga Arga. Sepertinya Nadhief akan keluar tanduknya sebentar lagi. Apa jangan-jangan sudah keluar? Tapi masih di sembunyikan. “Iya, Pak. Saya akan infokan ke teman-teman,” jawab Malika. Sebelum Malika pergi, Nadhief kembali memanggilnya. “Jangan sok pintar dengan membagikan jawabanmu ke teman, Malika! Belum tentu juga jawaban yang kamu tulis di kertas soal itu benar,” ucap Nadhief, yang membuat Malika bagai di sambar petir. Nadhief pergi meninggalkan Malika yang masih mematung di depan lift. Benar ‘kan tadi yang dia pikirkan, Nadhief sudah keluar tanduknya. “Mampusss!” gumam Malika dengan mengacak rambutnya. *** “Sudah ngak usah nangis terus, baju aku sudah basah ini kena air mata bercampur iler kamu.” “Arga ... jahat banget sih kamu!” “Lagian kamu ini kenapa nangis kayak gini sih? Biasanya juga jadi gadis tangguh.” “Pak Nadhief tuh omongannya pedes banget, udah kayak sambal mercon saja.” Arga masih berusaha menenangkan sahabatnya yang masih saja menangis dalam pelukannya. Setelah kelas berakhir Malika mengajaknya untuk cepat meninggalkan kelas. Dia pikir sahabatnya itu lapar, ternyata Malika sudah menahan tangis setelah kena amukan Nadhief. Selama perkuliahan berlangsung Malika dan Arga menjadi sasaran amukan dari Nadhief, karena telah memberikan contekan pada teman-temannya. Tidak hanya itu saja, Nadhief juga mengancam akan memberikan nilai C pada semester ini pada mereka berdua. “Kita memang yang salah, Lika. Jadi harus tanggung konsekuensinya. Besok jika Pak Nadhief ada waktu senggang kita minta maaf secara pribadi, minta keringanan hukuman jangan sampai di beri nilai C.” Malika melepaskan pelukannya pada Nadhief, dengan joroknya dia membersihkan ingus di depan Arga. Untung saja Arga sudah biasa dengan kelakuan Malika, jika tidak pasti dia akan merasa mual. “Memangnya bisa?” tanya Malika dengan suara serak. “Kita coba saja dulu, semoga saja pak Nadhief bisa memberikan keringanan hukuman.” Malika mengangguk, dia meminta Arga di temani ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Karena sebentar lagi acara ramah tamah akan segera di mulai. Sesampainya kamar mandi Malika langsung masuk ke dalam. Dia masuk ke dalam bilik toilet untuk buang air kecil sebelum mencuci muka. Saat akan keluar malika mendengar ada seseorang yang menyebut namanya. “Kamu tega sekali sama malika sampai merencanakan hal sejahat itu, kamu bisa merusak masa depannya!” “Biar saja, gadis sok cantik itu memang pantas mendapatkannya.” “Memangnya salah apa Malika sama kamu, sepertinya dia tidak pernah melakukan apa-apa?” “Ckk, kamu masih tanya dia salah apa? kamu lupa kalau Randi menolak aku karena siapa? ya ... karena gadis sok cantik itu!” “Tapi ‘kan itu Randi yang suka sama Malika, kenapa juga kamu jahat sama dia?” “Kamu ini kenapa sih?! Dari tadi belain gadis sok cantik itu!” Malika tidak menyangka teman sekelasnya yang mengadu pada Nadhief. Hanya karena masalah sepele, yah ... masalah percintaan. Teman yang di anggapnya baik ternyata menusuknya dari belakang. Untung saja Malika sudah tahu saat ini jika Chandra tidak sebaik yang dia kira. Saat Malika sudah tidak lagi mendengar suara keributan, dia keluar dari bilik bergegas mencuci wajahnya lalu memoleskan bedak tipis dan lip tint agar tidak terlihat pucat. “Kenapa wajahnya manyun begitu?” tanya Arga, saat melihat Malika keluar dari toilet. “Nanti aja ceritanya kalau mood sudah kembali bagus.” “Iya, ayok kita ke tempat acara. Sebentar lagi sudah mau di mulai.” Malika mengangguk, dia berjalan di sebelah Arga. Suasana hatinya hari ini benar-benar berantakan sekali, sampai membuatnya tidak menyadari jika Nadhief berada di belakangnya sejak tadi. Sepanjang acara berlangsung Malika terus saja diam dengan pandangan kosong. Badannya ada di dalam ruangan itu namun pikirannya sudah gentayangan kemana-mana. Malika saat ini hanya ingin cepat pulang untuk merebahkan badan dan pikirannya. Setelah ketua panitia acara mengatakan, jika mahasiswa yang di jemput oleh keluarganya di ijinkan untuk pulang. Malika langsung mengirimkan pesan pada Papanya untuk menjemputnya setelah acara selesai. “Lika, jadi pulang?” Arga menghampiri Malika. “Iya, Papa sudah di parkiran.” Malika mengajak Arga untuk mengantarnya sampai tempat parkir, dia juga meminta Arga untuk membawa pulang mobilnya. Karena dia sedang malas untuk menyetir sendiri. “Sayang ...” panggil Ady, dengan melambaikan tangan. “Papa sudah lama sampainya?” “Belum, baru juga datang.” Malika memberikan kunci mobil pada Arga, kemudian pamit dengan sahabatnya. “Maaf ya Arga, Malika selalu merepotkan kamu,” ucap Ady dengan ramah. “Tidak masalah, Om. Malika sudah Arga anggap seperti adik sendiri.” “Terima kasih, kalau begitu Om pulang dulu ya.” “Iya, Om. Hati-hati di jalan.” Arga kembali masuk ke dalam kampus, karena dia malam ini akan menginap bersama dengan panitia lainnya. Namun saat dia akan naik lift Nadhief memanggilnya. “Iya, Pak. Ada apa?” “Malika pulang sama siapa?” tanya Nadhief. “Di jemput sama Om Ady, Pak.” “Apa dia masih menangis?” Arga melihat wajah dosennya yang terlihat khawatir menanyakan keadaan sahabatnya. “Sudah tidak, Pak.” Nadhief mengangguk, dia merasa bersalah tengah berkata kasar pada Malika. Hal ini dia lakukan untuk melindungi Malika dari teman barunya yang berniat jahat padanya. “Saya minta tolong, jangan sampai Malika berteman dekat dengan Chandra,” ucap Nadhief. “Memangnya kenapa, Pak?” Nadhief menceritakan pada Arga jika Chandra malam ini memiliki rencana jahat pada Malika saat menginap di kosnya. Maka dari itu dia mengatakan hal-hal kasar pada Malika agar tidak memilih sembarang teman. Waktu di dalam kelas nadhief menekankan kata ‘Tidak baik terlalu percaya dengan orang baru, karena tidak semua orang benar-benar menyukaimu’ itu tujuannya untuk menyadarkan pada Malika jika tidak semua orang memiliki hati tulus sepertinya. “Dari mana Pak Nadhief bisa tahu?” “Saya tidak sengaja mendengarnya saat ada di cafe kemarin sore.” “Pantas saja Malika terlihat kembali murung ketika keluar toilet tadi, setelah Chandra keluar lebih dulu.” “Apa terjadi sesuatu dengan Malika?” Nadhief kembali cemas. Arga menggeleng, sepertinya Chandra tidak sadar jika di dalam bilik toilet ada malika. “Sepertinya tadi Malika mendengar sesuatu yang penting dari Chandra dan temannya. Tapi Chandra tidak sadar jika ada Malika di dalam bilik toilet, Pak.” Nadhief menghela nafas, dia kembali meminta Arga untuk menjaga Malika sementara waktu. Sampai dia bisa memberi pelajaran pada orang yang berniat jahat dengan Malika. Karena bukan hanya Chandra saja yang berniat jahat, namun ada satu orang yang menjadi otak dari semuanya. “Kenapa bukan Pak Nadhief sendiri yang menjaga Malika?” tanya Arga sebelum Nadhief pergi. “Saya tidak mau Masalah semakin rumit ...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD