Part 23
"Ayo dong kakak Cantik mau digendong sama kakak Malik." Si kembar kompak turun dari gendongan Malik kemudian menghampiri Cantika yang masih berdiri mematung disana.
"Enggak, kakak gak mau hehe." Cantika menolak permintaan dari si kembar.
"Yahh kenapa gak mau kak? Mau dong." Si kembar menggandeng dua tangan Cantika.
"Enggak." Cantika tetap menolak sambil menggelengkan kepalanya.
"Kakak Cantik."
Cantika menghela napasnya panjang ketika memandang wajah mereka dan matanya yang berkaca-kaca. Malik tau adiknya itu memaksa Cantika membuatnya segera bertindak.
"Silma Salma jangan memaksa kakak Cantik, kalau kakak Cantik gak mau ya sudah gak papa. Kan kakak Cantika sudah besar pastinya malu digendong."
"Tapi Salma pernah lihat kakak Malik gendong kakak Cantik waktu kakinya terluka kemarin di rumah kita," ucap Salma yang masih kekeuh ingin Cantika digendong Malik.
"Oh itu kan waktu luka parah Salma, ya masak kakak Cantik dibiarin jalan sendiri." Malik tersenyum lembut dan memangku Salma sedangkan Silma sudah lari duluan pamit main sama teman yang masih satu perumahan dengannya.
"Kan katanya kakak Cantik belum sepenuhnya sembuh kakinya." Salma mengelak dan pintar membalas ucapan kakaknya sehingga Malik mati kutu.
'Dahlah kalah adu mulut sama bocil gua'--ucap Malik di dalam hatinya.
"Eh emm." Malik pun menatap Cantika dan bertepatan pula Cantika baru menoleh ke Malik.
"Ya sudah kakak mau." Cantika pun menerima permintaan Salma dan Malik merasa tidak enak pada Cantika.
"Gak usah---"
"Yeyy!" teriak Salma senang seraya beranjak berdiri dan bertepuk tangan.
Malik pun juga ikut berdiri dan dua anak remaja itu sama-sama gugupnya. Sebab Malik menggendong Cantika kemarin ketika rasa khawatirnya sedangkan kali ini atas permintaan adiknya. Tapi mengapa rasanya berbeda seperti kemarin waktu menggendong Cantika seperti ada getara di hatinya yang kini melangkah pelan mendekati gadis itu.
"Cie cie co cuit." Salma terus berteriak heboh dan bertepuk tangan menatap mereka yang sudah bersebelahan.
"Em." Cantika menelan salivanya susah payah, benar-benar kali ini gugup sekali dan jantungnya berdebar tak karuan. Malik juga merasakan hal yang sama seperti apa yang dirasakan Cantika. Namun Malik berusaha bersikap biasa saja dan mulai membungkukan tubuhnya di depan Cantika.
Cantika perlahan mulai menempelkan tubuhnya dan Malik mengangkat tubuh gadis itu dengan menyangga kaki Cantika. Akhirnya Cantika kini sudah berada di punggung Malik dan Salma tersenyum lebar.
"Aaa suka." Salma memekik kegirangan dan melompat beberapa kali.
"Apa gue berat?" bisik Cantika tepat disisi Malik.
Malik merinding seketika mendengar bisikan dan suaranya begitu lembut dari mulut Cantika.
"Heh!" bisik lagi kali ini lebih mengeraskan suaranya dan Malik terlonjak kaget.
"Eh iya."
"Hadeh lo malah ngelamun."
"Eh maaf haha." Malik malah tertawa sembari membenarkan gendongannya karena sempat merenggangkan tangannya membuat Cantika hampir menurunkan kakinya di atas lantai.
"Lo tadi diam kenapa si?" tanya Cantika heran.
"Gak kenapa-napa kok." Tubuh Malik menegang sebab Cantika merangkul lehernya dengan manjanya dikedua tangannya. Rasanya sangat mendebarkan bagi Malik sendiri, entah mengapa ia juga bingung pada perasaannya sendiri ketika berada di dekat Cantika bahkan dalam posisi tubuh yang menempel.
"Aneh." Pikir Cantika mengetahui gelagat Malik yang mendadak banyak diamnya ketika ia sedang digendong begini. Cantika merasa ada hal yang diam-diam disembunyikan oleh Malik.
"Gue berat kagak?" tanya Cantika penuh penakanan di setiap kalimat yang diucapkan.
"Enggak si, lo kan makannya dikit," jawab Malik sambil terkekeh.
"Hadeh, kita pernah makan bareng kali dan makan gue juga banyak. Gue merasa gendut juga jadi gak enak begini." Cantika menepuk pundak Malik pelan.
"Haha iya iya gue ingat, tapi gue beneran gak merasa berat kan lo juga olahraga dan badan lo bagus makanya gak berat-berat banget. Gue juga suka olahraga tapi kalau jadi atlet kayak lo bagi gue berat sih." Malik masih belum sadar bahwa Cantika sekarang sudah mulai berbincang banyak. Malik masih fokus pada debaran jantungnya dan perasannya yang berbunga-bunga bisa sedekat ini dengan Cantika.
Muka Cantika memerah dan tersenyum lebar tanpa Malik sadari mendengar kata pujian dari Malik.
"Bener kah?"
"Iya bener." Malik mengangguk nyakin.
"Ouh gitu."
Malik masih gugup dan matanya terpaku di luar jendela. Menatap pemandangan luar rumah Zena dan sudah ada pembantu yang tengah bekerja di luar rumah. Sedangkan Cantika masih tampak bingung memikirkan Malik yang mendadak menjadi banyak diam dan tidak seperti biasanya suka menggodanya apalagi dalam posisi badan merrka sedekat ini.
"Gue berat kah?" tanya Cantika lagi.
"Astaga enggak." Malik menggeleng beberapa kali.
"Soalnya lo tegang jadinya gue kira keberatan dan lebih baik turunin gue aja sih." Cantika tidak enak hati dan merasa tubuhnya berat karena porsi makannya selalu banyak.
"Ish dibilang enggak kok."
"Lo kayak patung tau."
"Gue emang begini kalau gendong orang, coba tanya Salma." Malik membalikkan tubuhnya dan juga baru ingat bahwa Salma yang tadinya menyuruhnya menggendong Cantika.
"Eh? Salma gak ada." Malik terkejut melihat tempat yang tadinya ada Salma sudah tidak ada gadis kecil itu. Ruangan ini sangat sepi dan hanya ada mereka berdua saja.
"Lho kok Salma gak ada?"
"Eh iya ya gak ada, lha kemana dia? "
" Haha dikerjain Salma." Kemudian Malik menurunkan tubuh Cantika secara perlahan.
"Wah wah si Salma." Cantika menggelengkan kepalanya dan tersenyum samar.
"Ya sudah yuk kita keluar dan mungkin sebentar lagi bulek mau pulang." Malik langsung berjalan lebih dulu dan tampak berbeda dari biasanya membuat Cantika tambah bingung dengan sikapnya yang mendadak berubah.
'Dia sebenernya kenapa sih? Darj digendong terus sekarang malah tambah gak peduli banget. Biasanya apa-apa gue duluan yang jalan tapi dia malah ninggalin gue begitu saja'
"Cantika."
Ketika Cantika lagi sibuk memikirkan Malik yang mendadak berubah dan tersadar sewaktu mendengar panggilan dari seseorang yang tengah berdiri di ambang pintu.
"Nah dia kembali nungguin gue." Gumam Cantika dan melangkahkan kakinya begitu cepat.
"Lo malah diam saja, lagi mikirin apa?" tanya Malik heran.
"Enggak mikir apa-apa."
"Ouh." Malik beroh ria saja lali kembali terdiam.
Cantika merasa janggal saja kenapa Malik mendadak berubah dan penasaran yang sedang dipikirkan Malik sekarang.
"Eh aduh." Terlalu memikirkan Malik sampai tidak sasar Cantika menabrak meja yang terdapat ada hiasan rumah.
"Leh kenapa lo bisa jalan kesana si?" Malik mengkerutkan dahinya mengetahui Cantika malah menabrak meja yang jelas-jelas jalan mereka masih luas.
"Haha iya gue lagi sibuk mikir."
"Ouh gitu tapi ini kan sedang jalan, ya fokus jalannya aja dulu. Tapi apa yang lo pikirin sebenarnya?"
"Mikirin lo eh ups!"
...