Kepompong

2274 Words
Semenjak mendengar pertanyaan dari Om Ganteng suami dari sahabatnya bulan lalu, Malika terus saja menggoda Nadhief dengan pertanyaan yang sama. Dia sebenarnya tidak memiliki pikiran, jika Nadhief sengaja menjadi dosen untuk mendekatinya. Namun, kesempatan emas jarang terjadi Malika langsung saja sat set. Kini mata kuliah matematika ekonomi dan keuangan di ajar oleh Nadhief, tetangga Malika itu ternyata telah lulus S2 dan sudah di wisuda minggu kemarin. Karena, setiap minggu dia akan bertemu dengan Nadhief setidaknya 1 minggu 2 kali dalam kelas, membuat Malika penuh semangat untuk berangkat ke kampus. “Kalian tahu tidak, kalau Pak Nadhief ternyata mahasiswa kedokteran di kampus kita,” ucap salah satu teman Malika. “Masak sih?” “Iya, sepupuku ku yang bilang. Dia satu angkatan dengan Pak Nadhief di Fakultas Kedokteran.” “Kok bisa jadi dosen Fakultas Ekonomi?” “Pak Nadhief kuliah 2 jurusan sekaligus, karena kepintarannya dia bisa lulus S1 dan S2 dalam waktu 4,5 tahun.” “Wahhh hebat sekali,” seru teman malika beramai-ramai. Arga yang mendengar teman kelasnya sedang membicarakan soal dosen yang menjadi most wanted di kampusnya dia hanya geleng-geleng kepala. Dia melihat kearah Malika yang sedang sibuk mengecek email dari Admin gudang toko Dapur Nala. “Lika ...” Panggil Arga. “Iya, kenapa?” “Kamu ngak mau ikut bergabung membahas soal Pak Nadhief?” Malika menggeleng, dia ini memang jarang sekali berkumpul dengan temannya. Karena Malika selain kuliah juga sibuk mengurus bisnis. “Ngak ada waktu, Ga. Kalau mau aku ikut kumpul, kamu gabung jadi Staf Dapur Nala.” “Maaf Malika bukannya aku menolak, tapi kamu tahu sendiri ‘kan kalau aku sudah bekerja dengan perusahaan lain.” “Iya, perusahaan yang bosnya cantik dan sexy,” jawab Malika, sejak tadi dia bicara dengan Arga tanpa mengalihkan pandangannya dari ipad. Arga hanya mendengkus pasrah jika Malika sudah mengungkit soal penampilan bosnya yang bak model itu. Akhir bulan lalu dia sudah berencana untuk mengajukan pengunduran diri, ternyata bosnya menawarkan kenaikan jabatan. Setelah dia berdiskusi dengan Malika, sahabatnya itu justru menyuruh untuk menerima promosi jabatan. Malika berkata, karir cemerlang Arga akan bisa membantu perekonomian keluarganya. Jika di Dapur Nala Arga hanya akan menjadi staf akuntansi biasa, karena Nala sudah mendapatkan manager untuk toko dan restorannya. “Malika, Pak Nadhief sudah datang,” ucap Arga. Malika melihat ke arah pintu kelasnya, benar saja Nadhief datang dengan membawa satu buku besarnya. Dia langsung mematikan ipad lalu memasukkan ke dalam tas. “Apa ada yang belum saya panggil?” tanya Nadhief setelah selesai membacakan daftar hadir mahasiswanya. “Sudah semua, Pak,” jawab Komting, yaitu Arga. Nadhief menganggukkan kepala, dia memulai perkuliahannya hari ini. Meskipun dia tergolong dosen baru Nadhief sangat pandai dalam penyampaian materi, mata kuliah yang dia ajarkan termasuk susah dan membosankan bagi sebagian mahasiswa. Namun, saat dia yang menjelaskan semua siswa yang hadir dapat menerima dengan baik. “Arga bisa tolong saya bantu kumpulkan tugasnya?” “Bisa, Pak.” “Baiklah, kalau begitu saya akhiri perkuliahan hari ini.” Setelah selesai mengajar Nadhief langsung pergi dari kelas Malika, dia buru-buru karena ada rapat bersama dekan Fakultas Ekonomi. “Malika sudah selesai?” “Sudah nih ...” jawab Malika dengan mengumpulkan tugas ke Arga. “Mau ke kantin?” “Hmmm ... lapar sekali, tadi pagi ngak sempat sarapan.” “Kenapa?” “Mama sama Papa pergi, aku malas sarapan sendirian.” “Ya sudah, sana ke kantin dulu. Sekalian pesankan aku bakso jumbo sama lemon tea, setelah mengumpulkan tugas ke ruang dosen nanti aku susul.” “Oke, aku pergi dulu ya.” Arga mengangguk, dia masih harus menunggu beberapa temannya yang belum selesai mengerjakan tugas yang di berikan oleh Nadhief. “Selamat siang, Pak. Maaf mengganggu, saya mau mengumpulkan tugas dari teman-teman,” ucap Arga saat masuk ke dalam ruangan dosen. Di meja Nadhief ada dosen cantik yang bernama Anin sedang membahas sesuatu hal. “Terima kasih, Arga.” Nadhief berterima kasih saat sudah menerima kertas yang di berikan oleh mahasiswanya. “Sama-sam, Pak. Kalau begitu saya pamit dulu.” Nadhief mengangguk, kemudian Arga keluar dari ruang dosen. Dia merasa ada yang aneh dari tatapan dosennya yang bernama Anindia itu, seperti habis menangis. *** Malika baru saja sampai rumah hampir jam 10 malam, setelah dari kampus dia langsung pergi ke toko. Karena sekarang sedang musim pernikahan Dapur Nala banjir orderan dari pihak WO, membuatnya harus memutar otak ekstra keras agar permintaan dari Reseller dan klien nya dapat tercukupi. Mama dan Papanya masih berada di luar kota untuk urusan bisnis, seperti biasa malam ini Malika akan menginap di rumah Nala. Meskipun sahabatnya itu sudah tidak tinggal lagi di sana. “Anak gadis jam segini baru pulang!” tegur Nadhief saat Malika akan menutup pintu gerbang, karena pak satpam kebelet pipis. “Belum ada yang memberi nafkah, Akak. Wajar saja Malika ini mengais rizki sendiri,” jawabnya dengan menenteng paper bag berisi pakaian gantinya. Nadhief mengangkat kedua alisnya, kelakuan Malika memang benar-benar unik sekali. Bisa-bisanya dia menjawab seperti itu disaat memiliki orang tua yang kaya-raya. “Jangan kebiasaan memforsir tenaga, tidak baik untuk kesehatan,” ucap Nadhief, menghampiri Malika. “Lagi ada sedikit masalah di toko, Kak. Nala ngak mungkin bantuin, jadi hanya aku seorang yang harus membereskan.” “Pesanan bertambah banyak?” “Bukan lagi tambah, Kak. Sudah banjir luber kemana-mana,” jawab Malika dengan lebay. Nadhief sedikit terkekeh melihat ekspresi Malika, wajah cantiknya kini sudah terlihat kumal. “Bagaimana keadaan produksi?" Tanya Nadhief lagi. “Agak sedikit kerepotan bagian Pastry, Kak. Tapi sementara ini masih aman kok.” Malika yang melihat ada es kopi yang masih utuh di tangan Nadhief langsung mengambilnya, tanpa bisa di cegah Malika sudah lebih dulu meminumnya. “Ah ... segarnya, Akak ini memang paling tahu kalau Malika sedang haus,” ucapnya, setelah meminum hampir separo dari es kopi. “Itu bukan untuk kamu, Malika ...” Tanpa merasa bersalah Malika kembali meminum es kopi dengan merk terkenal yang baru saja di pesan Nadhief lewat ojol. “Lagian siapa suruh nyamperin aku bawa es kopi? Mana kelihatannya seger sekali.” Nadhief berjalan mendekati Malika, dengan santainya dia mengambil es kopi miliknya dari tangan gadis yang masih memakai pakaian saat di kampus tadi. “Kebiasaan sekali, sana mandi dulu. Anak gadis kok bauk,” ucap Nadhief. Malika mengendus ketiaknya, dia merasa jika dirinya tetap wangi meskipun beraktifitas seharian. “Enak saja ngatain Malika bauk, hidungnya pasti salah setting-an!” omel Malika, lalu meninggalkan Nadhief yang sedang tertawa. Pagi hari sekali Malika sudah kembali ke rumahnya dengan berjalan kaki, dia sedang malas untuk mengeluarkan mobil dari garasi rumah sahabatnya. Apalagi Mobil besar milik Danesh (Kakak Nala) menutupi mobil mungilnya. Saat dia baru saja keluar dari gerbang, dengan tidak sengaja berpapasan dengan Nadhief yang akan berangkat lari pagi. Malika langsung berlari menuju ke arah rumah Nenek Kemala untuk menghampiri Nadhief. “Kak Nadhief ngak ke kampus?” “Nanti siang.” “Ngajar apa kuliah?” “Dua-duanya.” “Mau berangkat jam berapa, Malika juga kebetulan ada kuliah nanti siang.” “Setelah duhur.” “Tepatnya jam berapa? Soalnya jam 1 dan 2 itu sudah termasuk setelah duhur.” Nadhief menghela nafas, dia sebenarnya sedang malas sekali berdebat dengan Malika. Setelah, berdebat dengan orang tuanya semalam. Namun, gadis di depannya ini tidak akan mau pergi jika dia tidak menjawab pertanyaannya. “Jam 1.” “Boleh bareng ngak, soalnya mobil Malika ngak bisa keluar. Terhalang sama mobil Kak Danesh?” “Ngak!” Nadhief pergi begitu saja, setelah menjawab pertanyaan beruntun dari Malika. Malika terkikik geli karena berhasil menggoda Nadhief yang pagi ini terlihat sangat kusut. Dia merasa jika Nadhief sedang ada masalah, biasanya tidak pernah lari-lari pagi di hari kerja. “Orang kok suka sekali marah-marah, ngak takut cepat tua apa,” gumam malika, sebelum menuju ke rumahnya. Siang hari yang sangat panas, Malika berangkat ke kampus di jemput oleh ojol. Malika sedang malas membawa mobil sendiri, jadi dia memutuskan memesan ojek online. Saat melewati rumah Nenek Kemala dia melihat Nadhief sedang memanasi mobilnya, Malika langsung meminta Abang ojol berhenti. “Kak Nadhief mau berangkat ke kampus?” “Hmmm ...” “Boleh bareng ngak?” “Mobil kamu kenapa?” tanya Nadhief. “Masih di rumah Mama Husna, terhalang sama mobilnya Kak Danesh.” “Kamu sudah pesan ojol, masih mau bareng sama aku?” “Kalau boleh mending nebeng Kak Nadhief, panas begini cuacanya,” jawab Malika dengan turun dari ojol, dia meminta ojol untuk pergi setelah membayar lewat aplikasi. “Ngak jadi berangkat?” tanya Nadhief saat ojol pesanan Malika pergi. “Jadi, ‘kan mau bareng sama Kakak.” “Memang tadi aku nawarin kamu?” Malika mencebikkan bibir, di sebal dengan Nadhief yang suka sekali ambigu. Padahal jelas-jelas tadi dia tidak keberatan jika dirinya menumpang. “Pokoknya Kak Nadhief harus tanggung jawab!” seru Malika. “Aku memangnya salah apa?” “Kakak ngak ada salah, karena hanya Malika yang selalu bersalah di dunia ini,” jawab Malika dengan ketus. Dengan santainya dia langsung masuk ke dalam mobil Nadhief yang sedang di panasi, tidak perduli pemilik mobilnya akan kembali mengomel. Sepanjang perjalanan menuju ke kampus, Malika terus saja bicara tanpa henti membuat Nadhief menyalakan radio dengan sangat keras. “Ishhhh ... Kak Nadhief ini kenapa sih, suka marah-marah ngak takut darah tinggi apa?” “Kalau kamu ngak pakai acara maksa menumpang aku ngak bakalan terkena darah tinggi, Malika!” “Pelit amat sih, orang waktu itu Kak Nadhief numpang mobil Malika ngak ada tuh aku ngomel-ngomel,” sindir Malika, membuat Nadhief tidak bisa menjawab. Nadhief kembali diam, percuma saja jika dia berdebat dengan gadis yang ada di sampingnya. Pasti akan ada saja jawaban anehnya. “Turun di sana saja, Kak ...” tunjuk Nala pada ruko yang bertuliskan fotocopy. “Mau apa?” “Ketemu sama Arga, sudah di tunggu di sana.” Nadhief menghentikan mobilnya tepat di mana motor Arga parkir. “Terima kasih, Kak. Malika turun dulu ya, jangan kangen!” Nadhief hanya menggelengkan kepala mendengar apa yang di katakan Malika sebelum keluar dari mobilnya, dia tidak langsung pergi. Namun mengamati sebentar apa yang akan di lakukan oleh Malika. Nadhief “Jangan terlalu banyak makan pedas, Malika. Lagi pula makanan yang sedang kamu pesan itu tidak sehat!” Melihat