Part 25
"Saya membutuhkan pekerjaan, Tante. Apakah di rumah makan tante sedang membutuhkan tenaga kerja lagi?" tanya Cantika setelah mereka semua duduk di ruang tamu.
"Wah gak tau sih, nanti tante coba nanya ke asisten."
"Oh baiklah tante, aku mengerti." Cantika tersenyum dan menganggu paham.
"Tapi kalau bisa, tante akan memperkerjakan kamu disana." Zena memandang sorotan maya Cantika yang sangat bersungguh-sungguh ingin memiliki pekerjaan dan membuatnya yakin bahwa Cantika bisa diandalkan meski usianya masih terbilang cukup muda untuk bekerja.
"Wah beneran, Tante? Tapi saya masih sekolah, apa masih bisa?" Raut wajah Cantika pula tak terlalu berharap walai sangat menginginkan bekerja.
"Masih bisa dong asal kamu punya semangat kerja keras tinggi dan bisa mengatur waktu mengerjakan tugas dan bekerja ya. Tante gak mau juga waktumu sekolah berantakkan hanya demi mencari uang." Zena pun memberikan saran terbaik untuk Cantika.
"Siapp tentu saja saya akan melakukan, Tante. Terima kasih tante." Cantika langsung berdiri dan menciumi beberapa punggung tangan Zena.
"Syukurlah kalau Cantika sudah menemukan pekerjaan." Malik yang duduk di samping Cantika juga ikut lega.
"Emm terima kasih Malik, lo sudah bantu banyak ke gue." Cantika menoleh ke Malik dan memberikan cowok itu senyuman tipis.
Walau begitu sudah membuat Malik senang sekali karena baru pertama kalinya mendengar gadis itu bertutur kata lembut disertai senyuman tipisnya.
"Makasih kembali." Malik tersenyum juga sambil mengangguk samar.
Cantika mengulurkan tangannya di depan Malik dan Malik seketika merasa heran mendadak Cantika bersikap begini kepadanya. Lantas Malik pun membalas uluran dari Cantika.
"Gue mau jadi temen lo dan kalau lo butuh bantuan, gue siap sedia membantunya." Sudah waktunya Cantika mengatakan ini sebab Malik telah membantunya dalam segala banyak hal dan mungkin saja Malik memang tepat orangnya dijadikan teman. Tak mudah bagi Cantika mempercayai orang baru namun apa salahnya membuka hatinya untuk menambah pertemanan?
"Beneran nih? Lo gak bakal jutek lagi kan emm atau bakal lebih asyik?" Malik membulatkan matanya dan membekap bibirnya tak menyangka akhirnya diterima juga ajakan pertemanan ini tanpa pemaksaan dan langsung dari Cantika yang berbicara.
"Haha gue emang jutek gini sifatnya ya lebih jutek lagi sama orang yang belum kenal seutuhnya si. Lo sering bantu gue di saat gue susah, dilihat dari lo menolong gue itu sangat tulus banget dan bikin gue merasa bersalah saja sih kalau terus ngabaikan lo. Lo emang bener-bener serius ngajak gue berteman dan gue terlalu angkuhnya terus menolak." Cantika mengulum senyumanya simpul.
"Nah kan akhirnya sadar juga, tapi emang gue bener-bener serius ngajak lo berteman kok dan gak ada maksud lain." Malik terkekeh pelan sambil menepuk puncuk kepala Cantika dengan lembut.
"Hmm iya, gue minta maaf sama sikap gue kalau ada yang nyakitin hati lo."
"Alah gak apa apa si, namanya juga gue berjuang buat dapetin hati lo dan mau berteman." Malik mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum lebar ke arah Cantika.
"Eleh."
"Ekhem ekhem." Zena berdehem merasa diabaikan oleh mereka yang asyik berdua sendiri entah membahas apaa.
"Eh bulek, sampai lupa kalau masih ada bulek." Malik menepuk jidatnya dan merasa bersalah mengabaikan Zena.
"Iya, Tante. Maafkan kita yang malah asyik sendiri dan mengabaikan kehadiran tante Zena disini." Cantika beranjak berdiri begitu juga dengan Malik saat melihat Zena sudah berdiri sedari tadi. Cantika menggaruk tekuknya dan merasa tidak enak juga telah mengabaikan Zena.
"Haha tidak masalah namanya juga kalian lago kasmaran."
"Haduh bulek, kita ini temanan malah dibilang kasmaran." Malik berdecak kesal.
"Kan lama-lama siapa tu juga begitu, rasa tumbuh karena terbiasa dan hati-hati saja kalau sudah jatuh cinta." Peringatan dari Zena kepada mereka berdua.
"Hati-hati gimana, Tante?" tanya Cantika bingung.
"Iya cinta kalau sudah hadir di antara kalian akan sangat membahayakan."
"Kita berteman saja, Bulek." Malik tersenyum meringis, membahayakan seperti apa yang dimaksud oleh bulek?
"Kan bahaya." Zena menghela napasnya perlahan.
"Bahaya apa, Tante. Saya gak paham sama sekali soalnya." Cantika menatap wajah khawatirnya Zena.
"Ah tidak apa deh, semoga kalian nanti jangan terlambat menyadari rasa yang sudah hadir di antara kalian. Kalau bisa segera diungkapkan karena menahan rasa yang sudah tumbuh itu sebuah penyiksaan diri dan jika ada yang sudah diberitahu, tolong dihargai. Saya serius mengatakan ini karena pernah mengalami hal kayak gini sih," ujar Zena.
"Emm walau Malik gak paham tapi bulek menebak kalau di antara kita bakal ada yang jatuh cinta gitu?" tebak Malik.
Zena mengangguk.
"Kita berteman saja, Tante."
"Iya ya saya tau kok kalian berteman tapi dilihat gini aja, saya gak yakin kalian berteman beneran atau enggak. Tapi saya menebak ada yang sudah punya rasa entah sama-sama punya atau salah satu di antara kalian," kata Zena menatap mereka berdua bergantian.
"Alah bulek, Malik jadi pusing." Malik menggaruk rambutnya dan tertawa kecil.
"Haha sudah lupakan, kalian lanjut saja. Tuh suara si kembar bikin emosi saya meningkat." Ucapan Zena sontak membuat mereka tertawa terbahak-bahak.
Zena berjalan dengan buru-buru bahkan di ambang pintu sudah disambut teriakan si kembar yang meminta dibuatkan s**u sambil merengek dan mata bulatnya sudah berkaca-kaca.
"Iya ya sabar." Zena membawa anak-anak ikut ke dapur. Ketika sudah ada Zena di rumah, si kembar hanya ingin ibunya yang merawatnya dan selama tidak ada Zena yang mengurusnya ialah pengaruhnya.
"Lucu juga si kembar." Cantika merasa gemas melihat si kembar yang manja sekali kepada Zena.
"Haha iya." Malik pun menoleh ke Cantika.
"Apa?" Cantika menaikan sebelah alisnya.
"Gue pengen ikut lo kerja deh." Malik mendadak memikiki pikiran konyol.
"Heh kenapa gitu? Lo kan sudah berkecukupan dan harusnya bersyukur saja." Cantika tidak menyangka Malik ingin ikut bekerja.
"Gue pengen merasakan bekerja kayak gimana dan rasanya mendapat uang dari hasil kerja sendiri sih."
"Ya tapi kan apa lo gak dimarahin sama orang tua lo sendiri?"
"Enggak la, asal bisa bagi waktu. Ketimbang gue buang-buang waktu buat main bola lebih baik ikut lo bekerja aja deh. Mayan gabut gue hasilin duit." Malik terkekeh lagi.
"Iya tinggal bulek lo nerima lo kerja apa enggak."
"Jelas diterimanya kan gue maksa orangnya hahaha."
"Hadeh tapi emang bener si, lo pemaksa."
"Haha tapi gue gak terlalu banget kok maksa orang." Malik memanyunkan bibirnya.
"Ngapain itu bibir lo?"
"Manyun lha."
"Hih geli tau lihatnya."
"Bukannya gemoy yang gue begini?"
"Kata siapa?"
"Kata cewek-cewek fans gue sih."
"Idih." Cantika menatap sinis ke arah Malik dan Malik kembali tertawa lagi.
...