Part 14

2006 Words
Part 14 tgl "Lho lo?" Cantika terkejut saat membuka pintu rumahnya dan di sana ada Malik duduk santai di atas motor matic di halaman rumahnya. Walau rumah Cantika letaknya di samping jalan raya, rumah Cantika tak terlalu dekat dengan jalan dan masih ada halaman luas menjadi perbatasan antara rumahnya dan jalan raya tersebut. Rumah Cantika juga amat kecil dan di sisi kanan rumahnya terdapat rumah mewah dan di sisi kirinya ada gang masuk berukuran kecil. Cantika tetap merasa bersyukur memiliki tempat tinggal pemberian Vera dan bisa meneduh "Hehe pagi Cantik." Malik masih duduk dan tersenyum lebar menatap sosok gadis yang baru saja keluar dari rumahnya. Cantika tidak menjawab dan sibuk mengeluarkan sepedanya dari dalam rumah. Ia pun menuntun sepedanya dan mendekati Malik yang masih duduk santai di depan rumahnya. "Lo ngapain ke sini?" tanya Cantika heran. "Gue baru aja nganterin Mbak Vera pulang karena ban motornya bocor di tengah jalan dan gue gak sengaja bertemu Mbak Vera. Akhirnya gue sekaligus mampir ke rumah lo hehe," jawab Malik menjelaskan. "Alasan." Cantika berdecih dan tidak percaya alasan Malik disini. "Ya sudah kalau gak percaya dan gue masih menunggu Mbak Vera balik ke sini, mau kasih gue jajan." Malik memajukan bibirnya dan kelakuannya ini sama persis seperti adiknya di rumah. Cantika tak bisa menahan tawanya dan suara tertawanya terdengar begitu renyah. Malik tertegun mendengarnya dan tersenyum lembut. "Ih lo malah senyum-senyum gaje deh." Cantika menghentikan tawanya dan mendengus sebal menatap Malik. "Gitu dong tertawa. Tambah cantik lo ketawa renyah gini dan manis banget." Malik tak henti-hentinya selalu memuji Cantika dan gadis itu saling tingkah. Cantika menaiki sepedanya dan matanya menyapu sekitar jalanan. Walau rasanya deg deg ser jantungnya setiap Malik memujinya dan memandang sambil tersenyum lembut. "Malah diam." "Terserah gue la, lagian mau berangkat." Cantika sudah bersiap akan mengayuh sepedanya. "Eh jangan dulu kan gue mau buktiin tadi kalau gue beneran lagi nungguin mbak Vera." Malik turun dari motor maticnya dan menghadang Cantika sambil tangannya memegangi sepeda gadis itu. "Emang lo itu alasan aja kesini. Minggir deh!" Usir Cantika sambil menggoyangkan stir sepedanya. "Kalau bener mbak Vera ke sini, gue minta, lo selama seminggu pulang bareng gue. Gimana?" Malik mengulurkan tangannya dan bertaruh soal tuduhan Cantika yang tidak benar tadi dimanfaatkan oleh Malik karena cowok itu yakin dirinya sendiri yang menang nantinya. "Taruhan ini?" Cantika menaikkan sebelah alisnya. "Iya, taruhan." "Oke, kalau dugaan gue yang benar. Selama seminggu lo gak boleh deketin gue. Gimana?" "Haha menang gue lah." Malik dan Cantika berjabat tangan dan saling setuju satu sama lain terhadap taruhan ini. "Cih, gue lah. Buktinya mbak Vera gak kesini tuh." Cantika bersedekap d**a. "Oh ya? Coba gue tanya dulu." Malik mengeluarkan ponselnya dan sudah diambil begitu saja oleh Cantika. "Eitss lo sama saja curang." Cantika mengangkat ponselnya Malik dan menyimpannya di saku seragamnya sebentar sembari menunggu mbak Vera kesini. "Ha ha ha gitu kah?" Malik terkekeh pelan. Akan tetapi, ia juga cemas karena sedari tadi mbak Vera tak kunjung balik yang katanya akan memberikannya jajan atau makanan cemilan. Mbak Vera selalu membuatkan kue kering untuk Malik karena sudah menjadi makanan favorit