PART 7
Besok paginya, Cantika tidak menyangka sepedanya sangat tampak bagus dibanding sebelumnya bahkan ia mengira sepeda ini dibelikan oleh Malik sebab sepeda tua itu diberi cat lagi hingga tampak seperti sepeda baru. Cantika mengamati sepedanya sambil berdecak kagum dan sudh ketebak sepedanya menghabiskan banyak uang karena sama saja seperti membeli baru.
"Hadeh jadi gak enak sama cowok itu tapi dia juga ngeselin sih orangnya." Gumamnya.
"Cantika." Seseorang memanggilnya, lantas Cantika menegakkan tubuhnya kembali ran menghadapkan diri di depan seorang wanita dewasa yang tengah tersenyum manis kepadanya.
"Eh mbak Vera." Cantika langsung mencium tangan wanita itu.
"Sedang apa Tik?" tanya Vera penasaran seraya memberikan kerupuk puli kepada Cantika. Ingatkah sosok Vera? Seorang wanita yang dulunya masih remaja dan menjai pembantu di rumah keluarga Pandu.
"Ah cuman lihat keadaan sepeda saja," jawab Cantika dan menerima pemberian kerupuk dari Cantika. Seperti biasa Vera sering menitipkan dagangannya kepada Cantika ketika tak sempat pergi ke sekolah Cantika nantinya.
"Baru kah?" Vera memegang stir sepeda dan mengamati sepeda Cantika yang seperti sepeda baru pada umumnya.
"Emm enggak, Mbak."
"Wah tapi beda lho ini, kemarin kelihatan banget sepeda tuanya dan sekarang jadi tambah bagus." Vera merasa suka melihat warna sepeda tersebut tampak lebih mengkilat juga seperti sepeda baru.
"Ini dibenerin temen, Mbak."
"Temennya baik, syukurlah kamu dapat teman baik."
"Iya, Mbak. Saya jadi berhutang budi sama orangnya dan gak enak aja gitu cuman nerima barang darinya. Jadi mungkin saya berusaha membalas budi orangnya," ujar Cantika yakin.
"Bagus tuh, ketika orang lain baik kepada kita ya kita seharusnya membalas lebih baik lagi ke orang itu."
"Haha iya mbak."
"Ya sudah, mbak mau lanjut kerja dulu." Sampai saat ini pun, Vera masih bekerja di keluarga Pandu namun setelah meninggalnya orang tua Pandu, Vera dipindahkan kerja menjadi seorang pengawas di restoran ternama milik ibunya Pandu yang sudah berpindah tangan menjadi milik Zena.
"Siap mbak. Semangat kerjanya."
"Kamu juga, semangat sekolahnya dan kalau bisa setelah lulus, kuliah sambil kerja. Jangan kerja doang ya, biar dapat gelar buat bantu cari kerja." Vera menepuk pundak Cantika pelan.
"Iya, Mbak. Dadah!" Cantika melambaikan tangannya dan Vera membalasnya dengan mengangkat tangannya. Vera menghilang dari pandangnnya ketika wanita itu masuk ke dalam gang yang tak jauh dari rumahnya.
Vera memang dikenal baik oleh Cantika dan orang yang membantu Cantika bersama ibunya ketika pindahan ke kota ini. Dulunya Cantika pindah ke kots ini hanya ingin menemui ayahnya namun kehadirannya malah ditolak mentah-mentah oleh ayahnya, Cantika dan Puji bingung akan tinggal kemana ditambah lagi uang hasil jual rumah mereka pula dirampok oleh orang. Lalu datanglah Vera, sosok peri di dalam kehidupan mereka sampai sekarang. Kalau tidak ada Vera, mereka jelas bingung entah tinggal dimana apalagi di kota. Walau rumah kecil bekas tempat tinggal Vera, Cantika bersyukur sekali mendapatkan tempat tinggal yang masih sangat layak ditempatin bersama ibunya. Ada perasaan hancur, sedih dan kecewa di hatinya karena tidak menyangka setelah ia sudah duduk di bangku SMP harus menerima kejadian memalukan tersebut. Apalagi melihat raut wajah kesedihan di wajah ibunya dan Cantika berusaha membuat ibunya bahagia sampai kapan pun. Satu-satunya sosok yang paling berharga di dalam kehidupannya walau sangat sulit memiliki sikap baik bahkan terlalu baik seperti ibunya sebab sifat ayahnya telah tertanam pada dirinya sendiri yakni sosok keras wataknya.
"Biarlah Tuhan yang membalas perbuatan jahat seseorang kepadaku dan keluargaku." Cantika menghela napasnya pelan.
Selanjutnya Cantika bersiap berangkat sekolah dengan sepedanya, ia merasa nyaman menaiki sepedanya apalagi tempat duduknya pula terada empuk dan laju sepedanya tak seberat sebelumnya. Benar-benar seperti sepeda baru dibeli.
Sebelum menuju sekolah, Cantika mampir ke sebuah warung yang lumayan ramai. Cantika memarkikan sepedanya dan tidak lupa mengunci sepedanya. Kunci sepeda itu pula dari Malik melalui orang suruhan Malik.
"Cowok itu menggunakan uang orang tuanya untuk membantu gue." Di sisi lain pula Cantika merasa bersalah dan tidak enak pada Malik apalagi kepada orang tuanya jika tau putranya menghabiskan banyak uang demi membantunya.
"Ah jadi kepikiran terus." Cantika merasa tidak tenang dan terus memikirkan hal tadi.
Kemudian Cantika masuk ke dalam warung dan memesan makanan. Ia belum sarapan dan jatah sarapan pagi ini untuk ibunya saja. Cantika terpaksa membohongi ibunya yang tadinya mengatakan sudah kenyang dengan memakan sebangkus roti pemberian dari tetangga padahal sebenarnya Cantika masih merasakan lapar. Ia termasuk orang yang suka makan banyak dan tidak cukup hanya memakan dengan sebungkus roti saja.
"Nasi lodeh satu, Bu."
"Oh ya, Tik." Seorang ibu warung itu sudah hafal betul apa yang selalu dipesan Cantika dan memang mengenal Cantika dengan baik.
Sedangkan disisi lain...
"Ternyata lebih enak jalan ini buat jalur ke sekolah. Kenapa gak dari dulu aja ya?" Malik mendengus sebal, bertahun-tahun sudah tinggal di kota ini dan bari tau ada jalan alternatif lain yang lebih cepat menuju sekolah.
"Oh ya lupa, papa bukan orang sini dan mama pun tidak pernah berkendara sendiri." Malik menepuk jidatnya saat baru sadar sesuatu.
"Si kembar gak bareng jadi bisa bebas naik motornya." Malik bisa bersantai ria dan sesekali bersiul.
Saat di dalam perjalanan menuju sekolah, Malik sempat melihat rumah Cantika yang sudah kembali sepi dan Malik tersenyum tipis.
"Cantik pasti senang deh. Untung itu sepeda gak datang terlambat ke rumahnya tadi." Malik merasa cemas malam kemarin sebab sepeda Cantika masih dalam perbaikan total dan diperbaiki seperti layaknya sepeda baru. Sepeda Cantika menguras cukup banyak tabungan Malik tapi Malik merasa tidak masalah asal gadis itu bisa menaiki sepedanya. Teringat Cantika yang seperti ketakutan menyeberangi jalan walau menurutnya ketakutan Cantika bukan ketakutan biasa melainkan ada sesuatu yang sedang Cantika alami yang sengaja gadis itu sembunyikan.
"Ketakutan dia kayak trauma gitu sih." Gumamnya.
"Eh itu Cantika." Malik memelankan laju motornya mendadak dan agak menepi meski ada pengendara lain yang mengklaksonnya beberapa kali.
Malik tidak sengaja melihat ada sepeda yang cukup menarik perhatiannya dan saat sadar yang di dalam warung itu ada Cantika, segera Malik menuju warung yang lumayan ramai.
"Ternyata lo disini." Malik pun duduk di samping Cantika saat seseorang pengunjung warung sudah menyelesaikan makanannya.
"Malik." Gadis itu melotot dan terlonjak kaget mengetahui Malik menyusulnya di warung kecil ini.
"Pagi." Malik tersenyum manis dan Cantika mengerjapkan matanya beberapa kali. Pagi ini Cantika juga disuguhi oleh senyuman manis dari Malik tersebut.
"Lo ngapain disini?" Ingin rasanya Cantika teriak tapi sadar sekarang berada di warung dan ini adalah tempat umum yang dimana banyak orang sedang makan.
Mengetahui Cantika tidak bisa berteriak kesal, Malik terkekeh pelan bahkan ia juga ikut memesan makanan padahal ia sendiri sudah makan walau sedikit karena tidak nafsu makan saja dan melihat Cantika yang tampak lahap seperti itu membuat rasa laparnya muncul. Entah mengapa Cantika itu bisa membuat suasana hatinya lebih baik.
Akhirnya keduanya pula sama-sama makan dan Cantika menahan kekesalannya terhadap Malik yang datang tiba-tiba disini bahkan ikut makan bersamanya.
'Dia belum sarapan kah? Kayak orang kelaparan gitu'---batin Cantika heran.
Selesai makan bersama kini mereka berada di luar area warung.
"Lo ngapain sih ke sini?"
"Gak sengaja lewat dan lihat lo makan jadi gue pengen makan juga hehe." Malik menggaruk tekuknya yang tak terasa gatal.
"Bilang aja sengaja." Cantika mulai menaiki sepedanya.
"Gak sengaja." Malik mengelak ucapan Cantika dan memang benar ia langsung terasa lapar setelah melihat Cantika sedang makan dengan lahapnya.
"Ck ck ck." Cantika menatap sinis ke arah Malik.
"Btw, sepedanya gimana? Masih ada yang rusak?" tanya Malik seraya menahan stir sepeda milik Cantika supaya gadis tidak buru-buru pergi dari hadapannya.
"Enggak dan gue mau bilang makasih walau telat."
"Sama-sama Cantik. Tapi wajahnya merengut gitu." Malik agak membungkukan badannya agar bisa melihat jelas raut wajah gadis itu yang tertutupi rambut panjangnya.
"Yang penting gue bilang makasih." Cantika tetap berusaha menutupi wajahnya dengan menunduk atau menoleh ke arah lain asal Malik tidak melihat jelas wajahnya. Ia selalu tidak percaya diri dan merasa malu wajahnya dipandang lama-lama oleh sosok lelaki tampan di depannya itu.
"Hahaha iya ya, kenapa sih rambutmu gak dikuncir aja? Apa gak gerah?" tanya Malik heran dan ia juga ingin melihat wajah Cantika dengan jelas.
"Gue lebih suka digerai begini dibanding dikuncir. Minggir deh, gue mau ke sekolah dan takut telat." Cantika sudah bersiap akan mengayunkan pedalnya.
"Sayang banget wajah cantiknya ketutupan."
"Bodo amat, gue cantik bukan buat dipamerin tapi buat diri sendiri." Cantika pun mulai mengayunkan pedalnya dan Malik terkekeh pelan mendengar ucapan Cantika baru saja.
"Lucu." Malik tersenyum melihat kepergiaan gadis itu yang menghilamg di tengau kerumunan.
Di lain sisi, Cantika meruntuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya terlalu percaya diri mengatakan bahwa dirinya cantik. Padahal Cantika sebetulnya suka merasa tidak percaya diri dan malu mengakui wajahnya yang cantik. Cantika merasa banyak kekurangan pada dirinya sendiri sehingga juga merasa tidak enak ada seseorang memujinya cantik. Cantika sengaka memanjakan rambutnya yang lurus itu saking merasa tidak percaya diri dan malu ditatap lekat oleh lawan jenisnya.
"Ah tidak-tidak, harus fokus." Hampir saja Cantika jatuh karena terlalu memikirkan ucapannya tadi dan kini mencoba lebih fokus pada kendaraannya.
Sesampainya di sekolah dan lagi-lagi Cantika bertemu Malik di parkiran. Parkiran sepeda dan motor memang berdekatan dan Malik tampak seperti menunggunya di luar area parkiran.
"Gimana sepedanya?" tanya Malik yang agak mengkhawatirkan kondisi Cantika ketika menaiki sepeda yang baru saja dirinya perbaiki kemarin malam.
"Kan sudah gue bilang, baik-baik aja sepedanya." Cantika menjawab santai.
"Tetep saja sih, gue khawatirin lo dan gue tadi lihat di jalan, lo kayak oleng gitu. Mau gue samperin tapi jalanan ramai jadinya gue cuman perhatiin lo dari jauh," ujar Malik yang tak sengaja di jalan tadi melihat Cantik hampir jatuh karena mendadak oleng.
"Oh itu salah gue sendiri, gue lagi ngelamun." Cantika mengangguk samar.
"Oh jadi begitu, ya sudah kalau keadaan aman dan gue emang memastikan lo dalam keadaan baik-baik saja." Malik lega mendengar hal yang sebenernya terjadi tadi.
"Emang kenapa sih?" tanya Cantika heran. Mau bagaimana pun perempuan mana yang tidak kebawaperasaannya ketika ada seseorang memberikannya perhatian, seorang gadis yang kurang kasih sayang dari ayahnya dan merasa hangat hatinya ada seseorang memberikan penuh perhatian kepadanya. Di dalam hati, Cantika tersenyum lebar dan bibir kali ini berkedut menahan bibirnya agar tidak tersenyum di depan Malik dan jika dibayangkan kalau Malik tau pasti dirinya akan malu sekali.
"Gue bertanggung jawab penuh atas keadaan lo kalau ada apa-apa soal sepeda itu. Karena sepeda itu diubah total sama orang suruhan gue dan gue gak mau lo terluka gegera sepeda itu yang bisa jadi masih rusak," kata Malik menjelaskan maksud dirinya yang begitu mengkhawatirkan keadaan Cantika selama berkendara sepeda tua tersebut.
"Emm makasih buat semuanya." Cantika nampak malu-malu mengatakannya.
"Sama-sama, tapi gue sih sebenernya ada permintaan ke lo. Tapi kayaknya lo bakal nolak deh." Malik mengulum bibirnya dan menjetikkan jarinya saat teringat sesuatu yang mendadak mampir di otaknya.
"Emang permintaan lo apa?" tanya Cantika bingung. Sampai Malik berpikir dirinya akan menolak permintaannya.
"Gue pengen punya temen cewek dan gue bosen temenan sama cowok mulu. Itu-itu terus deh males lihat muka jelek mereka." Tanpa sada Malik meledek temannya dan jika mereka tau dipastikan Malik habis di tangan mereka.
'Canda cempe, abah, canda sumpah gue gak ada maksud ngejelekin lo pada tapi emang sih kalian jelek'---ucap Malik di dalam hatinya.
"Terus?"
"Gue pengen punya temen cewek yang langka sikapnya dan itu lo sih." Malik mendongakkan ke atas dan memikirkan sikap langka Cantika yang membuatnya betah berada di dekat gadis itu.
"Gue?" Beo Cantika dan benar-benar tidak menyangka Malik mengucapkan hal itu.
"Iya, elo. Siapa lagi cewek yang gue deketin selain lo." Malik tertawa kecil sambil geleng-geleng kepalanya.
"Cewek selain gue kan banyak, kenapa gak cari yang lain?" Cantika merasa aneh, dari sekian banyaknya cewek yang mengatakan suka kepada Malik tapi Malik malah ingin terus mendekatinya dan itu sungguh membuat Cantika tidak langsung percaya begitu saja.
"Iya gue tau banyak, banyak yang suka gue karena gue kan ganteng nih dan siapa sih yang gak suka sama gue?"
"Gue, gue gak suka sama lo." Cantika menjawab cepat.
"Baguslah, gue emang cari teman yang gak suka sama gue."
"Hah? Gimana maksudnya?"
"Justru kalau cari teman yang suka sama gue kan jadinya bukan teman pastinya dan kayak pacaran tanpa status. Beda lagi teman kan lebih enak saja dan seru gitu sih." Malik menyengir kuda dan sesekali mengedipkan matanya kepada beberapa gadis yang berlalu lalang di area parkiran ini.
