Part 31

1047 Words
Part 31 "Sudah siap kerja?" tanya Malik saat melihat Cantika menemuinya di tempat parkiran. Memang sesuai taruhan beberapa waktu yang lalu membuat Cantika harus mau berangkat dan pulang sekolah bareng. "Eh langsung kerja kah?" Cantika terkejut. "Haha enggak. Lucu banget mukanya kalau kaget." Malik menertawai wajah Cantika yang tampak terkejut mendengar ucapannya baru saja. "Idih, b aja gue." Cantika menerima helm dari Malik dan Malik dengan cepat membantu Cantika memasangkan helmnya. "Gak usah---" "Gak masalah si, cuman bantu pasang helm karena itu kuncinya agak sulit." Malik mengulas senyumnya tipis. "Makasih ya." Cantika akui Malik selalu peka soal dirinya dan sebelum kesusahan dilaluinya, Malik telah lebih dulu membantunya apapun yang terjadi. "Sama-sama, santai aja gue." Malik pun kembali menaiki motornya dan memasang helmnya sendiri. Kemudian Cantika pun ikut naik di belakangnya. "Mungkin nanti lo dikasih pemahaman dulu tentang rumah makannya bulek sih, itu dikhususkan buat lo juga karena lo temen gue dan deket sama keluarga bulek gue. Jadi lebih memudahkan saja cuman lo harus bisa diandalkan dan tanggung jawab sama pekerjaan lo. "Oh iya ya, bulek lo baik banget dan gue usahain buat gak bikin bulek lo kecewa. Gue malah bersyukur saja dapat pekerjaan dan gue gak mau menyia-nyiakannya begitu saja ketika sudah mendapat kesempatan buat bekerja. Karena gue merasa ini beruntung banget dan rezeki gue. Karena mencari pekerjaan di jaman sekarang itu sulit apalagi masih sekolah begini," ucap Cantika. "Bener Cantik, gue juga pengen bekerja kayak lo nanti mau bilang langsung ke bulek." Malik mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. "Lo kerja karena gue?" tanya Cantika memastikan. "Hehe enggak kok, gue pengen aja gitu ngerasain susahnya bekerja apalagi bareng lo." Dibalik helm ful facenya itu, Malik tersenyum sangat lebar dan hatinya terasa senang membayangkan dirinya bekerja bareng Cantika. Hatinya berbunga-bunga disaat bersama Cantika entah mengapa juga menimbulkan sebuah getaran rasa yang aneh didadanya. "Tapi pasti karyawan yang lain gak enak sama lo karena mereka tau lo itu siapanya tante Zena." Yang dipikiran Cantika saat ini, mengira nanti para karyawan rumah makan menjadi tidak enak bekerja sebab ada Malik yang masih termasuk keluarga si pemilik rumah makan tersebut. "Sebenarnya gak semua karyawan tau, lagian kalau gue pakai pakaian biasa mereka juga gak bakalan tau gue ini Malik hehe." Malik juga tidak menginginkan dirinya diakui oleh karyawan rumah makan ini karena dia masih keluarga dengan si pemilik rumah makan. Bahkan jika keluarga besarnya makan disini pula merasa biasa saja dan tidak ingin dikira sombong atau gila hormat. Mungkin jika ada yang mengenal Malik saat cowok itu mengenakan jas atau pakai-pakaian yang formal. Angga selalu menyuruh Malik berpakaian formal ketika keluar untuk sekedar makan malam bersama keluarga. "Gitu kah?" "Iya Cantik." Cantika tersenyum, merasa suka dan lebih percaya diri saat mendengar Malik selalu menyebut Cantik dan tidak seperti teman-temannya yang lain memilih menyebutkan dengan nama Tika. ... Setiba di rumah makan Zena, Malik memakirkan motornya di parkiran khusus pegawai rumah makan. Satpam di rumah makan ini sudah tau betul soal siapa Malik namun satpam tersebut diperintahkan untuk diam saja oleh Malik sendiri. Sebelum masuk ke dalam juga, Malik menyapa satpam itu dan juga Cantika yang memilih berjalan di belakangnya Malik karena merasa malu. "Kenapa lo jalan di belakang sambil nunduk pula, kebiasaan." Malik menarik pergelangan tangan Cantika dan menyuruhnya tetap di sampingnya. "Gue sudah bilang ke lo dari dulu kalau gue orangnya gak percaya diri banget dan masih merasa kurang pantes." Cantika tetap saja menundukkan kepalanya meski tangannya telah digandeng erat oleh Malik. "Kurang pantes gimana, Cantik?" tanya Malik bersuara lembut dan mereka berhenti berjalan di dekat kolam ikan yang berada di dalam rumah makannya tersebut. "Haha ya kurang pantes saja." "Sudahlah PD aja dan jadi diri sendiri. Gak usah mikirin komentar orang, gak ada selesai-selesainya mikirin komentar orang dan orang hanya tau kita sekilas doang. Yang tau kita sepenuhnya itu diri kita sendiri. Cobalah berpikir positif mulai sekarang biar hati lo juga ikut tenang." Malik memberikan saran kepada Cantika. "Mengucapkan itu mudah tapi melakukannya itu lho sulit." "Iya, tapi yakin deh perlahan lo bisa abai sama orang-orang yang suka mengomentari hidup orang. Gue begini karena ajaran dari bulek juga sih." Malik terkekeh pelan. "Abaikan ucapan orang yang gak sesuai sama hidup lo yang sebenarnya. Abai abai dan abai. Kalau bisa sih, bales mereka dengan kesuksesan kita aja nantinya jika kamu dihina orang." Lanjut Malik "Makasih ya Lik, lo selalu menenangkan gue dengan cara sederhana lo yang buat gue yakin. Entahlah sejak kenal lo, gue dapat apapun hal positif." "Ah masak? Tapi lo selalu nolak gue saat gue deketin lo." Malik menaikan sebelah alisnya, menatap Cantika yang kini posisi tubuh mereka saling berhadapan. "Gue gak mudah percaya dan menerima orang asing yang baru hadir di dalam kehidupan gue. Gue orangnya sangat berhati-hati banget kalau mau melakukan sesuatu." Cantika mengulum senyumnya simpul. "Iya sih, tapi lo suka takut duluan sebelum memulai," ucap Malik malah juga menuduh Cantika. "Kayak lo gak pernah gitu aja." Cantika menatap sinis ke Malik. "Yey gue mah terlalu percaya diri." Malik menaikan kerah leher seragam sekolahnya dan merapikan rambutnya yang dirasa agak berantakan sekarang. "Kan kan males gue denger kepedean lo itu." "Gak usah didenger wle." Malik menjulurkan lidahnya bermaksud meledek Cantika. "Ih gue gunting itu lidahnya." Cantika merasa geregetan sendiri menatap Malik yang tengil dan usil kepadanya. "Coba aja kalau bisa wle." "Awas lho ya gue gibeng!" Ketika mereka tengah beranterm di dekat kolam, seorang karyawan menegur mereka yang sedang berdebat sehingga pengunjung lain mereka tidak nyaman mendengar perdebatan mereka. "Gara-gara lo nih." Malik menuduh Cantika dan Cantika yang tidak terima pun memukul punggung Malik. "Lo bego." Cantika kesal dan ingin rasanya menendang tubuh Malik sampai di laut. "Aw sakit." Makin mengerucutkan bibirnya dan mencoba nampak imut supaya Cantika merasa gemas menatapnya. Akan tetapi, Cantika malah menertawai wajah Malik dan tidak merasakan gemas seperti sewaktu ia bertemu anak kecil. "Ih malah ketawa." "Lho kalian sudah datang?" Tiba-tiba datanglah Zena menghampiri mereka yang masih berdiri di dekat kolam. "Eh bulek, iya bulek kita sudah sudah datang dari tadi. " Malik dan Cantika reflek mencium tangannya Zena. " Astaga kalian sudah aku tungguin dari tadi di kantor." "Haha gak tau bulek," jawab Malik yakin. "Ayo Cantika!" Zena mengalunkan tangannya ke lengan Cantika. "Gue juga mau digandeng." Malik berpindah tempat dan mengode Cantika agar gadis itu di sampingnya. Namun Cantika pura-pura tidak tau dan bikin Malik gereget sendiri. ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD