Part 19

1823 Words
Part 19 "Akhirnya lo ke kantin juga." Malik menyengir kuda ketika menghampiri meja kantin yang ditempati oleh Cantika dan Melani. "Emang kenapa? Ada yang salah gitu?" tanya Melani menatap Malik yang tengah mengambil tempat duduk di bangki lain lalu diletakkan di samping Cantika. Walau meja makan Cantika dan Melani hanya cukup dua orang saja tapi Malik memaksakan diri di samping Cantika. "Gak ada yang salah, gue cuman ngerasa gak biasanya Cantika ke kantin." "Iya, Cantika emang jarang ke kantin dan hari ini gue maksa dia. Tuh mukanya pucet banget dan belum makan kayaknya." Melani menunjuk Cantika dengaj bahunya supaya Malik mengerti kondisi Cantika sekarang. "Lah lo belum sarapan?" Malik cemas seketika melihat wajah pucat Cantika. "Diam deh lo, berisik amat." Cantika memutar bola matanya malas. "Aduh Cantika, kan Malik perhatian banget ke lo tapi lo nanggepinya begitu. Dia juga punya hati kali dan bisa sakit karena lo." Melani bermaksud menegur sikap Cantika yang terlalu tega kepada Malik. "Enggak apa kok, Lan. Kan emang Cantika sikapnya begitu dan lo temannya pasti paham kan." Malik tersenyum saja dan sudah terbiasa mendapat perlakuan acuh dari Cantika. "Iya deh, cuman negur Cantika biar gak nyesel kalau bersikap kayak gitu." Melani terkekeh pelan. Kemudian makanan Melani dan Cantika telah datang di bangku mereka. Malik baru tadi memesan jadinya masih menunggu makanannya datang. Cantika diam-diam menatap Malik yang tengah sibuk main game masak-masakan yang biasa dimainkan oleh adik-adiknya. "Ganteng." Ceplos Cantika, sontak Malik dan Melani kompak menatap ke Cantika. Cantika gelagapan dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Ia melanjutkan makanannya meski ditatap penuh keterkejutan oleh dua orang yang sebangku dengannya di kantin. "Lo bilang apa tadi? Ganteng?" Melani membuka mulutnya lebar lalu melirik Malik. "Gak kaget lagi sih lo bilang ganteng dan waktu awal kita ketemu juga lo ceplos bilang gue ganteng." Tingkat kepercayaan diri Malik meningkat pesat mengetahui dua kali ini Cantika memujinya ganteng. "Iya ya yang ganteng. Tapi gak nyangka Cantika bilang begitu. Haha Tik, malah diem lo." Melani menggoda Cantika yang sudah ketahuan memuji Malik ganteng namun masih saja bersikap biasa saja. "Apaan sih kalian pada berisik banget, gue dari tadi lagi makan kali. Nganggu aja deh." Cantika tak berani menatap mereka balik dan memilih menundukan kepalanya untuk tetap fokus menatap makanannya. "Heleh mengelak. Bilang saja lo suka sama Malik dan gak usah gengsi." Melani menggelengkan kepalanya. "Sudah deh cukup, gue mau makan tenang dan gue sama sekali gak suka sama dia," balas Cantika yang sudah frustasi digoda terus menerus oleh Melani. "Sudah, Lan. Lagian dia bilangnya ganteng doang bukan suka." Malik pun ikut menengahi perdebatan kecil ini. "Iya deh yang katanya gak suka kan belum tentu hatinya gak suka. Cuman gengsi doang makanya gak mengakui dan kalian berdua itu sama saja." Melani menatap mereka bergantian. Dua orang di depannya itu sama-sama punya rasa gengsi yang tinggi. "Gue sama Cantika cuman temanan doang." Malik mengelak. "Dia yang anggap berteman dan gue enggak anggap dia teman." Sambung Cantika. "Kita temanan kan Cantik? Kok malah bilang begitu." Malik menghela napasnya pelan. "Enggak, gue gak pernah anggap kita berteman." melirik sinis ke Malik hanya sebentar lalu kembali fokus pada makanannya. "Malik sad boy." Mendadak dua teman tengilnya datang menghampiri Malik dan menonyor Malik sebagai tanda sapaan. Ya memang beginilah memiliki teman tapi minus akhlak. "Haha sad boy." Melani ikut tertawa meledek Malik dan tak sengaja tatapannya jatuh pada pesona Vardo, sosok itu tersenyum manis ke arahnya dan Melani melebarkan senyumannya. 