Part 18
"Cantika Cantika!" teriak Melani sambil berlari menghampiri Cantika yang baru saja keluar dari area tempat parkir murid bersama Malik.
"Iya Lan." Cantika dan Malik kompak berhenti melangkah dan menghadapkan tubuh mereka di depan Melani.
"Gimana lo?" tanya Melani khawatir sambil memegangi bahu Cantika dan sedikit menggoyangkannya.
"Gimana apanya?" Cantika malah bertanya balik dan memasang wajah bingung.
"Keadaan lo lah." Melani mendengus sebal karena Cantika tidak peka sama sekali apa yang ditanyakan.
"Emang keadaan gue kenapa sih?" Cantika pun melirik Malik dan Malik akhirnya yang menjawab.
"Baik-baik aja Lan, makanya masuk sekolah dan dia agak lupa aja." Malik mengulas senyum tipis.
"Oh yang kemarin itu." Gumam Cantika. Ia hanya ingat sekilas saja soal kemarin.
"Syukurlah kalau lo baik-baik saja, kemarin gue tinggal karena merasa lo aman didekat Malik. Maaf ya kemarin itu gara-gara gue jadinya lo trauma, entah trauma apa intinya kemarin gue salah dan jangan marahi gue. Gue takut banget lo marah sumpah." Melani meraih tangan Cantika dan bersalaman.
"Iya gak papa lagian gue yang sepenuhnya ingat hal kemarin dan terakhir yang gue ingat jelas waktu menyebrang jalan." Cantika mengangguk samar.
"Lain kali kalau mau menyebrang jalan harus lebih hati-hati aja dan jangan terburu-buru itu bisa membahayakan kitanya sendiri." Tutur Malik.
"Iya Lik, gue salah kemarin dan harusnya lebih berhati-hati. Gue juga gak tau Cantika punya trauma tapi gue juga gak tau trauma nya dia apa. Mungkin berhubungan dengan kejadian menyebrang jalan kemarin sih." Melani mengusap tekuknya sendiri.
"Iya mungkin saja." Malik menyahut sambil mengangguk.
"Iya gue punya trauma tapi gue gak mau kalian tau apa yang buat gue trauma. Maaf karena gue gak mau jadi orang yang nyusahin kalian." Cantika menghembuskan napasnya berat.
"Gue gak pernah merasa susah dideket lo Tik, justru gue yang selalu nyusahin lo dan kini waktunya gue balas perbuatan kepedulian lo ke gue. Gue juga pengen tau trauma yang lo alami kayak gimana, bisa jadi gue bakal bantuin lo dan mencegah trauma itu muncul kembali." Melani memegang tangan Cantika dan tatapannya juga sendu. Ia merasa bersalah selalu menyusahkan Cantika sedangkan Cantika tidak pernah menyusahkannya.
"Sudah gue baik-baik saja dan gue gak pernah merasa susah didekat lo kok. Gue memperlakukan lo baik dan perhatian penuh karena lo juga begitu ke gue. Lo teman baik dan lo harus tetap jadi temen gue ya." Cantika memeluk Melani sebentar dan menepuk punggung gadis iti dengan pelan.
"Waaa gue dipeluk sama cewek es. " Melani merasa tersentuh dan juga merasakan sekali ketulusan Cantika dalam hal berteman.
" Haha biasa saja deh lo." Cantika merangkul Melani sebentar karena tubuh Melani lebih pendek darinya.
"Gue jadi iri sama lo Lan." Malik memulai aksinya dan tersenyum penuh arti.
"Apa yang buat lo iri?" tanya Melani heran.
"Lo dapat pelukan hangat dari Cantika karena selama ini baik. Lah sedangkan gue malah dapat pukulan terus padahal gue gak pernah nakal lho." Malik merasa lesu dan tidak bertenaga sama sekali.
"Lo itu ngeselin."
"Gue kan selalu baik ke lo dan pengen gitu dapat pelukan hehe." Malik malah merentangkannya tanganya dan seperti bersiap memeluk Cantika. Cantika mundur beberapa langkah dan Melani tertawa kecil melihat temannya yang digoda terus oleh
"Oh jadi lo baik cuman ada maunya gitu?" Cantika berkacak pinggang dan menurut Malik, Cantika lucu dan menggemaskan ketika sedag marah seperti saat ini.
"Ah bukan kayak gitu kok."
"Cih bilang aja deh, lagian gue gak sudi juga jadi teman lo." Cantika seketika emosi saja dan mengira Malik itu bukanlah orang yang tulis mengajaknya berteman.
"Eh jangan marah dulu." Malik mencegah Cantika yang akan pergi bersama Melani.
"Wah ada perang ini, gue pamit undur diri lebih awal." Pamit Melani dan buru-buru gadis itu pergi meninggalkan mereka bahkan menghiraukan panggilan dari Cantika.
"Leh malah pergi." Cantika berdecak kesal melihat Melani pergi meninggalkannya bersama Malik disini.
"Gue beneran tulus berteman kok dan gue tadi cuman bercanda doang." Malik menyengir dan menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Eleh, gue mau ke kelas dan males deh lama-lama dekat sama lo." Cantika menatao sekitar dan sudah banyk para gadis berdatangan. Cantika dan Malik menjadi tontonan mereka disini. Cantika malu dirinya selalu menjadi pusat perhatian para siswi semenjak dekat dengan Malik dan membuat para penggemar Malik merasa kecewa dan marah kepadanya.
"Lama-lama terbiasa kok dan biarin saja tatapan mereka. Sesekali jadi orang yang gak peduli itu malah makin bagus dan gak punya penyakit hati. Lagian mereka gue anggap adalah orang yang suka gue doang dan gue juga gak mau temanan sama mereka. Jelasla genit banget tapi mau gimana lagi? Gue cuman pasrah dan terpaksa melakukan ini demi menjaga hati mereka agar tidak tersakiti oleh ucapanku." Kata Malik menjelaskan maksud dari pikiranny dan berharap Cantika dapat memahami apa yang diucapankannya.
"Tapi gak semudah itu dan jauh dari sikap gue. Gue selalu mikirin orang lain dan selalu merasa bersalah walau gue tau gue gak salah," ungkap Cantika terus terang dan menahan risihnya dipandangi oleh para penggemar Malik.
"Iya susah sih punya sifat begitu tapi masak lo harus gitu terus? Belajar aja perlahan, miliki sifat bodo amatan biar gak mudah stress sama omongan orang lain yang belum pasti bener." Malik tersenyum simpul.
"Iya, gue mau ke kelas."
"Gue antar."
"Gak usah, gue bukan anak kecil dan gue bisa jaga diri gue dengan baik." Tolak Cantika seraya menggelengkan kepalanya.
"Iya deh." Malik akhirnya tidak memaksakan dirinya dan membiarkan Cantika pergi meninggalkannya.
Setelah Cantika pergi, Malik langsung didatangi para penggemarnya dan tanpa Malik tau, Cantika masih belum sepenuhnya pergi dan memilih bersembunyi dibalik tembok ketika tadi berbelok ke kanan.
Cantika memperhatikan Malik dari kejauhan. Disana Malik bersikap ramah kepada para gadis yang menggemarinya.
"Iya sih, gue juga pengen punya teman lagi dan dia sangat vaik ke gue. Tapi ada hal yang gak gue sukai ke dia, ya yang gue lihat ini. Dia memilih fans fanatik dan menganggap gue penghalang mereka bertemu dengan Malik. Walau dijelaskan ke mereka pun pecuma saja karena mereka menganggap gue sama Malik lebih dari kata teman," ucap Cantika berbicara sendiri.
Disisi lain, Cantika merasa perlahan mulai percaya kepada Malik atas sikap kepeduliannya selama ini kepadanya.
"Ah serba bingung gue." Cantika memegangi kepalanya dan terlalu banyak hal yang berada dipikirannya sekarang.
...