Malik setelah ayahnya menikah dengan Irene. Keluarga Irene menerima baik kedatangan Malik dan Angga. "Iya." Cantika memasang wajah sinisnya seperti biasa dan Malik tetap menyukai tingkah laku gadis itu. Ia juga yakin bis membuat gadis itu nyaman dan terbiasa oleh kehadirannya. "Mana nih mbak Vera?" Cantik meledek karena sudah sekitar lima menit lebih, orang yang ditunggu mereka belum juga juga kemarin dan membuat Malik kepanasan sendiri meski masih pagi hari ini tetap saja Malik tidak mau kalau seminggu menjadi orang asing dengan Cantika padahal Cantika sudah mulai berubah menurutnya. Berubah menjadi gadis yang menambah kosa kata bicaranya dibanding sebelumnya yang sangat irit sekali bahkan tertawa dan tersenyum tidak tampak sekali dimatanya. Sekarang Cantika lebih banyak tertawa dan tersenyum membuat Malik yakin Cantika nantinya bisa lebih banyak lagi dari sebelumnya dan lebih terbuka kepadanya. Menceritakan soal kehidupannya yang ia duga sangatlah berat. "Lama ya." Malik menghembuskan napasnya berat dan belum siap menerima konsekuensinya nanti. "Cih, sudahlah mengaku kalah aja. Jadi mulai sekarang kita----" "Malik, maaf hahaha." Orang yang ditunggu-tunggu oleh mereka telah datang menghampiri mereka sambil tertawa. "Lho ada Tika." Vera menunjuk Cantika yang berhadapan dengan Malik. Cantika melongo dan tidak menyangka Vera datang juga. Cantika menatap Malik kembali dan cowok itu menyengir kuda. "Maaf Malik, tadi mbak Vera lagi ngurusin anak-anak pada rewel semua padahal cuman pamit tinggal sebentar. Ini cemilannya." Vera memberikan sekantong plastik kepada Malik dan baru sadar pula Malik dan Cantika bertatap muka. Vera tersenyum dan geleng-geleng kepalanya. Di depannya ada orang yang lagi kasmaran. "Khem ekhem." Vera berdehem lumayan kerasa membuat mereka berdua sama-sama sadar. "Aduh mbak jadi nyamuk nih." Vera menggoda mereka dan menaikkan turunkan alisnya. "Eh." Keduanya salah tingkah dan kompak membuang pandangannya ke arah lain. "Iy mbak Ver, gak papa." Malik menerima pemberian makanan ringan dari Vera. "Makan jangan sendiri, tuh juga buat Cantika. Mbak bawain banyak dan gak usah takut habis." Vera tersenyum menatap mereka bergantian. "Iya, Mbak. Tentu saja aku akan makan bersamanya nanti. Iya kan Cantik?" Malik melirik Cantika dan tersenyum manis. "Em iya." Cantika merasa tidak enak bersikap jutek di depan Vera selaku orang yang ia hargai dan hubungan Vera dengan Malik pula dekat karena Malik sedari kecil diasuh juga oleh Vera saat orang tua Malik sama-sama sibuk. "Ya sudah kalian lanjutkan saja, Mbak mau kembali ke rumah." Pamit Vera kepada mereka. "Iya, Mbak." Keduanya kompak menjawab. "Jadi gimana?" tanya Malik sambil menaik turunkan alisnya beberapa kali. Cantika memasang muka datarnya dan Malik memasang muka tengilnya. ... "Wih lo sekarang bareng terus dan makin dekat sama Malik ya Tik." Melani meledek Cantika saat tak sengaja bertemu Cantika dan Malik di parkiran. "Lo tumben malah ke parkiran pagi-pagi ini." Cantika mencoba mengalihkan pembicaraan Melani. "Gue bareng temen sih yang rumahnya deket gue, mobil gue bannya bocor mendadak mana sudah mau kesiangan pula." Melani mendengus namun ia tersenyum lagi dan tentunya ada artinya tersendiri. "Haha kasian amat sih lo." Cantika terkekeh pelan. "Iyalah kasian banget gue kan gak ada cowok yang peduliin gue." Melani pula membalas ucapan Cantika dengan cara menyindir. "Ntar juga ada." Malik menyahut setelah beberapa menit terdiam. "Haha enggak mungkin." Melani memasang muka sedihnya. "Kalau gak ada ya ada gue, Lan." Cantika tersenyum tipis sebentar. "Beda dong rasanya diperlakukan manis sama cowok dan cewek. Enak cowok la, rasanya kayak dilindungi." Melani bersedekap d**a dan menatap mereka berdua secara bergantian. "Kita teman kok, Lan. Jangan pikir aneh-aneh hehe lagian ada sesuatu yang gue mau kerjain dan butuh dia." Cantika merasa tidak enak mengatakan ini karena harus terpaksa membohongi Melani demi menjalanlani taruhan konyol dengan Malik. "Heleh apanya namanya teman. Gak ada atuh teman antara cowok sama cewek dan gue gak percaya cuman teman doang. Pasti nantinya kalian saling suka tapi sama-sama gengsi." Melani terkekeh pelan. "Kita beneran berteman dan gue memilih Cantika karena gue nyaman berteman sama dia. Walau masih belum sepenuhnya Cantika menerima gue tapi sekarang dia sudah mulai menerima kehadiran gue," ujar Malik dan melirik ke Cantika yang menatapnya juga. "Kita temanan dan tetap berteman. Gue percaya aja berteman karena banyak juga kok real berteman antara cewek sama cowok kan tergantung hatinya masing-masing. Ya sudah yok ke kelas!" Ajak Cantika pada Melani supaya Melani tak terus menerus membahas hal ini. "Hati-hati kemakan omongannya sendiri lho." Melani tertawa lagi dan melambaikan tangannya ke arah Malik. Melani dan Cantika pergi meninggalkan Malik di parkiran. Malik hanya menggeleng saja digoda terus menerus oleh Melani yang notabenenya teman akrab Cantika. "Entah deh, gue real berteman sama Cantika atau enggak karena gue nyaman dekat dengan Cantika dan sorot mata Cantika yang menandakan sedang kesusahan dan mengalami masalah berat membuat gue ingin membantunya. Terus dekat dengannya adalah cara membuat dia tidak merasakan sendiri. Gue yakin suatu saat dia mau menceritakan kisah masa lalunya dan Cantika mengandalkan gue dalam setiap urusan." Malik memainkan kunci motornya dan berjalan keluar dari area parkiran. Baru saja keluar pula banyak gadis yang meneriakinya ditambah kedatangan teman-temannya yang selalu mengajaknya main bola bersama. Mendadak Malik dan teman-temannya itu kerumuni banyak siswi yang ingin bersalaman dengan mereka dan diucapkan selamat pagi. Para siswi berteriak heboh dan senang bisa mendapatkan respon dari mereka yang terkenal tidak pernah sombong dan selalu ramah kepada siapapun. Memiliki paras tampan dan baik hati itulah yang menjadikan mereka idola oleh para siswi. Selanjutnya Malik dikejar oleh seorang gadis dari arah belakang sambil memanggilnya dan Malik berhenti berlari karena merasa kasihan menghindari gadis itu. "Iya Cha?" tanya Malik menatap gadis bernama Echa itu bingung. Gadis di depannya ini bernapas tak beraturan karena baru saja berlarian mengejarnya dan tubuhnya pula dipenuhi keringat. "Lo mau gak nanti malam, gue ajak makan." Echa tersenyum sambil mengatur napasnya supaya normal kembali. "Makan dimana?" tanya Malik lagi. "Dihati gue hehe canda deh." Echa mengedipkan matanya beberapa kali. "Iya ya." Malik menggeleng saja. Ia nampak tak suka pada Echa sebab gadis itu selalu mengatakan hal buruk kepada Cantika namun Malik berusaha bersikap biasa saja agar Echa tidak sakit hati saja. Malik tidak tegaan terhadap seorang perempuan karena Malik memiliki ibu dan adik-adiknya yang sangat disayangi olehnya. ... "Lemes prend, wong seng tak sayang ninggalne aku. Aku badut prend." Zidan menopangkan dagunya di antara lipatan kedua tangannya. Masih pagi, cowok itu sudah memasang wajah lesunya. "Wah dapat uang berapa lo jadi badut?" Vardo menyahut ucapan Zidan di sebelahnya. "Dapat sakit hati terus. Nelangsa atiku." Zidan menegakkan posisi duduknya dan menyederkan punggung dikursi. "Ealah kasian sekali prend." Vardo tertawa meledek temannya yang hampir setiap hari galau karena cinta. "Gue cuman dijadikan badut haha miris sekali kisah percintaan gue. Ganti nama aja deh jadi badut." Zidan menghembuskan napasnya perlahan. Ia selalu salah pilih wanita dan gagal terus urusan percintaan. "Cewek itu sulit dimengerti tapi seklai kita ngertiin dia malah kita gak dihargai. Rata-rata begitulah para cewek dan gue makin malas urusan cinta-cintaan dulu. Gue pengen kaya ntar bisa punya istri banyak juga." Vardo tersenyum lebar dan membayangkan dirinya kaya suatu saat nanti lalu memiliki banyak istri yang siap sedia melayaninya. "Ish lo mah, kasian lah mereka yang jadi istri lo. Lo gak mikirin giru perasaan cewek gimana sakitnya cintanya dibagi. Cinta itu dua orang yang saling mencintai dan menyayangi. Gak ada cinta dibagi-bagi banyak begitu," ucap Zidan.si sadboy yang seringkali disakiti oleh perempuan namun tetap merasa tidak tega ada perempuan yang mau diperistri oleh sosok laki-laki yang tidak cukup hanya satu istri saja. "Kan poligami ada dari jaman dulu." "Heh beda t***l, jaman sekarang poligami rata-rata juga karena nafsu ya walau ada karena istri pertama tidak bisa mengaruniai anak. Ah gue anti punya istri banyak. Ada tidaknya anak, gue tetap setia sama wanita yang gue cintai apapun keadaannya." Zidan juga tersenyum lebar dan mengancungkan jempolnya. "Heleh. Lo mah jangan terlalu baik napa sih ke cewek, sekali-kali tegas gitu kalau apa yang dilakukan cewek ke lo bikin lo sakit hati." Vardo menggelengkan kepalanya. "Gak masalah gue disakitin, Var." "Dahlah terserah lo." "Iya serah gue. Tuh temen kita kayak orang gila, senyum-senyum dan sekarang di dah lupain kita." Zidan menunjuk ke arah belakang. Dimana Malik senyum-senyum sendiri menatap ponselnya. "Dia lagi lihatin Cantika, di galerinya banyak foto cewek itu dan Malik suka diam-diam fotoin Cantika," ujar Vardo menjelaskan. "Katanya teman tapi kok demen eh." Zidan tertawa meledek Malik dan sengaja meninggikan suaranya agar Malik ikut mendengarkannya. "Apaan sih lo pada, ganggu gue mulu." Malik merasa disindir oleh temannya itu, mendongak dan menatap mereka berdua tajam. "Iya lo kayak gak waras gitu, sudah tertawa dan senyum sendirian." Vardo geleng-geleng saja. "Karena gue begitu juga ada alasannya kali," balas Malik. "Terus gimana hubungan lo sama Cantika?" tanya Zidan penasaran. "Iya berteman biasanya." Malik meletakkan ponselnya di atas meja setelah dimatikan. "Kok gue tetep gak yakin lo bisa berteman. Nantinya juga lama-lama lo suka sama dia beneran deh." Vardo tertawa lagi. "Haha enggak la, gue sudah bilang kita itu hanya berteman." "Teman spesial mungkin." Sambung Zidan. "Sok tau deh lo pada." Malik memutar bola matanya malas. "Iya kita sok tau tapi kkta yakin ucapan kita gak salah. Entar kemakan omongannya sendiri haha." Tambah Vardo. "Lebih baik gue keluar kelas dah, disini banyak orang iri." Malik beranjak berdiri. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD