Part 24
Malik tertawa tidak berhenti membuat Cantika semakin kesal, Malik terus meledeknya karena Cantika tak sadar mengatakan bahwa tadi terlalu memikirkan Malik sehingga menabrak meja dan untung saja tidak tepat mengenai kakinya yang masih proses penyembuhan.
"Masih ketawa lagi?" Cantika menghentikan jalannya dan menatap tajam ke arah Malik. Walau ia merasa malu dan salah tingkah tapi Cantika berusaha bersikap seolah-olah tadi tidak terjadi apa-apa.
"Haha iya dong, ciee yang sudah mulai mikirin gue nih."
"Bisa diam gak?" Cantika makin risih saja karena Malik tak berhenti menggodanya.
"Iya ya." Malik tersenyum lebar dan tingkat kepercayaan dirinya semakin meningkat gegara Cantika tadi.
"Lupakan deh, gue tadi cuman bilang gitu doang baper." Cibir Cantika.
"Iya yang penting kan gue jalan fokus sama jalan bukan mikir seseorang wle." Malik menjulurkan lidahnya bermaksud mengejek Cantika.
"Lo pengen gue hajar ya kayaknya." Cantika perlahan melangkah mendekati Malik dan Malik buru-buru kabur sehingga Cantika hanya bisa mendengus sebal di tempatnya berdiri.
"Eh?"
Setelah itu Malik mengajak Cantika di halaman samping rumah, duduk bersandingan sembari memandang taman hijau di samping rumah ini yang suasanya terasa sejuk dan nyaman sekali.
"Lo sering ke rumah si kembar?" tanya Cantika, gadis itu merasa enak saja di rumah si kembar dan berharap suatu saat memiliki rumah semewah ini walau rasanya itu tidak mungkin.
'Rumah impian gue deh tapi gak mungkin bisa dimiliki tapi gue tetep berusaha keras nantinya bisa sukses hehe'---batin Cantika yang penuh harap sekali.
"Iya sering banget sih."
"Oh gitu, enak banget punya sanak keluarga yang dekat." Cantika mengeluarkan unek-uneknya yang dipendam sedari tadi.
"Iya gue bersyukur banget tapi gue masih ada yang kurang sih." Malik mengulas senyumnya tipis dan menatap Cantika sekilas.
"Apa?"
"Orang tua pada sibuk terutama bokap sih, bokap mementingkan kantornya yang berada di luar kota dan otomatis adik-adik gue di rumah kekurangan kasih sayang. Jadinya mereka selalu ngandelin gue dalam segala hal."
"Iya itu tanggung jawab lo sebagai kakak apalagi cowok dan lo harusnya ngerti kalau bokap kerja demi mencukupi kebutuhan keluarga lo." Sela Cantika.
"Iya sih, tapi gue pengennya bokap bisa sering-sering datang ke rumah buat lihat keadaan anak-anaknya atau kalau ditelepon di angkat. Mana orangnya aktif tengah malam dan mereka pada tidur. Gue mah dari kecil sudah cukup kasih sayang dari mereka tapi adik-adik gue yang masih kecil? Suka kasian tau lihatnya. Bokap suka ingkar janji ke mereka yang katanya liburan ternyata masih disibukkan bekerja dan berakhir mereka kayak takut gitu kalau bokap mulai berjanji lagi terus bakal diingkari." Malik mengusap wajahnya dengan lembut.
"Iya maklum sih jarak umur lo aja jauh dan mohon maaf bukan bermaksud gue bilang jahat ke bokap lo. Biasanya semakin tambah tua itu semakin sibuk eh entahlah." Cantika mengedikan bahunya tak acuh.
"Iya sibuk buat tabungan adik-adik gue, dah bener kok ucapan lo." Malik mengangguk setuju.
"Ya harusnya lo bersyukur saja masih punya keluarga dan sanak keluarga yang harmonis hehe." Cantika terkekeh sebentar.
"Iya gue bersyukur." Malik tak enk hati jika sudah membahas soal orang tua sebab selama ini ia hanya tau ibunya Cantika dan ayahnya Cantika? Belum tau sama sekali.
"Baguslah kalau bersyukur begini."
