Pintu terketuk pelan. Sofia yang sejak tadi sibuk membereskan rumah harus menghentikannya sejenak. Ia berjalan ke arah pintu dan terdiam begitu membuka pintunya.
Seorang pria muda yang sering ia temui di mesjid bahkan sempat menolongnya dengan memberikan tas canvas belanja beberapa waktu yang lalu kini berada didepan matanya.
"Selamat pagi, maaf menganggu?" ucap pria itu sopan.
"Iya, Pagi. Maaf ada apa ya?"
Pria itu sadar, Sofia terlihat ragu dan berhati-hati padanya. Ia pun tersenyum ramah.
"Perkenalkan, saya Farras. Ketua RT disini.."
"RT? Maksudnya?"
"Rukun tetangga."
Sofia tidak mengerti apa maksudnya. Dengan sopan Farras mencoba menjelaskan pada Sofia.
"Maksud saya adalah saya ini sebagai ketua RT memiliki tugas pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggungjawab Pemerintah, menyusun rencana dan melaksanakan pembangunan dengan mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarakat. Pengkoordinasian antar warga, begitu maksudnya."
"Oh begitu. Kalau begitu silahkan masuk."
"Tidak perlu, saya diluar saja."
Maka Farras pun duduk di teras. Dengan canggung Sofia pun duduk di sebelanya dan ada meja kecil menjadi pembatas di antara mereka.
"Jadi begini, saya langsung ke intinya saja. Tapi maaf, kalau boleh tahu nama kamu, em maksud saya nama anda siapa?"
"Saya Sofia."
"Oke, Mbak So-"
"Panggil nama saja. Tidak masalah."
Farras mengangguk. "Oke Sofia. Begini, saya mau tanya, maaf sebelumnya apakah kamu warga baru yang baru saja pindahan?"
"Iya, saya pindahan. Baru sebulan.."
"Sebelumnya dari luar kota?"
"Iya."
"Kota mana?"
Sofia terdiam. Tentu saja ia merasa risih. Ia tidak pernah memahami situasi dan lingkungan di sekitarnya sehingga pada saat di hadapkan oleh situasi seperti ini, Sofia merasa enggan bahkan tidak terbiasa. Apalagi, baginya Farras adalah pria asing meskipun berwajah tampan.
"Maaf kalau pertanyaan saya membuatmu tidak nyaman." ucap Farras akhirnya. "Jadi begini, saya sebagai ketua RT disini hanya ingin menyampaikan kepada Sofia untuk segera memberikan laporan kepada saya sebagai warga pindahan baru di daerah sini. Lapor wajib 1 x 24jam."
"Untuk apa saya lapor?"
"Agar saya bisa mendata identitasmu, Sofia. Dan juga," Farras terdiam.
"Ya?"
"Maaf apakah pria yang tinggal disini bersamamu, statusnya adalah suami?"
"Bukan. Hanya teman.."
"Teman?" Farras cukup terkejut. Namun ia tidak heran karena ia bisa melihat kalau wanita didepan matanya ini adalah warga negara asing yang mungkin sebelumnya tidak memiliki aturan ketat seperti di tempat tinggalnya yang sekarang.
"Iya, kami berteman. Apakah ada masalah?"
"Begini Sofia. Kita hidup di Indonesia yang memiliki aturan untuk tidak mengizinkan antara pria dan wanita yang tidak memiliki status perkawinan atau saudara kandung tinggal di dalam satu atap yang sama."
"Benarkah? Sebelumnya kami terbiasa begini. Kenapa alasannya tidak boleh?"
"Karena, kalau dalam agama dan budaya, sudah tentu hal ini dilarang. Dikhawatirkan kedua pasangan berzina dan si wanita hamil di luar nikah. Singkat penjelasannya begitu."
Sofia memaksanya senyumnya. Merasa tidak enak hati bahkan tidak nyaman dengan kenyataan yang ada.
"Benar-benar tidak bebas. Kenapa semua orang disini begitu betah?" kesal Sofia dalam hati.
"Jadi saran saya, kalau berkenan Sofia dan temannya itu alangkah baiknya pisah rumah dan tidak tinggal dalam satu atap yang sama. Tidak enak menjadi bahan pergunjingan antar warga disini."
Farras berdiri, bersiap untuk pamit pulang. "Saya permisi dulu ya, Sofia. Maaf kalau kata-kata saya menyinggung. Saya hanya menjalankan tugas saya sebagaimana mestinya."
Sofia menatap kepergian pria itu. Dengan perasaan tidak menentu akhirnya ia memutuskan untuk ke kantor penerbit sekarang juga. Ia harus bertemu dengan Daniel dan membicarakan hal penting ini.
****
"Dia hanya menang fisik. Tubuh tinggi tegap bak model. Raut wajah yang tegas. Tatapan begitu tajam. Rambut sedikit ikal di bagian atas kepalanya dengan pipinya yang di tumbuh jambang halus menambah kesan yang semakin terlihat Good looking. Tapi sayang, sifat dan adab pria itu begitu nol."
Daniel tertawa. Rasanya begitu menggelikan membaca potongan isi naskah Author cinta yang ia baca ulang
"Ah jadi begitu hayalan isi kepalanya soal pria tampan? Lucu juga.."
"Tentang pria good looking status kaya raya, punya segalanya tapi suka seenaknya menyakiti para wanita."
Daniel menatap layar laptopnya tanpa berkedip. Ia mengusap dagunya dengan pelan.
"Apa jangan-jangan cerita novelnya itu adalah salah satu bentuk kebenciannya terhadap cinta dan pria?"
Daniel tertawa. "Cih, itu hanya cerita. Yang penting pria itu bukan aku."
Pintu terbuka lebar dengan lantang dan nyaring. Bahkan benturannya begitu keras mengenai dinding. Sofia datang dengan marah
"Adelard!"
"Kenapa wajahmu? Aku takut.."
Dengan kesal Sofia mendekati Daniel, bahkan mencengkram kerah kemeja pria itu. Daniel terkejut, Sofia begitu dekat dengannya.
"Hampir sebulan setelah kepulanganmu dari luar kota itu, kau menghindariku! Bahkan sudah tidak tinggal lagi denganku. Ada apa denganmu? Hah?!"
"Bisa jauh sedikit? Kau begitu dekat denganku.."
"Ah, bahkan sekarang kau benar-benar-"
"Jangan marah-marah. Kau begitu seperti seorang istri-"
Tok! Tok!
"Permisi saya-"
Nafisah terbungkam dengan pemandangan yang ada didepannya. Seorang editor dan pimred, begitu dekat tanpa jarak. Tadinya Nafisah menunggu di lantai bawah. Namun salah satu karyawan mempersilahkan dirinya mendatangi sendiri editornya di lantai 2. Namun yang Nafisah dapat saat ini, editornya itu bersama pria yang ia anggap hantu selama ini.
"Maaf mengganggu, kalau begitu saya tunggu diluar."
Buru-buru Sofia melepaskan tangannya dari cengkraman kemeja Daniel dan langsung menjauhkan diri. Nafisah sudah pergi. Tatapan tajam Sofia beralih menatap Daniel.
"Urusan kita belum selesai!"
Daniel menatap kepergian Sofia. Ia menghela napasnya sembari memperbaiki kerah kemejanya.
"Ciara, kau begitu merepotkan.."
"Tapi, Nafisah begitu dingin. Tentu saja dia tidak akan memperdulikannku apalagi sampai salah paham setelah dengan kejadian ini.."
Berbeda dengan Nafisah saat ini. Ntah kenapa ia begitu kesal melihat Daniel beberapa menit yang lalu. Ia sudah menunggu di ruang editor. Nafisah tersenyum mengejek.
"Jangan marah-marah. Kau begitu seperti seorang istri.. " ucap Nafisah dengan nada bicaranya yang mengolok-olok
"Cih, dasar buaya. Sudah punya istri masih aja ngejar-ngejar aku. Dia pikir aku akan percaya dengannya?"
"Udah setan, penipu lagi! Sekali penipu tetap aja penipu!"
"Sudah tidak ada lagi yang bisa kupercaya soal pria dan cinta di muka bumi ini kecuali Ayahku.."
****
Beginilah Nafisah. Maklumi aja ya readers... Benci banget dia ama laki-laki ?
Tapi makasih sudah baca. Jgn lupa vote ya, supaya rating cerita ini naik di w*****d ???
Instagram : lia_rezaa_vahlefii