Malika yang menghampiri gerobak jajanan Nadhief memutuskan untuk mengirim pesan padanya, setelah itu melanjutkan perjalanannya. Dia sudah di tunggu oleh dosen pembimbingnya, setelah itu akan mengajar di Fakultas Ekonomi. *** “Arga nanti mampir dulu ke dapur Nala ya?” “Mau apa? ini sudah mau isya’, ngak enak kalau antar kamu kemalaman.” Malika hari ini pulang dari kampus di saat langit sudah gelap, dosen mata kuliah besok meminta jadwal di majukan karena akan pergi ke luar kota. “Aku mau ambil buku yang ketinggalan di sana, kemarin kelupaan,” jawab Malika. “Ya sudah, sekarang ayo naik. Aku akan sedikit ngebut, pegangan yang erat!” “Iya,” Malika bergegas naik ke atas motor milik sahabatnya. Arga langsung menjalankan motornya menuju ke Toko Dapur Nala, namun saat baru keluar dari area kampus ada mobil yang menyalakan klakson dengan sangat keras. Membuatnya menepikan motornya ke pinggir jalan. “Kenapa berhenti?” tanya Malika. Dia sedikit kerepotan menutup rok-ya dengan jaket Arga. “Ada mobil di belakang, sepertinya kenal dengan kamu.” Malika melihat kebelakang. Benar saja yang Arga katakan, mobil Nadhief berhenti tepat di belakang mereka. “Itu Pak Nadhief, Ga. Mau apa dia?” “Ngak tahu, kamu mendingan turun dulu deh. Kita samperin saja, ngak enak kalau dosen yang nyamperin duluan.” Malika turun dengan bantuan Arga, menaruh jaket Arga di atas motor. Lalu menghampiri mobil Nadhief. “Selamat malam, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” sapa Arga dengan sopan, saat Nadhief turun dari mobil. “Kalian mau kemana?” “Mau pulang, Pak,” jawab kompak keduanya. “Malika kamu mau ikut pulang ke rumah Arga?” tanya Nadhief. Malika menggeleng, suka ngawur saja Nadhief kalau bicara. “Malika ya pulang ke rumah Mama dong, Pak. Masak iya pulang ke rumah Arga. Mau ngapain?!” jawab Malika dengan sewot. “Kenapa kamu bonceng Arga?” “Ya ‘kan Bapak tahu sendiri tadi pagi Malika ngak bawa mobil, jadi Malika bonceng Arga buat pulang ke rumah.” “Kamu bareng sama saya, cepat naik!” titah Nadhief. Dia langsung masuk kembali ke dalam mobil, tanpa menunggu jawaban dari Malika. “Orang kok suka maksa!” gerutu Malika. Arga menyuruh Malika naik mobil dosennya, selain itu lebih aman dia juga sedikit sungkan dengan tatapan Nadhief padanya. Sepertinya, ada sesuatu yang di sembunyikan dosennya pada Malika, mungkin saja Nadhief suka dengan sahabatnya. Pikir Arga. “Kak, mampir ke Dapur Nala dulu,” ucap Malika saat sudah duduk cantik di mobil Nadhief. “Mau kerja?” “Enggak, mau ambil buku yang ketinggalan.” “Hmmm ...” Malika menyandarkan tubuhnya, hari ini dia merasa sangat lelah sekali. Selain mengerjakan tugas kampus, dia juga mengecek beberapa laporan pembelian stok bahan yang sudah habis. Membuatnya ingin segera merebahkan punggungnya ke kasur. “Kalau tidak bisa handle sendiri kamu bisa cari sekretaris untuk Dapur Nala,” ucap Nadhief. Dengan mata terpejam Malika tersenyum. “Masih tahap pencarian, Kak. Belum ada yang cocok,” jawabnya. Nadhief membiarkan Malika tertidur dengan sangat pulas dalam mobilnya, dia yang turun untuk mengambil buku Malika yang tertinggal di meja kerjanya. Toko masih buka sampai jam 9 malam, jadi Nadhief sekalian membeli beberapa pastry dan cookies. Melihat Malika yang kedinginan karena AC mobil yang dia nyalakan sedikit kencang, Nadhief mengambil selimut yang selalu ada di dalam mobilnya. Membungkus tubuh mungil Malika dengan selimut tebalnya. “Lucu sekali, malah mirip kepompong,” gumamnya saat melihat Malika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD