Part 8

4030 Words
PART 8 "Betah amat lo di kelas mulu." Malik geleng-geleng kepala dan merasa heran pada Cantika yang sangat betah sekali berada di dalam kelas. Sedari tadi Malik menunggu gadis itu keluar dari kelas di istirahat kedua tapi nihil hasilnya, Cantika tidak kunjung keluar dari kelasnya dan Malik tak betah menunggu lama di luar kelas gadis itu. Akhirnya Malik masuk ke dalam kelas dan melihat Cantika tengah sibuk membaca buku sembari menyatat sesuatu dibuku lain. "Emang sudah kebiasaan dia di dalam kelas terus." Bukan Cantika yang menjawab melainkan Melani yang duduk sebangku dengan Cantika. "Oh gitu." Malik mengangguk paham dan sadar selama ini dirinya merasa asing bahkan mengira Cantika murid baru saking tidak pernah bertemunya. "Ya gitu." Melani mengangguk sambil memainkan ponselnya. "Cantik." Malik mengambil asal kursi di dekatnya dan diletakkan di samping Cantika yang menghiraukannya sedari tadi. "Cantik." Panggil Malik lagi karena gadis itu mendiamkannya. "Tik, lo dipanggil tuh." Melani yang sadar Malik dihiraukan oleh Cantika pun menyenggol lengan temannya. "Hah? Apa?" Cantika kaget dan menoleh ke temannya. "Lo dipanggil tuh!" Melani menunjuk Malik dengan dagunya. Lantas Cantika mengikuti arah pandang Melani dan terkejut melihat Malik yang masih disini. Ia mengira Malik hanya sebentar di kelasnya dan pergi sebab ia sengaja mengabaikan lelaki itu. "Jahat banget sih dicuekin dari tadi." Malik merajuk dan menopang dagunya di atas lipatan tangan yang diletakkan di atas meja. "Gue emang jahat kan." Cantika sudah tidak fokus lagi belajar dan memilih menutup bukunya kembali. Cantika ingin lebih rajin belajarnya daripada sebelumnya sebab saat mengikuti esktrakulikulernya, Cantika tidak begitu fokus pada bidang akademiknya dan seringkali tidak mengikuti pelajaran. Karena sekarang sudah tak mengikuti bidang non akademik kini Cantika memfokuskan dirinya lebih serius pada akademiknya dan berharap mendapatkan beasiswa supaya ia bisa kuliah di perguruan tinggi walau rasanya tidak mungkin karena juga saingannya pun bukan main lebih pintar darinya. "Baik la." "Terus kenapa lo kesini?" tanya Cantika bingung. "Gue sebenernya ngajak lo ke kantin tapi lo kayak sibuk banget." Malik menghela napasnya. "Iya, gue lagi sibuk dan lo gak tau apa kurang seminggu lagi ada ulangan semester satu?" Cantika meneguk air mineralnya lalu Melani memberikan cemilannya kepada Cantika. Ingin menolak tapi Melani tetap memaksa menyuruhnya makan. "Iya gue tau." "Dan lo gak belajar buat persiapan?" "Gue mah santai aja kali, belajar hari ini besok lupa sih. Gue lebih suka belajar mendadak, semisal hari ini ulangan ya sebelum jam ulangan gue belajar gitu sih," ucap "Aha gue gak percaya lo belajar, istirahat waktu ulangan aja cuman sebentar doang dan masak cepet banget materi nyerap di otak lo. Gak gak mungkin deh lo belajar waktu ulangan pasti nyontek." Cantika menggeleng tak percaya Malik belajar saat ulangan. "Gak semuanya gue mencontek kali, gue juga bisa garap sendiri tanpa dan mungkin beberapa doang gue contek temen. Intinya selagi gue bisa ya gue kerjain sendiri sih. Tapi gue lebih malas mengerjakan kelompok, gue gak aktif kalau mengerjakan kelompok gitu dan temen gue yang kerjain semua asal kerja kelompok di rumah gue dan gue yang siapin makanan sama minumannya. Dijamin enak deh temanan sama gue, temen gue aja ngambek saat tau gue cari temen lagi jadi lo harus beruntung gue ajak temenan." Malik tersenyum lebar dan merasa bangga pada dirinya sendiri. "Cih sombong banget, gue gak beruntung ya tapi buntung. Noh lihat fans lo banyak tuh yang ngintip di jendela bikin gue makin risih deh." Cantika mengeluarkan unek-uneknya yang risih saja menjadi pusat perhatian orang. Walau dulu pernah menjadi pusat perhatian orang karena ia pernah menenangkan lomba dan mengikuti lomba ini suasananya sangat berbeda sekali. "Haha biarin ajalah, nanti mereka juga capek sendiri dan menghilang nah kan sudah menghilang tuh mereka." Malik menunjuk ke arah jendela dengan dagunya. "Iya sih sudah menghilang tapi gue tetep gak suka." "Cemburu kah?" tanya Malik sambil menaik turunkan alisnya, menggoda gadis itu. Melani yang mengetahui obrolan mereka pun tertawa sendiri. "Ekhem, cie cie, nanti kalau kalian jadian sih bilang-bilang ke gue ya." Melani tertawa lagi lalu memilih pergi agar tidak menganggu mereka berdua yang tengah mengobrol meski Cantika menahannya. Tetap saja Melani memilih pergi dan tidak mau menjadi nyamuk mereka. "Astaga Melan, gue gak pacaran dan kita hanya teman doang!" teriak Cantika kesal. "Hahaha santai aja kali Cantik." Malik memandang gadis itu lekat, wajah Cantika benar-benar tidak membosankan dan hatinya terasa tenang saja saat ini. "Sudah gue bilang, jangan lihat gue kayak gitu." Cantika menundukkan wajahnya dan menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangannya. "Emang kenapa sih?" tanya Malik penasaran. "Intinya gue gak suka dilihat kayak gitu," balas Cantika yang masih betah pada posisinya kali ini. "Hadeh iya deh, lo gak bisa napas kalau posisi lo gitu." Malik berdecak dan mengulas senyum tipisnya. "Jangan lihat gue kayak tadi tapi." Cantika merasa gelisah. "Iya ya gue lihat biasa saja padahal." Cantika kembali menegakan tubuhnya dan hanya menatap Malik sekilas. Ia tidak kuat menatap lelaki itu balik apalagi tatapan lelaki itu terlalu dalam ketika menatapnya. "Nah gitu kan cantik." Gumam Malik tanpa sadar. "Apa?" tanya Cantika ketika Malik mengatakan sesuatu yang tidak terdengar begitu jelas olehnya. "Ah bukan apa-apa." Malik reflek menggeleng wajahnya cepat. "Oh ya, apa lo gak laper karena lo cuman sarapan doang tadi?" "Enggak, lagian bel masuk sudah bunyi dan gue juga sudah terbiasa gak makan siang." Bohong, apa yang dikatakan Cantika hanyalah kebohongan semata demi menutupi kekurangannya. Ia sedang menghemat sisa-sisa uanganya sekarang dan lebih mengutamakan kebutuhan ibunya sendiri. "Beneran nih? Gak laper?" Malik tau gadis itu membohonginya dan tampak menyembunyikan sesuatu. "Iya, bener. Gue gak laper sama sekai kan sudah gue bilang, gue sudah terbiasa gak makan siang." "Oke deh kalau emang sudah terbiasa." Malik beranjak berdiri dan Cantika menghela napasnya lega mengetahui Malik akan segera pergi dari kelasnya. "Ya sudah sana pergilah!" usir Cantika secara halus. "Tapi... " " Tapi apa?" Cantika mendongakan wajahnya memandang lelaki tampan itu sebentar. "Nanti pulang sekolah, jangan langsung pulang dan kita makan dulu. Oke?" "Enggak, gue gak mau." Cantika menggeleng lagi. "Gue maksa. Kita temanan masak canggung begini sih." "Yang ngajak temenan kan lo bukan gue jadi terserah gue gimananya." Cantika menggerutu kesal. "Iya gue tau, makanya gue mohon lo mau gue ajak makan bareng nanti. Kita gak berdua tapi ada dua teman gue kok yang pernah lo temui juga. Ya ya mau ya?" Malik sangat berharap sekali gadis itu menerima ajakannya. Cantika menimang dulu sebelum menjawab ajakan dari Malik. Setelah dipikir lebih matang, gadis itu mengangguk mau dan Malik berteriak kesenangan lagi. Cantika menerima ajakan dari Malik sebagai balas budinya karena akhir-akhir ini Malik telah banyak membantunya. 'Sesenang itu dirinya?'--kata Cantika di dalam hatinya. ... "Terus sepeda gue gimana dong?" tanya Cantika bingung kepada Malik. Sekarang sudah waktunya pulang dan Malik akan mengajak Cantika makan bersama teman-temannya juga. "Sepeda lo gampang lah, urusan gue itu." "Gue khawatir sama sepedanya soalnya ini habis banyak pasti." Cantika tidak mau mengecewakan Malik yang telah memperbaiki sepedanya sebaik mungkin. Ia tidk ingin pula dirinya kembali lalu melihat sepedanya yang bisa jadi berwujud berbeda. Bagaimana pun Malik telah memperbaiki total sepedanya dan ia menjadi tidak enak jika sepedanya ini rusak karena dirinya ceroboh atau bisa disebut tak bisa menjaga sepeda tersebut dengan baik. "Haha tenang saja." Malik terkekeh pelan dan paham apa yang tengah dipikirkan Cantika baru saja. "Gak bisa tenang gue." "Bentar lagi ada orang suruhan datang dan yang nganter sepeda lo ke rumah." "Tapi nyokap gue bakal tau dan nanyain." "Sudahlah, itu urusan gue dan gue yang tanggung jawab semuanya," ucap Malik yang berusaha menyakinkan Cantika agar percaya kepadanya soal sepedanya yang takutnya rusak jika ditinggal padahal sepeda itu tidak ditinggal di sekolah melainkan "Oke deh kalau lo yang mau dan maksa pula." Cantika kembali menyangga sepedenya. "Nah gitu dong, iya gue paksa biar lo mau." Bisik Malik tepat disisi telinga Cantika. Reflek Cantika menjauhkan wakahnya yang berdekatan dengan wajah Malik dan membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Cantika secepatnya mengatur napasnya yang sedikit tersenggal karena ia menahan indera penciumannya selama hanya beberapa menit. "Cih." Cantika menepuk pipinya sendiri pelan dan pipinya yang ditepuk itu adalah bekas napasnya Malik yang mengenai pipinya. "Ya sudah, lo nunggu di depan area parkiran sana dan gue mau ambil motor. Cuman sebentar doang." Pamit Malik pergi dari hadapannya dan dalam perjalanan kaki menuju tempat kerjanya. "Oke." Cantika mengangguk paham dan kini mulai berjalan keluar ke area parkiran. Saat berada di luar area parkiran dan duduk dibangju yang sudah disediakan. Cantika tak sengaja mendengar suara seseorang dan tepat juga Cantika membalas tatapan orang tersebut. "Tuh katanya orang yang lagi deketin Malik." "Iya tuh, cih tampilannya b aja kok bisa sih Malik seleranha rendah. Lebih cantik gue deh." "Kayaknya Malik kena pelet dari dia sih makanya Malik mudah seluluh itu sama cewek.". "Iya mungkin kena pelet tuh cewek jadinya Malik sampai segitunya bucin ke dia." Cantika yang merasa muak mengetahui mereka sengaja meninggikan suaranya ketika sedang mengobrol dan secara terang-terangan pandangan mereka menuju ke arahnya. Sehingga orang-orang di sekitarnya juga menatap ke arahnya. "Mbak mbak yang cantik-cantik, bisa gak bibirnya dikunci dulu?" Cantika bersedekap d**a dan menatap sinis juga ke mereka. "Songong kan kelihatannya." Mereka malah saling berbisik dan Cantika memutar bola matanya malas. "Sadar diri ya, lo itu gak pantes sama Malik dan gak bakalan ada yang suka lo karena gatel ke Malik." "Siapa juga yang gatel sama cowok kayak dia." Gumam Cantika dan hanya mengangguk saja beberapa kali merespon omelan mereka. Sampai Malik datang menghampiri mereka oh tentu saja Cantika yang difokuskannya saat ini. "Ayo Cantik!" Suruh Malik pada Cantika supaya gadis itu segera naik ke motornya. Sebelum naik, tanpa sepengetahuan Malik, Cantika tersenyum ke mereka yang mengiri dan maksud dari senyumannya ialah meledek mereka karena posisinya banyak yang menginginkannya. Cantika yang masih merasa sebal pun terus memasang muka tengilnya tanpa Malik tau intinya. Jika Malik tau dipastikan lelaki itu akan tambah tebar pesona kepadanya dan merasa kepedaan sendiri. "Lo pacaran sama tuh cewek?" tanya salah satu fansnya. "Kan sudah gue bilangin, dia itu teman," jawab Malik adanya. "Lo cuman punya teman cowok dan itu dua orang. Kenapa sekarang temanan sama cewek, lo gak tau apa banyak yang gak suka sama ini cewek." Gadis berkuncir dua itu menghela napasnya kasar dan tidak terima diejek oleh Cantika. Ia menginginkan posisi Cantika sekarang dan sudah lama dirinya menyukai Malik. Namun malah cewek itu yang mendapat posisi istimewa disisi Malik. "Emang kenapa gue temanan sama dia? Jangan benci Cantika, dia teman gue dan kita hanha teman. Suka atau enggak kalian, gue gak peduli karena hidup gue, gue yang jalanin bukan disuruh orang ini itu. Gue yang ngajak Cantik berteman jadi stop bikin stagmen aneh-aneh soal Cantika karena cewek ini adalah cewek baik dan sebelum menghujat, kenali dulu orangnya." Malik membela Cantika secara terang-terangan di depan para penggemarnya atau orang-orang yang sangat menyukainya. Cantika tidak menyangka Malik mengatakan hal itu padahal selama ini ia sangat mengabaikan lelaki itu. Malik nampak bersungguh-sungguh ingin berteman dengannya, diihat dari sorotan matanya yang jelas marah mendengar penggemarnya yang tidak menyukai kedekatannya dengan Cantika. Selanjutnya, Malik menjalankannya motornya meninggalkan sekolah dan beberapa gadis yang kecewa mendengar keputusan Malik yang sekarang berteman dengan seorang gadis. "Lihat aja deh, gue bakal bales cewek gatel itu." Gadis berkuncir dua itu menggerutu kesal sembari memainkan salah satu rambutnya yang tengah dipilin lalu menghentakkan kedua kakinya dan pergi dari tempatnya berdiri ini. ... "Dah sampai." Malik memarkirkan motornya di tempat yang sudah disediakan oleh pihak rumah makannya. "Dekat banget sama area sekolah, harusnya gue tadi naik sepeda saja." Cantika turun dari motor Malik. "Kalau lo naik sepeda kita gak bisa barengan berangkatnya. Lagian gue gak bisa biarin lo naik sepeda sendirian ketika gue ajak main." Malik melepaskan helmnya dan tidak lupa merapikan rambutnya yang berantakan akibat memakai helm. "Ribet banget deh." Cantika mendengus lalu merapikan rambutnya yang berantakkan melalui pantulan kaca spion motor lain. Saat tengah mengaca, seseorang dari belakang membantunya merapikan rambutnya dan Cantika tersentak kaget mendapat perlakuan manis baru saja. "Lo apa-apaan!" Tegur Cantika dan suaranya terdengar gugup. Ia menjauh dari Malik dan menepuk dadanya pelan saking merasakan debaran jantungnya yang kuat. Berada didekat Malik, Cantika sering merasakan senam jantung tiba-tiba ditambaj Malik sangat begitu manis memperlakukannya seperti tadi. "Gue cuman bantu merapikan rambut lo, malah menghindar." Malik mendekat lagi malah Cantika berjalan mundur. "Gue gak mau dan kalau maksa, gue hajar lo disini." Ancam Cantika kepada Malik. "Hajar aja juga gak masalah dan gue malah seneng." Malik masih menggoda Cantika dan Cantika makin kesal saja. Saat Cantika akan memberikan pukulan ke Malik, suara seseorang menghentikan Cantika yang akan memukul Malik dan mereka berdua menoleh ke asal suara tersebut. "Eh eh kalian ngapain?" Zidan, suara pertama yang mereka dengar dan kini berada di tengah-tengah mereka berdua. "Kalian sudah dateng," ucap Malik. "Lama gak tadi? Gue ambil barang pesenan nyokap dulu soalnya." Vardo mengangkat tangannya yang membawa sekantong plastik berwarna hitam bermaksud memberitahukan ke Malik jika dia datang terlambat karena ada keperluan sebelum datang ke rumah makan ini. "Iya gak masalah sih, gue juga baru datang sama Cantika." Malik mengulum senyumnya simpul. "Weh ini cewek yang jago gelud." Zidan memasang posisi kuda-kuda dan meninju-ninju ke udara sambil berteriak layaknya dia akan bertarung. "Gila." Gumam Cantika sambil geleng-geleng kepalanya melihat tingkah orang di depannya ini sungguh aneh. "Hah? Gila?" Mata Zidan melotot dan berkacak pinggang merasa dirinya dikata gila oleh gadis di depannya. Tentu saja si abah itu tidak terima dikata begitu. "Hahaha." Vardo tertawa paling kencang sedangkan Malik menggeleng kepalanya dan menyetujui ucapan Cantika yang mengatakan temannya itu gila. "Memang gila dia." Vardo menambahi kekesalan Zidan kali ini. "Gue gak terima ya dikata gila." Zidan menggulung lengan sweater berwarna hitam yang dipakainya ke atas dan kedua tangannya terkepal kuat. "Lo lupa kalau dia petarung hebat?" tanya Vardo pada Zidan. Malik santai saja melihat temannya yang bertingkah konyol di depannya dan berharap pula mendapat pukulan maut dari Cantika agar temannya itu berhenti berulah. "Gue tau dan gue gak takut. Gue cuman mau tes kekuatan, gue juga jago gelud walau dikit sih tapi gue jago intinya." Zidan memuji dirinya sendiri dan teman-temannya makin menertawainya. "Sudah lah Dan, nanti lo malu sendiri kalau kalah." Malik mengingatkan temannya itu supaya berhenti berulah. "Dia cewek dan kekuatan cowok jauh lebih besar dari cewek. Gak akan kalah gue." "Hadeh ni bocah." Malik memijit keningnya pelan. "Biarin deh, kita nontonin aja." Vardo tidak bisa berhenti untuk tidak tertawa. Cantika hanya diam saja dan merasa aneh saja melihat tingkah laku cowok di depannya. Ternyata ada yang lebih songong dari Malik bahkan sekarang menantangnya bertarung melawannya. "Ayo lawan gue!" Suruh Zidan pada Cantika. "Anggap saja ini salam kenal dari gue, gue cuman tes doang seberapa besar kekuatan lo itu." Zidan tersenyum miring dan tidak ada takutnya menantang sosok mantan atlet taekwondo. "Lo dulu!" suruh Cantika dan gadis itu tampak tenang sekali menghadapi orang model seperti ini. "Oke." Zidan mengangguk dan ia menyerang duluan dengan tangannya yang melayang ke arah Cantika. Cantika menerima kepalan tangan Zidan begitu mudahnya dan ketiga lelaki itu terkejut melihat kehebatan Cantika yang dengan mudahnya menerima kepalan tangan Zidan yang sebenernya sudah siap melawan Cantika. Mengetahui lawannya yang masih syok, Cantika pun memilintir tangan Zidan hingga berbunyi 'krek' dan Zidan pun berteriak kesakitan. "Gini doang?" tanya Cantika dan di dalam hatinya gadis itu tertawa. "Haduh aduh hentikan!" Zidan merasa lemas dan terduduk di bawah. "Buset." Vardo membantu Zidan berdiri kembali dan tampaknya temannya itu sekarang menjadi lemas tubuhnya. "Kan kan mau nangis tuh. Ada-ada aja deh tingkah lo. Sudah tau dia atlet, lo malah nantangin dia dan jangan asal aja nantangin cewek. Sudah jangan nangis bentar lagi makan banyak kok." Malik menepuk pundak Zidan dan sekarang Zidan dibantu Vardo berjalan memasuki rumah makan yang cukup luas sekali tempatnya. "Puas gue lihatnya, biar tuh anak gak sembarangan remehin orang dan juga ngerasain seperti gue kemarin." Malik senang melihat Zidan kesakitan dan menganggap ini pelajaran buat temannya itu untuk tidak sembarang meremahkan orang yang belum dikenal lebih jauh. "Ternyata temannya juga songong," komentar Cantika soal sikap Zidan tadi. "Temannya? Maksudnya gue juga songong gitu?" tanya Malik sembari menunjuk dirinya sendiri. "Iyalah, masih saja nanya." Cantika berjalan lebih dulu dan Malik memasang muka bete dibilang songong oleh Cantika. "Enak aja ngatain songong ke gue." Malik berjalan cepat menyusul langkah kaki Cantika. Cantika sudah sampai di salah satu bangku yang dipilih temannya Malik dan dibangku itu dekat dengan kolam ikan yang berisi banyak ikan emas. "Aduh sakit." Zidan sedikit mengeluarkan air matanya dan masih memegangi tangannya yang kesakitan. "Mungkin tangan lo mau patah, Dan," ucap Vardo sambil menahan bibirnya agar tak tertawa dan mencoba bersikap serius bermaksud menjahili temannya. "Hah? Patah? Gak gak gak mau gue, gue masih pengen hidup." Zidan mendusel ke Vardo dan mereka berdua duduk bersebelahan. "Patah anjir bukan mati. Haduh jauh jauh deh!" Vardo menahan kepala Zidan agar tidak menepel dibahunya. Temannha itu selalu menyusahkannya apalagi sikapnya itu bikin ia juga ingin menghajar Zidan lagi. "Sudah jangan berisik, ada banyak orang disini dan kalau masih berisik, kalian gak jadi ditraktir budhe Zena." Malik mengangkat tangannya, memanggil salah seorang karyawan rumah makan ini. "Budhe Zena?" Beo Cantika yang tidak asing lagi dengan nama itu. "Oh ya, lo kan bertemu sama budhe gue. Ah gue jadi keingat waktu gue anterin lo pulang, lo begitu welcome banget sama gue ehh besoknya jadi jutek ke gue." Malik tersenyum tipis sambil melirik Cantika yang duduk di sampingnya. "Emm masalah?" Cantika ada maksud sebenarnya bersikap jutek ke Malik. Ia tidak mau mudah jatuh ke pesona Malik, mengetahui ternyata Malik banyak yang mengidolakannya membuat Cantika tidak mau berharap lebih walau sulit karena sikap Malik selalu manis kepadanya. "Masalah dong. Haha gak apa deh, canda doang." Malik menggelengkan kepalanya. "Gue sudah bilang, gue orangnya jahat jadi jangan terlalu baik ke gue." "Lo orang baik." "Jahat lah, dia bikin tangan gue sakit gini." Zidan ikut menyahut obrolan mereka. "Ya kan itu salah lo sendiri b**o!" Vardo reflek memukul bahu Zidan saking kesalnya pada temannya satu itu. "Aduh lo malah nambahin sakit gue." "Sengaja." "Aish kalian ini berisik." Seketika dua orang yang tengah adu mulut itu diam saat mendengar teguran dari Malik lagi. Sedangkan Cantika begitu asyik sendiri mengamati suasana rumah makan ini yang tampak ramai. 'Ini milik budhe Zena, wah hebatnya. Gue pengen suatu saat ini juga punya restoran dan banyak cabangnya. Emm mulai sekarang harus lebih giat lagi demi mewujudkan mimpi gue ini'---batin Cantika. ... "Selamat sore dan selamat menikmati hidangab sore ini." "Bulek." Lantas Malik reflek berdiri saat mendengar suara Zena mendekat ke arah mejanya. Teman-temannya pun juga ikutan berdiri dan menoleh ke asal suara tadi. Malik pun mencium tangan Zena dan diikuti teman-temannya juga. Zena tersenyum ramah dan mengambil posisi duduk di pinggir sendiri. "Aku kira bulek gak jadi ke restoran ini kan bulek lagi sibuk urus resto yang lain apalagi mau ke luar kota bulan depan." Malik dan teman-temannya melanjutkan makannya sedangkan Zena baru memesan makanan karena baru saja datang di rumah makan yang dekat dengan sekolah Malik. "Hehe iya, bulek lagi sibuk-sibuk tapi budhe pengen menyempatkan mampir sebentar disini ikut makan bareng teman-temannya Malik juga dan eh gak nyangka ada Cantika disini." Zena tersenyum ramah dan menyapa temannya Malik satu per satu. Itu yang membuat teman-teman Malik begitu menyukai sosok Zena yang baik hati selalu menyapa mereka satu per satu dan tidak pernah sombong bahwa ia pemilik rumah makan ini. Tampilan Zena juga tidak pernah terlihat paling mencolok bahkan Zena berpenampilan biasa saja karena yang diutamakan Zena adalah mengenakan pakaian yang nyaman bukan mengenakan pakaian hanya ingin dipandang kalau dia orang berada atau pemilik rumah makan ini. Zena lebih senang dirinya dianggao pengurus daripada pemilik karena bagi Zena sendiri, mertuanya adalah pemilik rumah makan ini sebenernya dan Zena hanya melakukan amanahnya membuat bisnis mereka semakin jaya sampai sekarang. "Iya, Tante." Cantika mengangguk sopan. "Jadi beneran berteman nih?" tanya Zena lagi sembari menatap Malik dan Cantika bergantian. "Iya, Bulek." Malik mengangguk semangat. "Kalau Cantika gimana?" Zena menatap menyelidik ke Cantika sehingga Cantika sedikit gugup dan takut salah ucapan hingg visa merugikan orang lain hanya kareba tutur ucapannya. "Iya, Tante. Kita sudah menjadi teman baik." Cantika merasa bersalah telah berbohong kepada Zena dan tadinya ia sempat melirik Malik "Oh begitu, bagus deh berteman baik dan semoga pertemanan kalian langgeng ya. Tapi murni berteman ini?" Zena tidak yakin mereka hanya berteman saja kedepannya. "Tapi tante saya tidak yakin kalau mereka berteman doang dan ada pepatah pula mengatakan pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu tidak ada pasti akan melibatkan perasaaan juga." Vardo ikut menyahut. "Iya, itu benar. Pertemanan anatara perempuan dan laki-laki itu tidak ada. Tapi gak tau deh dan itu tergantung sama diri kita sendiri, kalau dari awal niatnya berteman ya berteman dan gak ada kata lebih dari pertemanan." Zena tersenyum simpul menjelaskan apa itu pertemanan antara wanita dan laki-laki itu ada atau tidak. "Oh begitu, Te." Vardo mengangguk namun tatapannya mengarah ke seberang mejanya. Dua orang berbeda jenis gender itu memutuskan berteman. "Noh dengarin, pertemanan antara cewek sama cowok itu ada tapi tergantung niat. Nah gue itu niat banget pengen punya temen cewek dan akhirnya gue dapetin temen cewek walau agak susah banget sih dan penuh perjuangan dapetin dia." Malik melirik ke Cantika yang kini menundukkan kepalanya. Malik tau sebenernya Cantika sedang malu-malu kucing dan mencoba menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya. "Emm iya dari niat tapi jarang yang kayak gitu sih. Maksudnya jarang ada the real asli pertemanan cewek sama cowok. Karena Tuhan maha membolak-balikan perasaan dan siapa tau kan kalian memiliki perasaan yang sama," kata Zena. "Jadi bulek lebih percaya ucapan Vardo kah?" tanya Malik memasang muka bete'nya. "Hehe bulek gak memihak siapaub sih dan itu cuman tergantung orangnya aja. Ya kan Cantika?" Zena merasa Cantika banyak diamnya bahkan makan pun sangat lamban sekali. "Eh iya, Tante." Cantika mengangguk. Tidak ada yang tau perasaan Cantika kali ini, ini bukan soal obrolan pertemana antara cewek cowok melainkan sedang memikirkan ibunya yang tak bisa memakan makanan seenak ini dan rasanya Cantika tidak rela makan enak sendirian tanpa ada ibunya. "Kamu kenapa?" Zena cemas dan memperhatikan raut wajah Cantika menunjukkan kesedihan yang amat dalam. "Tidak apa, Tante." Cantika menggeleng samar. "Sudah katakan saja, kamu ini kenapa kok banyak diamnya gitu?" Zena menghela napasnya pelan dan menyuruh Cantika bercerita kepadanya tentang alasannya banyak diam. "Emang suka diam kali." Celetuk Malik yang merasa sudah biasa Cantika mendiamkannya walau lelaki itu tidak tau bahwa Cantika diam karena ada suatu alasan. "Iya benar kata Malik, saya emang banyak diamnya." Cantika terpaksa berbohong lagi dan memilih menyetujui ucapan Malik. "Masak sih? Wajah kamu aja sedih dan kayak lagi mikirin sesuatu." Zena masih tidak percaya dan merasa ada yang disembunyikan oleh Cantika. "Tidak apa, Tante." Cantika tetap menolak bercerita dan ia tidak mau sembarang orang mendengar ceritanya. Cantika tidak ingin mendapat belas kasihan dari orang lain. "Tap--" "Tante, tante tidak khawatir apa sama Zidan? Zidan dari tadi diam aja lho, Tan." Zidan masih merasa lemas tubuhnya terutama dibagian tangannya dan jengkel saja pada Cantika. Ia tidak menerima kekalahan tapi Zidan sadar tak punya kekuatan. 'Haish, yang kelihatan banget sakitnya gue tapi tante Zena malah lebih khawatirin Cantika'---batin Zidan. Ketika Zidan dan Zena tengah berbincang. Diam-diam Cantika menatap menu makanan lagi dan suara lirihannya pun Malik mendengarkannya. "Ibu." Cantika menghembuskan napasnya berat dan merasa bersalah tidak bisa membelikan ibunya makanan seenak ini. Andai ini bukan restoran paling mewah, mungkin saja dirinya memilih dibungkuskan saja dan ibunya bisa menikmati di rumah. Malik tersenyuh dan sekelebat teringat hal kemarin dimana Cantika suka sekali membeli makanan dan lebih memilih dimakan di rumah. Malik yang sudah paham kemudian mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu di aplikasi catatan lalu menunjukkannya kepada Cantika di bawah meja. Tentunya tanpa orang lain tau dan hanya merekalah yang tau. Dahi Cantika berkerur bingung melihat ponsel Malik di atas roknya dan ia menoleh ke Malik untuk meminta penjelasan. Malik hanya mengangguk saja membuat Cantika makin bingung. Mengetahui tangan Malik yang menggenggam ponselnya seperti mengode ingin dibuka utama ponsel milik Malik. Ketika sudah dibuka, betapa terkejutnya Cantika membaca ketikan Malik di aplikasi catatan. 'Pesen aja makanan untuk nyokap lo disini, gue tau apa yang lo pikirkan sekarang' 'Laki-laki itu tau apa yang gue pikirin sekarang?'---Cantika tidak menyangka bahwa Malik mengetahui apa yang sedang dirinya pikirkan sekarang. Cantika menoleh ke Malik lagi dan Malik tersenyum manis ke arah. Cantika salah tingkah langsung membuang muka ke arah lain. "Teman." Malik mengarahkan jari kelingkingnya ke Cantika. Cantika menatap jari kelingking Malik lalu menatap lagi ke cowok itu. Hatinya terasa menghangat dan lebih hangat lagi saat jari kelingkingnya saling bertaut dengan cari kelingking Malik. ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD