Part 30
"Kan sudah gue bilang, gue mager aja ikutan dan lebih milih main bola waktu gabut atau ada lomba antar kelas." Malik duduk di salah satu kursi di meja mereka. Ia mengambilnya minuman Zidan yang sepertinya baru dibeli lalu meneguknya hingga setengah botol.
"Iya sih, lo pernah cerita begitu. Tapi sayang banget gak ikutan atau lo bisa ikut sebentar juga gak masalah." Cantika ikut duduk di samping Malik.
"Buset minuman gue." Zidan baru saja mengecek ponselnya karena ada notifikasi pesan dari seseorang, minumannya yang ditinggal dimeja itu sudah habis setengah dan Zidan juga baru membeli minuman tersebut.
"Hehe maap, sengaja." Malik memasang wajah tak berdosanya sembari mengangkat kedua tangannya sebentar.
"Aish ganti rugi." Zidan mulai rewel dan duduk di samping Malik lainnya.
"Sesekali napa, nantinya juga gue selalu traktir." Malik malah menjulurkan lidahnya.
"Ish serah lo dah."
"Malik jangan gitu, sebelum lo minun itu harus bilang dulu aama Zidan. Kasian Zidan juga belinya pakai uang, kalau uang sakunya sedikit gimana?" Sontak ucapan Cantika membuat Zidan dan Malik tercengang.
"Eh gak salah nih Cantika? Lo habis kesurupan apa gimana?" Zidan tidak percaya Cantika membelanya sebab selama ini gadis itu selalu sinis padanya.
"Kesurupan?" Cantika tidak paham maksud pertanyaan Zidan.
"Wah wah lo habis belain Zidan yang rese' banget anaknya." Malik terkekeh pelan sambil menepuk pundak Zidan beberapa kali.
"Ya bagus dong belain gue, tapi gue masih gak percaya seorang Cantika yang selalu memasang wajah menyeramkan ketika natap gue eh bela gue. Apakah gue lagi mimpi?" Zidan menepuk pipinya dan menganggap ini hanyalah mimpinya saja.
"Lebay selalu lebay deh lo." Malik ingin rasanya melempar apapun benda ke arah Zidan yang suka berlebihan terhadap suatu hal. Malik dulu pernah mengira Zidan itu cewek ternyata memang sekilas kelakuannya seperti cewek.
"Hadeh, cuman gitu doang aja." Cantika menggaruk tekuknya yang tidak terasa gatal.
"Tapi jujur lho saya sangat baper karena baru kali ini seorang Malik disalahkan terus selama ini Malik itu jahat banget ke gue sih dan selalu dibela sama orang," ucap Zidan yang mencurahkan isi hatinya kepada mereka.
"Gue gak jahat ya sama lo." Malik melototi Zidan namun Zidan pura-pura tidak tau dan sorotan matanya hanya tertuju pada Cantika. Perlahan pula sikap kesalnya mulai luntur ternyata meski Cantika dekat dengan Malik tetap saja Malik disalahkan ketika melakukan kesalahan.
"Jahat la, masih saja gak ngaku."
"Sudah-sudah pusing gue dengerin orang ribut mulu." Cantika menengahi mereka yang adu mulut.
"Iya ya deh gue salah, maaf." Malik pun mengakui kesalahanya yang suka minum seenak jidatnya milik temannya.
"Gak ikhlas deh lo." Zidan berkomentar.
"Emang."
"Kan percuma sih minta maaf segala kalau gak tulus."
"Yang penting gue minta maaf kali." Malik menghembuskan napasnya kasar.
"Iya deh ya."
"Sudah jangan berantem lagi, mending kita jajan apalah begitu." Cantika mengajak mereka berdamai dan membeli makanan ringan di kantin.
"Males juga gue ribut sama ini bocah." Malik dan Zidan saling memandang sinis.
"Gue juga lah." Walau sebenarnya ini hanyalah candaan saja dan sudah terbiasa bercanda seperti ini.
"Hadeh, gue belikan makanan dulu." Cantika beranjak berdiri namun buru-buru Malik menahan tangan Cantika supaya tidak pergi begitu saja.
"Gue aja gak papa, kan lo sering beliin gue ini itu." Cantika merasa tidak enak hatinya.
"Gak, gak usah." Malik menggeleng seraya beranjak berdiri dari tempat duduknya.
"Lik---"
"Sudah, lo tunggu disini sama Zidan dan sudah wajarnya cowok yang jajanin ke cewek bukan sebaliknya begitu. Paham?"
"Iya deh paham." Cantika mengangguk pasrah.
"Nah bagus." Malik menepuk puncuk rambut Cantika dengan lembut seperti apa yang dia sering lakukan pada adik-adiknya. Cantika terenyuh setiap mendapat perlakuan manis dan penuh kasih sayang dari Malik. Sebab Cantika pernah memiliki harapan konyol yaitu ingin memiliki seorang abang.
"Ekhem." Cantika melirik ke Zidan dan kembali duduk di kursinya.
"Lo sudah gak cuekin dia lagi?" tanya Zidan kepo sekali terhadap hubungan Malik dan Cantika.
"Enggak, ya tapi cuek juga sifat mutlak gue."
"Terus?"
"Dilihat dari dia ngajak gue berteman selama ini akhirnya gue mau aja berteman," jawab Cantika sembari menyeruput minumannya.
"Ouh gitu. Ya sih Malik kekeuh pengen temanan sama lo dan suka cerita ke gue sih soal perlakuan lo ke dia."
"Ya gue cuek di awal karena gue gak suka saja gitu berteman sama cowok dan bermaksud biar Malik pergi saja tapi malah sampai rela korbanin waktu demi selalu ada buat gue terutama saat gue lagi dalam kesulitan."
"Kenapa gak suka? Bukannya asyik aja berteman sama cewek dan cowok?" Zidan mengernyitkan dahinya.
"Iya sih, intinya gue kayak dapat feeling gitu sih gue takutnya gue timbul rasa ke dia. Selama ini dia ngetreet gue kayak selayaknya orang mau PDKT-eh haduh keceplosan gue." Cantika membulatkan matanya dan membekap mulutnya. Baru sadar ia habis mencurahkan isi hatinya kepada Zidan yang notabenenya tenan dekatnya Malik.
"Yahahaha bener kata Malik, lo suka keceplosan dan gue pun tau yes!" Zidan tertawa penuh kemenangan sambil meninju ke udara.
"Jangan bilang ke Malik! Awas aja deh lo!" Ancam Cantika dan ketar ketir sendiri kalau Malik tau hal ini. Cantika melirik Malik yang masih mengantri di salah satu stand makanan disana.
"Santai-santai."
"Huh."
"Tapi gue punya permintaan sih."
"Kan pasti begini." Cantika menatap Zidan kesal.
"Tenang, permintaan gue gak sulit sih."
"Apa?"
"Jadi bodyguard gue."
"What?" Cantika terkejut mendengar permintaan dari Zidan.
"Gue baru diancam sama pacarnya mantan gue, katanya gue bakal dihajar gegara gue selalu jadi teman curhatnya si mantan gue ini. Sumpah gue nyesel berurusan sama masa lalu. Btw cuman besok aja sih, bikin dia ketakutan gitu kan lo anu apa yah jago banger geludnya."
"Kapan itu jadi bodyguard lo?"
"Besok sih." Zidan mengetuk pelipisnya pelan beberapa kali.
"Ya sudah deh, lagian lo sih ngapain ngurusin mantan." Cantika merasa lega saja karena permintaan Zidan tidak begitu sulit.
"Ya gue kan bermaksud baik meski dia pernah nyakitin gue, gue kasian gitu tiap hari nangisin lelaki b*****t. Dulu gue gak pernah bikin nangis senyesek itu tapi nangis bahagia." Zidan menghembuskan napasnya berat.
"Sabar."
"Kenyang denger kata sabar."
"Tapi gue takutnya malah berurusan sama orangnya yang lo musuhin itu," ucap Cantika cemas saja membayangkan dirinya berurusan sama seseorang yang masalahnya bukan di dia sendiri.
"Tenang, besok gue ada idenya kok biar lo gak dikenal sama dia." Zidan menjetikkan jarinya ketika sebuah ide melintas diotaknya.
...