"Iya sih, tapi gue risih deket sama lo dan anehnya lo malah cari temen yang gak suka sama lo. Emang lo gak takut apa dikhianati?"
"Enggak, gue percaya lo orang baik." Malik menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum lebar.
"Jangan mudah percaya, gue gak sebaik apa yang lo pikir."
"Lo baik."
"Enggak."
"Baik."
"Enggak."
"Baik."
"Ah terserah lo dah." Cantika berdecak kesal dan tak mau berdebat makin panjang lagi. Cantika berjalan cepat meninggalkan Malik yang tertawa meledeknya.
"Gitu aja ngambek. Lagi PMS ya?" Malik menyusul langkah kaki Cantika dengan berlari kecil di sebelah gadis itu.
"Nggak."
"Senyum dong, jelek tuh muka merengut mulu."
"Emang gue jelek."
"Tadi lo nyebut cantik tuh?" Malik tersenyum dan memasang wajah tengilnya. Mereka berdua berjalan beriringan dan tentunya mereka mendapat sorotan oleh para gadis yang tampak kesal melihat kedekatan merela berdua.
"Aih lupakan dan pergilah!" usir Cantika dan mempercepat langkahnya berjalan.
"Gue anterin lo sampai ke kelas." Malik juga ikut-ikutan berjalan cepat demi menyamakan langkahnya dengan Cantika.
"Gak usah, gue bukan anak kecil ya." Cantika menghembuskan napasnya kasar karena Malik terus membuntutinya.
"Iya sih gue tau, lo juga cewek kuat banget, tangan gue aja dipelintir sampai kerasa banget sakitnya," ucap Malik sejujurnya.
"Kalau sudah tau kenapa lo tetap ngintilin gue sih? Pergi sono!" Cantika menghentikan langkahnya dan juga sempat menatap sekitarnya. Ia sadar banyak yang melihatnya bersama Malik, sosok lelaki idola di sekolahnya dan Cantika juga gak suka menjadi pusat perhatian orang-orang apalagi tatapan mereka menunjukkan rasa tidak sukanya.
"Gue mau pergi kalau lo mau jadi temen gue, gimana?"
"Deket lo aja, gue risih gimana jadi teman lo dan itu tambah bikin gue risih."
"Emang lo gak punya teman cowok?"
"Temen gue cuman satu dan cewek. Gak ada pertemanan cowok sama cewek dan pasti ada perasaan yang terlibat disana," kata Cantika yang sudah tau hal tentang pertemana antara cowok dan cewek. Secuek apapun dirinya, tetap saja ia mudah kebawaperasannya dan ia ingin membatasi perasaannya supaya tidak mudah jatuh hati ke seseorang. Itu menyakitkan jika dibiarkan begitu saja.
"Syukurlah temen lo cuman satu dan cewek. Oh benarkah begitu temenan antara cewek sama cowok itu gak bisa dan selalu melibatkan perasaan?" tanya Malik bingung.
"Iya benar." Cantika mengangguk dan berharap lelaki itu segera pergi dari hadapannya.
"Emang lo percaya?" tanya Malik yang entah tiba-tiba ia memiliki ide jahil dan yakin idenya berhasil melabui Cantika agar gadis itu mau berteman dengannya.
"Percaya lah, makanya gue gak mau temenan sama cowok."
"Oh jadi lo tipe cewek yang mudah jatuh cinta dan emm lo malu ke gue gini karena sudah ada perasaan ke gue kan?" Malik menaik turunkan alisnya dan semakin bersemangat menggoda Cantika.
"Ah enggak, enggak la." Cantika menggeleng kepalanya cepat. Ia tidak ingin dirinya dianggap mudah jatuh cinta oleh Malik dan membuat Malik
"Kalau enggak, kenapa takut temenan sama gue? Harusnya bersikap santai juga dan gak gugup begini." Malik terus semakin bersemangat memancing Cantika.
"Siapa yang takut dan gugup?" tanya Cantika, kini ia berusaha bersikap biasa saja dan lebih santai dari sebelumnya yang tampak gugup.
"Tadi itu gelagat lo kayak emang bener lo takut sama gugup. Sudah deh jujur saja kalau mudah jatuh cinta ke gue itu membuktikan betapa kuatnya pesona gue di mata cewek." Malik malah tebar pesona dan menyurai rambutnya ke belakang.
"Idih, pesona apaan dan gak ada hal yang menarik dimata gue ya. Gue gak mudah jatuh cinta sama siapa pun," ucap Cantika begitu tegasnya meski ia tidak yakin pada ucapannya sendiri dan takut kemakan ucapannya juga.
"Beneran itu? Buktikan dong kalau itu bener."
"Bukti?"
"Iya dong, buktikan kalau lo itu gak mudah jatuh cinta."
"Bukti gimana?" tanya Cantika yang belum paham maksud Malik.
"Iya lo mau berteman sama gue dan kita sama-sama buktikan siapa yang mudah jatuh cinta antara lo dan gue. Gimana? Mau gak? Kalau gak mau ya memang benar lo yang mudah jatuh cinta duluan."
'Haduh kenapa sih ada pilihan sulit begini? Gue gak mau dua-duanya dan gue nyesel ketemu ni cowok'---ucap Cantika di dalam hatinya.
"Hadeh malah diam." Malik tidak sabar mendengar pilihan dari Cantika sendiri.
"Ck ya ya gue jawab. Aih kenapa gue harus kenal sama lo sih?" Cantika menghentakkan kedua kakinya dan kesal saja kepada Malik.
"Haha kan kita sudah takdirnya bertemu dan aneh aja kita deket saat kita sudah kelas 2. Memang takdir tidak kemana sih." Malik mengedikkan bahunya.
"Cih bukan takdir tapi lo kekeuh deketin gue, padahal gue sudah bilang gak mau tapi lo tetap maksa terus." Cantika mencebikkan bibirnya.
"Haha biarin wle." Malik menjulurkan lidahnya dan bermata juling sebentar.
"Cih."
"Jadi gimana?"
"Iya."
"Iya apa?"
"Jadi temen lo."
"Yesss!" Malik berteriak kesenangan dan reflek memeluk Cantika. Keduanya menjadi tontonan para gadis yang tidak menyangka Malik memeluk Cantika seperti itu akhirnya mereka mendekati mereka dan menanyakan beribu pertanyaan yang membuat Malik segera melepaskan pelukannya dan malu sendiri ketika baru menyadari tadi memeluk Cantika.
"Hmm kita teman hanya teman dan tidak ada kata lebih dari teman." Malik berusaha menenangkan para gadis yang menggerombolinya.
Cantika terdiam di samping Malik dan tubuhnya makin lamar makin tersingkir saat beberapa gadis yang menggeromboli Malik sengaja mendorongnya agar menjauh dari Malik. Kemudian Cantika memilih diam-diam pergi dari tempatnya berdiri tadi.
Jujur saja hati Cantika sakit jika diperlakukan begini, ia tidak bisa membayangkan kedepannya menghadapi penggemar pesonanya Malik yang cukup banyak dan Cantika sebenarnya tidak menginginkan pertemanan ini. Namun Malik sangat mudah memainkan kata-katanya sehinga Cantika tidak ada pilihan lain.
"Huh, tahan diri tahan dan semoga bisa sabar sesabar ibu," ucap Cantika ketika sudah berhaisl menjauh dari kerumunan para gadis tadi dan tangannya mengusap dadanya yang berdebae karena emosi menyerangnya.
Cantika tidak suka menjadi pusat perhatian karena Malik dan inilah yang membuatnya menolak berteman dengan Malik sebenarnya. Banyak gadis yang mengidolakan Malik bahkan Cantika mendapat kabar kalau Malik hanya suka mendekati banyak wanita dan jika sudah bosan akan ditinggalkan.
Disisi lain...
Ketika Malik sibuk membalas pertanyaan para fansnya, ia baru sadar mengabaikan Cantika dan sekarang matanya melirik ke arah mana saja tuk memastikan keberadaan Cantika. Ternyata Cantika sudah tidak ada di dekatnya dan Malik menggerutu di dalam hatinya.
'Hadeh, pasti gara-gara ini nih dia langsung kabur'---ucap Malik di dalam hatinya dan merasa bersalah telah mengabaikan Cantika.
...
"Jadi lo diajak berteman sama Malik?" tanya Melani yang tidak menyangka mendengar cerita dari Cantika. Cantika sengaja bercerita kepada Melani karena Melani juga kenal sosok Malik dibanding dirinya yang suka menutup diri daei orang lain.
"Iya gitu dan gak ada pilihan lain lagi." Cantika menyeruput es tehnya dan mengangguk samar. Mereka berdua masih di dalam kelas di saat jam istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Cantika memilih makan di dalam kelas dan sangat menghindari bertemu Malik.
"Rese' banget ya itu cowok, pengen gue hajar deh."
"Emang bisa pukul cowok?" tanya Cantika seraya menahan bibirnga agar tidak tertawa meledak. Temannya itu memang secara terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya kepada seseorang namun ketika sudah berhadapan dengan orang yang tidak dirinya suka pasti suka takut sendiri dan jadi pengecut. Cantika sudah hafal betul sikap temannya walau berteman sejak mereka satu kelas dari kelas 1 SMA kemarin.
"Haha gak bisa gue, gue bisanya ngomel-ngomel sih." Melani menggaruk tekuknya yang tidak gatal.
"Kalau bisa sih lo juga gak punya rasa takut hadapin cowok. Jadi semisal lo diperlakukan semena-mena dan lo punya tameng yang bisa melindungi diri sendiri." Cantika memberikan saran kepada Melani supaya temannya itu juga punya rasa berani menghadapi cowok kurang ajar nantinya.
"Gitu ya? Tapi tubuh gue geter gitu sih kalau ada cowok yang serius banget marahnya ke gue dan gue gak bisa apa-apa selain nangis. Sumpah gue itu takut karena selama ini bokap gak pernah kasar sama gue apalagi keluarga gue yang laki-laki pada baik semua ke gue. Haduh kenapa semua laki-laki itu sama saja sih, biar gak begini guenya." Melani mendengus sebal.
"Iya, gak semua cowok itu sama dan pasti ada cowok kasar. Jadi lo kalau mau cari pacar harus lebih hati-hati lagi dan ingat saja gak semua cowok itu baik. Mending jadi pemilih aja deh dan jangan mudah menaruh perasaan ke orang. Ya walau berat sih, bagaimana pun juga merasa baper kalau ada seseorang yang sangat perhatian penuh kasih ke kita apalagi gue yang dari kecil kekurangan kasih sayang dari bokap jadi kayak jujur saja gue juga butuh kasih sayang dari sosok laki-laki. Tapi gue sadar diri, siapa sih yang mau nerima gue? Nerima keadaaan keluarga gue? Pasti gak ada makanya gue gak mau berekspetasi setinggi itu pengen punya cowok yang sesuai idaman gue sendiri. Ya sekarang gue lebih milih menikmati kesendirian gue aja dan fokus mencintai diri sendiri hehe." Cantika tersenyum simpul. Walau ingin rasanya seperti orang-orang sekitarnya apalagi menjadi wanita beruntung yang dicintai oleh lelaki yang baik.
"Iya sih gak semua cowok itu baik. Jadi harus lebih berhati-hati lagi dalam hal memilih dan berulang kali gue selalu bertemu cowok salah. Tapi gue gak nyerah gitu saja dan pengen banget ketemu cowok yang tepat sih. Kapan ya bisa ketemu cowok yang tepat? Huuu pengen banget. Btw, lo itu cantik lho seusai sama nama lo Cantik yang artinya lo itu cantik apalagi waktu lo lawan anak-anak nakal yang gangguin gue. Sumpah, lo keren banget dan pesona lo biyeh kelepek-kelepek gue hahaha. Tapi beneran deh ini, lo tambah cantik kalau muka lo waktu serius banget dan gue suka aja gitu." Melani mengacungkan jempolnya dan menyengir kuda.
"Gue normal tapi." Sela Cantika.
"Hahaha iya ya Tik, takut banget kayaknya ya kalau gue suka sama lo."
"Hadeh merinding gue kalau lo bilang begini."
"Haha enggak kok santai aja, gue suka temanan sama cewek kuat begini dan ini alasan gue gak mau temanan sama cewek-cewek geng-gengan sih. Kalau sama Cantikan kan dilindungi jadi kayak punya bodyguard." Melani menggoyangkan tubuh Cantika sebentar.
"Hadeh, lo anggap gue temen apa bodyguard nih?" tanya Cantika sambil menggelengkan kepalanya.
"Haha teman, teman Tik, astagah." Melani dan Cantika pun tertawa bersama.
...
"Lo kenapa Lik?" tanya Vardo heran melihat Malik yang sangat begitu serius mengamati sekitar.
"Lo kayak lagi cari sesuatu." Sindir Zidan.
"Cari dia lah, kok gak ke kantin gitu sih." Malik berharap Cantika datang ke kantin tapi gadis itu tidak kunjung kelihatan batang hidungnya.
"Ealah cari tuh cewek rupanya. Ekhem yang sekarang lagi tertarik sama satu cewek, tumben banget nih apa sudah tobat?" tanya Vardo yang begitu sangat heran pada sikap Malik sekarang.
"Gue ajak temanan dan dia mau. Gue cuman pengen punya temen cewek doang," jawab Malik santai meski juga tidak yakin dirinya akan menganggap Cantika berteman terus.
"Beneran tuh? Kok gue gak yakin ya cuman teman doang kan bisa lebih ekhem." Zidan menggoda temannya dan memang ia tidak percaya kalau hubungan Malik dan Cantika akan terus berteman.
"Kenapa sih pada gak percaya kalau gue berteman sama Cantika?"
"Emang Cantika mau sama lo? Pasti lo paksa atau ancam kan." Vardo menebak dan ia juga sudah tau betul sikap Malik seperti apa.
"Haduh guys, gue beneran ngajak berteman. Karena gue yakin berteman sama cewek yang sikapnya kayak Cantika itu asyik." Malik memakan cemilannya dan sesekali menyeruput es jusnya.
"Banyak kok selain Cantika, ya kalau Cantika gak mau kan bisa cari yang lain." Zidan menyahut.
"Iya gue paham tapi gue lebih nyamannya sama Cantika."
"Heleh, nyaman apaan tuh bilang saja lo suka sama itu cewek kali. Pake segala berteman ya langsung gas lah jadi milik lo. Keburu diambil orang tuh." Ucapan Vardo membuat Malik mulai cemas saja.
"Enggak, Cantika gak gampang jatuh cinta. Buktinya dia mau berteman sama gue setelah gue kasih pilihan," balas Malik.
"Emang pilihan yang lo kasih ke dia apa?" tanya Zidan penasaran.
"Ya kalau dia gak mau berteman sama gue ya dia orangnya mudah jatuh cinta dan kalau dia mau berteman sama gue ya dia orangnya gak gampang jatuh cinta. Kita sama-sama ingin membuktikan bahwa pertemanan antara laki-laki dan perempuan itu ada tanpa membawa perasaan," jawab Malik dengan jelas.
'uhuk uhuk'
Seketika Vardo tersedak air liurnya sendiri dan Zidan pun segera memberikannya minum supaya batuknya Vardo mereda.
"Gue gak percaya." Vardo mengangkat tangannya sehabis meneguk habis minuman mineralnya.
"Hadeh napa sih pada kayak gak percaya begitu, emang salah ya gue pengwn berteman sama cewek? Kan gue bosen temanan sama lo lo pada." Malik mendengus sebal.
"Oh jadi lo gak mau temanan sama kita? Ok i'm fine." Zidan beranjak berdiri.
"Haha canda guys, gue emang pengen juga punya temen cewek kok." Malik menyuruh teman-temannya duduk kembali.
Malik tidak sadar bahwa Cantika telah lebih dulu ke kantin sebelum bel berbunyi dan memanfaatkan keadaaan jam kelasnya yang hari lebih cepat selesainya dari sebelumnya.
...