"Btw, kita kok banyak ngobrolnya ya? Biasanya lo cuek bebek gue ajak bicara dan baru kali ini lo mau diajak mengobrol. Apa jangan-jangan gara-gara mikirin gue kali ya?" Malik langsung mendapat hadiah pukulan dibahunya dan meringis sakit.
"Aw."
"Gue gak mikirin lo ya!" Cantika melototkan matanya dan menunjuk tepat di depan wajah Malik dengan jari telunjuknya.
"Iya ya haduh mengerikan dipelototi begini." Malik bergidik ngeri sambil memegangi bahunya yang tadi dipukul oleh Malik.
"Alay banget."
"Bukan alay emang nakutin wajah lo."
"Benarkah?" tanya Cantika bingung sambil memegangi wajahnya sendiri.
"Iya bener haha tapi cantik kok, cantik-cantik berwajah garang aw!" Malik memegangi bahunya lagi dan mendapat pukulan yang kedua dari Cantika.
"Sebel deh." Cantika beranjak berdiri dan mulai berjalan gontai kembali masuk ke dalam rumah.
"Kok sebel? Emang gue salah apa ya?" Dahi Malik berkerut bingung dan ikut menyusul langkah Cantika.
Cantika tersenyum di dalam hatinya, ia tak mau terlalu akrab dengan cowok itu dan memilih jutek seperti biasanya.
"Hadeh berasa kena PHP gue, tadi kita kan enak banget ngobrolnya." Malik mendesah pasrah.
"Oh lo baper ya, ciee yang baper." Sekarang gantian Cantika yang menggoda Malik seperti apa yang dilakukan Malik tadi.
"Enggak kok, kan kita berteman." Malik gelagapan sendiri.
"Eleh, bilang saja sih lo aslinya suka sama gue." Cantika mulai berani memancing Malik yang juga sering nampak salah tingkah.
"Ih lo juga PD banget." Akhirnya mereka berdebat, saling menuduh siapa yang mulai suka duluan di antara mereka berdua. Sampai-sampai seseorang menghentikan perdebatan ini.
"Malik, Cantika. Kenapa kalian?"
"Eh bulek." Seketika Malik berdiri dan terkejut siapa yang datang di ruang tamu yang letaknya bukan ruanh tamu utama.
"Tante." Cantika pun juga sama seperti Malik.
"Kalian ini habis berantem ya?" Zena tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dan menatap mereka yang mencium punggung tangannya.
"Emm iya." Mereka pula menjawab kompak.
"Kompak banget jawabnya, memang kalian itu berjodoh." Zena menggoda mereka.
"Enggak bulek, kita berteman saja."
"Berteman juga bisa sama-sama jadi saling suka dan siapa tau kalian berjodoh." Zena menyengir dan menatap mereka secara bergantian.
"Iya betul itu kata bulekmu, rasa tumbuh karena terbiasa. Terbiasa bersama maksudnya." Tiba-tiba Pandu datang menghampiri mereka dan merangkul pinggang Zena ketika sudah berdiri di samping istrinya.
"Panas nih panas banget padahal ada cafe." Malik mencoba mengalihkan topik yang membahas hubungannya dengan Cantika. Ia menyindir keromantisan Zena dan Pandu di hadapannya.
"Syirik jomblo." Pandu mencibir.
"Berdosa sekali Anda." Malik mendengus sebal, memang sedari kecilnya dirinya suka diusili oleh Pandu dan sekarang dirinyalah yang gantian mengusili anaknya.
"Hahaa Malik ini." Zena tertawa sebentar kemudian menatap Cantika yang terdiam sedari tadi.
"Malik bawa Cantika ke rumah sering-sering gitu hehe," ucap Zena yang senang mendapat tamu spesial di rumahnya.
"Ini lagi aku bawa."
"Iya tante, om." Cantika merasa malu saja berhadapan dengan mereka.
"Malu-malu kucing ya kamu," kata Pandu.
"Dia emang pemalu." Malik menyahut.
"Oh ya Malik, katanya mau bicara penting." Zena seketika teringat sesuatu saat berbincang dengan Malik tadi pagi.
"Iya bulek ada info penting soal Cantika," ujar Malik.
"Memangnya Cantika kenapa?" tanya Zena hedan dan langsung matanya tertuju pada Cantika.
...