'Anjir baru sadar ada cowok ganteng, padahal Malik gak pernah sendirian dan sering sama temannya. Kenapa baru tau aja ya kalau temannya Malik ganteng juga, sabi nih'---Batin Melani. "Lo kenapa Lan?" tanya Cantika heran melihat temannya yang senyum-senyum sendiri dan pandangannya tertuju ke arah temannya Malik. "Kesambet ya lo?" Malik tertawa kecil melihat Melani yang matanya fokus pada temannya entah siapa yang dilihat sekarang dan menyuruh dua temannya itu bergabung disini. "Ish gue lagi seneng tau." Melani tersadar terlalu lama memandangi cowok itu meskipun begitu Melani juga sadar kalau cowok itu juga cuek saja dipandangi olehnya. 'Mandangi gue kah?' batin Vardo yang kebingunan. Ia sangat cuek soal urusan percintaan dan malas saja memiliki hubungan lagi setelah disakiti oleh sosok masa lalunya. "Seneng kenapa?" Cantika telah menyelesaikan makanannya sedangkan makanan Malik baru tiba di meja. "Ada cogan." Cantika mengikuti arah lirikan mata Melani dan ia mengangguk paham siapa seseorang yang membuat Melani berwajah ceria sekarang. "Gue kah?" Malik dengan percaya dirinya menunjuk dirinya sendiri. "Idih bukan kali, lo kan punya temen gue jadi lo gak menarik dimata gue. Lagian cowok cakep gak lo doang." Melani menjulurkan lidahnya dan mengejek Malik yang tengah tertawa kecil. "Terlalu PD itu gak baik." Vardo ikut menimbrung sedangkan Zidan tengah memeasan makanan dan minuman untuknya dan Vardo. "Tuh denger," celetuk Melani. "Hehe." Melani tersenyum malu-malu saat Vardo meliriknya walau hanya sekilas saja. 'Buset ganteng tapi dingin'--Melani menebak-nebak sikap Vardo kepadanya. "Terus cogan yang lo maksud siapa?" tanya Malik penasaran kepada Melani. "Temen lo tuh," jawab Melani dan masih tersenyum malu. "Gue kan? Sudah pasti." Zidan menepuk dadanya bangga dan merasa paling tampan sendiri. "Ih bukan lo tapi tuh sebelah lo." Melani mencebikkan bibirnya dan menatap tak suka pada Zidan. Zidan bukan tipenya, mau seganteng apapun dia tetaplah pria dingin lebih menantang menurutnya. "Vardo?" Malik melirik temannya lalu kembali menatap Melani. "Kenapa sama gue?" Vardo yang tadinya sempat sibuk pada layar ponselnya kini mendongakan wajahnya dan kebingungan ditatap oleh mereka. "Tuh temannya Cantika suka sama lo." Zidan tampak kecewa ternyata bukan dirinya yang dibilang cogan/ cowok ganteng oleh Melani. Ia menyenggol lengan Vardo. "Ouh." Vardo mengangguk dan menjawab singkat. "Cuman ouh doang?" Zidan menatap tak percaya pada temannya itu. "Vardo kan gitu, acuh ke cewek," ujar Malik yang sudah mengetahui betul sifat dan sikapnya teman-temannya. "Ish cuek banget." Melani pun tidak bersemangat seperti tadi. "Balik ke kelas yuk Lan, lo sudah selesai makannya kan?" tanya Cantika. "Sudah kok." Melani beranjak berdiri dan masih sempatnya menatap Vardo yang sibuk pada ponselnya. "Emm kita duluan ya." Pamit Melani pada mereka bertiga kemudian menyusul langkah Cantika dengan berlari keci seperti biasanya. "Yahh pergi deh si Cantik." Malik mendengus sebal, ingin menjemput Cantika namun makanannya sudah datang dan ia sangat anti membuang-buang makanan. Malik terpaksa harus menghabiskan makanannya terlebih dahulu barulah akan menyusul Cantika lagi. Ia tak peduli apapun sikap Cantika yang masih belum juga menerima pertemanan darinya dan Malik tetap berusaha menggapai hati Cantika sehingga mereka bisa berteman dan akrab sekali. "Segitunya banget lo kejar-kejar dia demi sebuah pertemanan," cibir Vardo. "Ya karena gue ingin punya teman cewek dan gue gak akan menyerah sampai hati dia luluh dan mau menerima pertemanan dari gue," balas Malik sangat yakin apapun yang sedang dilakukannya sekarang ini. "Kasian la Lik, anak orang lo paksa-paksa begini." Zidan ikut menyahut. "Karena disisi lain gue diberi kepercayaan dari nyokapnya buat lindungi dia apapun yang terjadi dan ada orang yang sengaja terus menyakiti Cantika. Gue juga gak mau dia kenapa-napa, gue takut dia terluka lagi dan gue akan pasang badan siapapun yang bikin dia menderita." Malik mengulum senyum simpulnya. "Weh mainnya dah sampai calon mertua si Malik, ngeri ngeri. Teman sih tapi kayak bukan temanan deh lo ke Cantika. Kenapa ga lo jadiin pacar sih?" Zidan menggeleng heran. "Karena kalau pacar sudah pasti waktu marahan terus sampai putus dan akan terasa asing bagi gue. Sedangkan berteman, mau semarah apapun kita masih sering bakal bareng terus. Intinya kalau sudah jadi mantan, gue gak mau berteman sama mantan. Beda lagi teman, teman gak ada kata mantan teman." Malik menjetikkan jarinya setelah mengatakan hal tersebut. "Widih, tapi gue beda prinsip sama lo sih. Gue tetap ngejar-ngejar mantan gue buat berteman, ya gimana lagi gue kalau sudah jatuh cinta itu kayak orang b**o banget. Sudah berulang kali disakiti masih saja gue maafin bahkan gue yang minta maaf duluan." Zidan si sadboy kembali curhat dan memasang wajah sedihnya. Tapi tak membuat dua temannya merasa iba sebab Zidan ialah teman yang keras kepala dinasehati berapa kali pun tidak mempan kini Zidan menikmati rasa sakit karena cintanya yang disia-siakan oleh seseorang yang dicintainya. "Kalau gue? Gak ada yang nanyain gitu?" Vardo mendengus. "Lo mah anti pacaran Vardo tapi suka baperi anak orang terus menghilang deh. Jahat deh lo." Malik berkomentar soal Vardo. "Ya gue males la serius dalam hal percintaan kan masih sekolah, waktunya senang-senang ngapain juga perlu dipikirin serius soal gak penting dan gak bermutu buat masa depan. Yang gue fokusin kan masa depan bukan masalah cinta-cinta. Ada cewek jadi ribet menurut gue," ucap Vardo santai. "Intinya tiap orang beda-beda prinsip la, kalau gue pengen temen aja lebih seru." "Seru apanya, ntar juga lo sama Cantika pacaran juga. Ini masih gengsi saja belum saling mengakui kalau sama-sama tertarik." Vardo terkekeh pelan. "Jujur gue tertarik sama Cantika, karena ingin mengajaknya berteman dan susah sekali cari cewek yang gak gatelan dan vibesnya asyik diajak berteman." Malik menghembuskan napasnya pelan lalu menyeruput kopi susunya yang masih hangat. "Tapi kalau gue ada diposisi Cantika sih baper juga deh." "Baper gimana?" tanya Malik bingng pada Zidan. "Ya baper dapat perlakuan manis dari seseorang. Apalagi lo itu orangnya ramah kan ke semua orang terutama cewek-cewek itu tapi lo bersikap spesial hanya kepada Cantika doang. Gimana gak baper coba jadi Cantika?" Zidan tersenyum dan menggeleng. "Emm gitu kah? Jadi gue harus bersikap sama ke siapapun? Cantika itu sekedar teman--" "Lo juga perlakuin kita sama kayak yang lain, tapi lo ke Cantika mah beda." Sela Zidan. "Hadeh serah deh lo bilang apa, gue sudah bilang maunya berteman doang. Masalah baper atau enggak, gue sudah bilang ke dia dulu kok dan dia bilang gak suka sama gue. Dia juga selalu jutek, acuh dan gak peduliin gue banget itu masih lo anggap Cantika baper ke gue?" Malik mengusap dagunya sendiri. "Iya emang belum waktunya aja terungkap, Cantika kayaknya lebih suka memendam apa yang dirasakannya dan gak mungkin kalau dia baper terus nunjukin ke lo. Gak ketebak juga sikapnya." "Apapun sikap dia ke gue, gue tetap pengen berteman sama dia, titik dan gak pake koma. Cuman dia, cewek yang gue pilih dari beberapa cewek yang lain yang suka deket-deket ke gue." Malik meneguk air putihnya setelah selesai menghabiskan makanannya. "Eh iya, lo lupa kayaknya." Vardo tiba-tiba menjetikkan jarinya dan menatap serius ke Malik. "Lupa gimana?" Malik menaikan sebelah alisnya. "Lo kan pernah bilang kalau Cantika bukan tipe lo," ujar Vardo. "Ha? Kapan tuh?" Malik menggaruk dahinya dengan jari telunjuknya. "Astaga baru saja kemarin lo bilang sekarang sudah lupa aja, Lik." Vardo memutar bola matanya malas sambil memakan siomaynya yang baru tiba di meja mereka. "Masak sih gue pernah bilang begitu? Gue lupa banget soalnya." Malik tersenyum meringis ketika ditatap tajam oleh temannya. "Gue aja ingat, Lik. Hadeh emang ya lo itu suka nyepelekan hal-hal kecil. Jadi emang lo sengaja mengajak Cantika berteman berkedok ingin mendekati atau mengajak pendekatan ke Cantika gitu kan? Bilang aja deh Lik kalau lo emang suka sama Cantika dab gak usah pakai embel-embel pengen berteman padahal pengen melakukan pendekatan." Malik kini diledek oleh teman-temannya. "Haduh kenapa jadi serumit ini sih?" Malik pun pasrah dan menangkupkan wajahnya dengan telapak tangannya. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD