Chapter 15

1180 Words
"Apa yang kamu lakukan di kamarku!?" "Aku? Tentu saja habis mandi." "Ada kamar mandi di luar. Kenapa harus memakai kamar mandiku?! Dasar tidak sopan!" "Kata Bapak, kamar mandi di luar sedang di perbaiki." "Alasan!" "Ya sudah kalau kamu tidak percaya. Ah tadi aku cari handuk, tapi tidak ketemu. Jadi aku meminjam wardrobe milikmu." "Sesuatu bisa saja terjadi. Selain dia tidak sopan, dia juga berbahaya. Bisa bayangkan kalau tiba-tiba ia mengancammu menggunakan senjata tajam?" Tiba-tiba Nafisah teringat ucapan Hanif tadi pagi. Ini sungguh situasi yang mengancam. Berdebat dengan pria itu sungguh tidak ada gunanya. Dengan cepat Nafisah membalikkan badannya. Ia memegang kenop pintu tapi terkunci. Nafisah mulai merogoh saku gamisnya yang ada di kanan dan kiri dan kunci itu tidak ada. "Kunci pakai kemana lagi?!" bisik Nafisah pelan. Daniel terlihat menyugar rambut ikalnya yang setengah basah. Ia hanya tersenyum geli dan menggelengkan kepalanya. Bahkan sempat-sempatnya ia menyemprotkan parfum pheromone ke tubuhnya yang maskulin. Terutama area leher dan pergelangan tangannya. Suara kegaduhan yang berasal dari Nafisah terus terdengar. Dengan tangan gemetar Nafisah menghubungi Hanif dan meminta pertolongan. Kekesalan semakin bertambah ketika nomor kakak sepupunya itu malah tidak aktip. Sementara di belakangnya, Daniel hanya tersenyum-senyum tidak jelas. "Ih, mana ucapannya yang katanya bisa di hubungi? Bohong banget!" Tak ada yang bisa Nafisah lakukan selain beralih dengan cara lain. Ia membuka korden jendela dan syok. "Sejak kapan jendela kamar ini di pasang besi tralis? Bahkan tadi pagi tidak ada!" "Aku harus kabur!" "Aku harus pergi! Sebelum nyawaku melayang!" Maka Nafisah beralih ke pintu kamar. Ia mulai menggedor-gedor memanggil siapapun yang ada di rumah itu. Bahkan menaik turunkan gagang pintu yang terkunci dengan cepat. Nafisah membalikkan badannya. "Aku harus- ASTAGFIRULLAH!" Daniel mengerutkan dahinya. Nafisah baru saja menabrak dirinya. Kening wanita itu mengenai d**a bidangnya. Dengan santai Daniel menyentuh pintu yang ada di sisi kiri Nafisah. Nafisah ingin ke kanan, tapi secepat itu Daniel malah menahan wanita itu dengan mengurungnya. Napas Nafisah tersenggal-senggal. Dahi yang berpeluh dengan wajahnya yang sedikit merona merah. Nafisah langsung memandang ke samping. Enggan menatap Daniel yang semakin mendekati wajahnya. "Dia hanya menang fisik. Tubuh tinggi tegap bak model. Raut wajah yang tegas.Tatapan begitu tajam. Rambut sedikit ikal di bagian atas kepalanya. Dengan bagian pipi yang di tumbuhi jambang halus dan menambah kesan good looking. Tapi sayang, sifat dan adab pria itu begitu nol." Nafisah langsung menoleh ke arah Daniel. Pria itu berucap pelan. Bahkan nyaris berbisik dengan kata-kata yang berasal dari isi novelnya. Nafisah juga tidak bisa berbohong, kalau Daniel sangat- sangat tampan. Bahkan postur tubuh pria itu juga tinggi karena pria itu memiliki gen bukan orang indo yang di kenal tinggi besar. "Bagaimana rasanya sekarang? melihat secara langsung fisik seorang pria yang good looking didepan matamu saat ini. Ah, bahkan dengan jarak yang... " Daniel memajukan sedikit wajahnya. Nafisah ketakutan bahkan ia sampai menahan napasnya. Pesona pria itu begitu kuat. Terlebih penampilannya yang saat ini hanya mengenakan wardrobe dan wangi maskulinnya yang tercium. Sungguh, Nafisah tak biasa dengan situasi seperti ini. "Jarak yang begitu dekat." bisik Daniel lagi. "Me.. Menjauhlah dariku." "Tidak.." Daniel sedikit melonggarkan jarak pada wanita itu. Matanya sejak tadi tak henti menatap kedua mata dan bibir tipis Nafisah secara bergantian. "Jangan menatapku seperti itu!" "Aku yang punya mata, jadi terserahku. Kenapa? Kamu deg-degan? Atau.. Ah, aku sering dengar kata orang-orang di negara ini adalah kata baper. Ya, apakah kamu takut baper sama aku?" "Itu menjijikkan!" Dengan kesal Nafisah langsung menghindar. Ia kembali mencari kuncinya kesana dan kemari. Daniel hanya tertawa. Sekarang pria itu memakai celana jeans. Setelah terpasang semua, ia membuka wardrobenya. Nafisah terkejut. Ia langsung menutup dahinya agar tidak terlihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat. "Mencari ini?" Daniel mengulurkan telapak tangannya. Kunci kamar Nafisah ternyata ia pegang sejak tadi begitu melihat wanita itu tanpa sengaja menjatuhkannya. Nafisah bereaksi dan ingin mengambilnya. Namun secepat itu Daniel menolak. "Eitss," "Kembalikan kunciku!" "Tidak akan sebelum kamu mengucapkan kata kuncinya." "Jangan bodoh! Aku tidak akan menuruti kemauanmu yang aneh!" Daniel tertawa. "Memang apa yang kamu pikirkan? Jelas aku tidak mungkin meminta hal yang aneh-aneh padamu-" "CEPAT KEMBALIKAN!" Nafisah ingin merampas. Namun Daniel menghindar. Yang ada ia malah memasukkan kuncinya ke dalam kaus polo yang ia kenakan. "Ini, ambil sendiri. Aku rela dipegang-pegang sama kamu.. " "Jangan gila Daniel! Tolong berikan kunciku. Aku ingin pergi!" "Ini sudah malam. Memangnya mau kemana? Bukankah kamu akan senang bersamaku? Pria good looking dengan d**a yang berbidang dan jambang tipis di pipi wajah? Fisikku ini, khayalan para penulis wanita. Seharusnya kamu bersyukur dengan adanya diriku." "Daniel!" Nafisah mulai lelah. Ia ingin menyerah. Namun ia tidak sudi kalau ia bersama pria itu yang bukan siapa-siapanya. Rasanya ia ingin marah. Melampiaskan seluruh amarahnya. Bahkan sejak tadi ia bertanya-tanya kenapa Pak de dan Bude nya yang suka ikut pengajian rutinan di mesjid tapi malah membiarkan pria asing ini memasuki kamar pribadinya? Jelas saja itu tidak baik dan tidak di benarkan. Ada apa dengan semua ini. Akhirnya Daniel mengeluarkan kunci tersebut dan kembali mengulurkan telapak tangannya. "Ini, ambilah." "Aku lelah berdebat denganmu." lirih Nafisah pelan. "Aku serius. Percayalah." "Aku tidak mau!" "Terserah. Mau disini sampai pagi juga tidak masalah. Yang penting kita bersama." "Aku tidak sudi! Lebih baik aku pergi. Sekarang aku mau kunciku!" Dengan cepat Nafisah mendekati Daniel dan hendak mengambil kuncinya. Namun lagi-lagi Daniel berulah, ia malah menggenggam tangan Nafisah. "Lepaskan aku!" "Kata kuncinya dulu.." "Apaan sih dari tadi kata kunci?! Cepat lepaskan!" "Tidak, kata kunci dulu." Nafisah menarik tangannya. Tapi Daniel tetap menahannya. "Daniel, aku kesakitan!" "Ah bohong." "Aku serius!" "Kata kunci dulu.." Nafisah benar-benar lelah. Daniel begitu menyebalkan dan membuatnya kesulitan. Dengan lunglai Nafisah menurunkan tangannya. Ia melemas dan pasrah. "Ya Allah, maafkan aku. Aku begitu berdosa karena di sentuh sama pria yang bukan mahram." lirih Nafisah dalam hati. "Kamu mulai menyerah? Pegangan tangan begini juga terlihat romantis." "Cepat berikan kunciku.." "Sudah aku bilang-" "DASAR HANTU, SETAN, JAELANGKUNG, ORANG ANEH, ORANG GILA, GAK SOPAN, BUAYA DARAT-" Nafisah terbungkam begitu Daniel menyentuh bibirnya menggunakan tangannya. Nafisah menepisnya. "Sekali lagi berbicara aneh-aneh, aku akan menciummu hingga kehabisan napas. Aku-" "OKE BAIKLAH APA KATA KUNCINYA!" Daniel tertawa. Akhirnya ia merasa menang. Daniel tak melepas genggamannya pada Nafisah. Ia sedikit mendekati wanita itu dan berbisik. "Kata kuncinya adalah 'aku sayang kamu' ." "Apa?!" "Aku sayang kamu." "Aku tidak akan bilang itu!" "Terserah." Nafisah ingin pergi, namun Daniel masih memegang tangannya. "Dasar keras kepala. Untung cantik." "Lepaskan, please." "Kata kunci.." "Tidak!" "Kata kunci.." "Tidak!" "Kata Kunci.." "Tidak!" "Kata kunci.. " "TIDAK! TIDAK! TIDAK!!!!!!" Daniel menghela napasnya. "Lama-lama aku juga lelah. Kalau begitu ayo kita tidur bersama. Ranjang besarmu sudah terlalu lama kesepian. Memeluk guling saja membosankan. Bagaimana kalau kita tidur dan berpelukan?" Nafisah panik. Ia kembali menarik tangannya meskipun Daniel masih menahannya. Karena terlalu memaksakan diri, Daniel hampir saja ikut terseret oleh Nafisah yang hampir jatuh ke lantai. Dan secepat itu Daniel menahan keseimbangannya dan menarik Nafisah dalam pelukannya. Nafisah syok, napasnya tersenggal. Bahkan pipinya bersandar pada d**a bidang Daniel. Begitupun Daniel yang juga sama terkejutnya. "Aku sayang kamu." ucap Nafisah akhirnya. **** ????? Mau gemas tapi ini ulah Daniel. Wkwk Makasih sudah baca ya. Jgn lupa votenya ya, supaya insya Allah rating cerita ini bagus☺ Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD