Part 12

4004 Words
PART 12 Malik menyuruh sopirnya menelpon suruhannya untuk membawa sepeda Cantika sedangkan Cantika, Malik ajak masuk ke dalam mobil. Meski Cantika menolak karena tubuhnya basah akibat basah kuyup kehujanan, Malik malah menggendonggnya dan memasukkan dirinya ke dalam mobil. "Aih lo gendong gue!" Cantika memekik kesal. "Lihat kaki lo terluka kayak gitu, mana tega gue biarin masuk ke mobil gitu aja." "Gue sudah biasa dapat luka begini." "Bagi gue gak biasa ah." Malik berdecak kesal dan wajahnya sangat begitu mengkhawatirkan kondisi kedua kaki Cantik. Malik mencari obat di dalam mobilnya dam mobilnya pun melaju dalam kecepatan sedang. Cantika mendengus saja walau yang sebenernya terkejut selalu ada Malik disisinya ketika ia tertimpa musibah kecil dan melihat raut wajah panik Malik yang sekhawatir ini membuatnya berpikir, 'Sekhawatir itu dia sama keadaan gue padahal cuman luka kecil tapi dibesar-besarin' Cantika memandang wajah Malik yang sangat serius dan hati-hati mengobati luka di lututnya serta telapak tangannya juga ada yang terluka. Cantika tidak berteriak kesakitan melainkan hanya meringis saja sebab sebelumnya sering mendapat luka jadilah Cantika sudah menganggap hal ini adalah hal biasa yang terjadi di dalam kehidupannya. Ia sudah terluka beberapa semenjak mengikuti taekwondo bahkan patah tulang pun pernah dirasakan olehnya. "Lo gak kayak cewek lainnya yang suka jerit-jerit waktu diobatin." Malik menatap Cantika heran sembari mengemasi kotak obat lalu disimpan di tempat yang sudah disediakan. "Cuman luka dikit gini aja." "Eh tapi ini sakit banget lo." Malik tidak menyangka mendengar jawaban Cantika. "Hadeh enggak, yang ngerasain kan gue." "Iya sih lo. Lo basah kuyup gini pasti kedinginan." Malik mencari jaketnya yang ada di dalam tas lalu diberikan kepada Cantika. "Lumayan," jawab Cantika singkat dan menerima jaket dari Malik. "Bentar lagi sampai di rumah bulek, nanti gue pinjamkan baju." "Enggak usah." "Lo mau sakit?" tanya Malik dengan suaranya yang penuh penekanan membuat Cantika terdiam. "Nurut." Malik duduk tenang meski pikirannya campur aduk sekarang. "Gue akan cari orang yang nendang lo tadi." "Gak usah!" Tolak Cantika. "Kenapa enggak? Dia yang buat lo terluka." Malik menoleh sekilas ke Cantika. "Ada alasan orang itu melakukannya." "Ada alasan atau enggaknya, dia tetap salah dan harus dilaporkan ke pihak yang berwajib," ucap Malik yang juga emosi mengingat di depan matanya tadi, Cantika dilukai oleh orang tak dikenal. "Enggak usah, gue bilang enggak ya enggak." Cantika menggeleng kuat. "Lo kenal mereka?" tanya Malik heran. "Gak. Tapi gue harap lo gak usah ikut campur sama masalah gue, gue bisa mengatasinya sendiri dan makasih sudah nolongin gue lagi." Cantika menghembuskan napasnya perlahan dan tetap nampak santai setelah dilukai oleh orang lain. Ia tau mengapa orang tersebut melukainya dan siapa dalang yang membuatnya terluka. Jadilah Cantika tak mau memperpanjang situasi ini dan membiarkan semuanya sampai amarahnya benar-benar menumpuk. Tunggu tiba saatnya dirinya melawan mereka dan itu semua hanya perlu waktu yang tepat membalaskan semua apa yang pernah mereka lakukan kepadanya. Ah bukan mereka tapi dia, dia orangnya yakni seseorang yang dibencinya dan selalu mengusik kehidupannya. Malik memilih diam dan mencoba tidak emosi pada jawaban Cantika yang membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Namun Malik akan meneliti masalah ini lebih lanjut dan jika Cantika yang tidak mau membalas perbuatan orang-orang yang melukainya biarlah Malik yang melakukannya. Setiba di rumah Zena dan si kembar bersorak ria sejenak sebab melihat Cantika keluar dari mobil dengan jalannya yang pincang serta dibantu oleh Malik. "Ada kakak Cantik!" "Lho kakak Cantik kenapa?" Si kembar kompak bertanya dan mendekati Cantika. Mereka melihat ada robekan besar pada roknya Cantika dan juga samar-samar nampak ada luka goresan disana. "Jatuh dari sepeda," jawab Malik membohongi adik-adiknya sebab mereka masih kecil dan tidak paham masalah orang dewasa. "Yah kakak kan sudah besar kok bisa jatuh dari sepeda." Silma menyipitkan kedua matanya. "Iya nih, apa perlu Salma yang ngajarin naik sepeda dengan cara yang benar?" Salma malah menawarkan dirinya untuk mengajarkan Cantika naik sepeda agar tidak jatuh. "Hahaha kan jatuh itu wajar, Sal. Kamu ini masih kecil aja mau belajarin kakaknya." Malik mencubit pipi gembul Salma dan tertawa pula mendengar jawaban Salma tadi. "Salma kan jago." Salma menunjukan otot tanganya. "Iya deh ampun bang jago." Malik menggenggam lengan mungil Salma. "Ish. Diremes." Salma mendengus sebal dan mengusap lengannya. Padahal cuman digenggam tapi Salma mengira Malik memeras lengannya yang kecil itu. "Kamu itu gemes. Ya sudah beri kakak jalan, biar kakak Cantika gak kesakitan berdiri lama." Malik merangkuk Cantika walau sebenarnya situasi lumayan canggung apalagi posisi mereka sangat dekat begini. Awalnya Cantika juga menolak dibantu berjalan dan mengatakan bisa sendiri. Akan tetapi bukan Malik yang suka maksa sehingga Cantika pasrah saja dirangkul oleh lelaki itu. Malik memapah Cantika sampai duduk di ruang tamu sedangkan si kembar berteriak memanggil Zena yang hanya bundanya sedang ada di rumah. Sebelumnya si kembar bermain di ruang tamu dan mendengar suara mobil membuat mereka berlarian keluar dari rumah. Tetap aman, karena masih di dalam pengawasan pengasuhnya yang selalu memperhatikan mereka meski dari jauh pun. "Tunggu disini." Cantika mengangguk saja dan melihat Malik berlari kecil mengikuti arah lari si kembar tadi. Tidak butuh waktu yang lama, Malik kembali bersama Zena yang raut wajahnya khawatir. Malik membawa tote bag dan diberikan ke Cantika. Zena juga menanyakan kondisi kaki Cantika dan Malik yang menjelaskan semuanya. "Haduh ada-ada aja orang jahat yang menyakiti gadis secantik ini. Sudah diobati kan?" tanya Zena cemas pada Malik. "Sudah, Bulek. Malik yang mengobatinya," jawab Malik dan duduk di sofa single. Bertepatan dengan itu si kembar datang berlarian ke ruang tamu sambil meneriaki Zena. "Bunda oh bunda." Si kembar berdusel ke Zena. "Kakak, adek, jangan dusel-dusel gini ah ada kakak Cantik lagi sakit nanti kalau kena kakinya gimana?" Zena menegur dua putri kembarnya ituyang tidak bisa diam didekatnya dan posisinya Zena sedang duduk di samping Cantika. "Hehe enggak apa, Tante." Cantika memilih mengalah dan duduk agak jauhan supaya kakinya yang sakit tidak terkena senggolan dari si kembar. "Heh kembar sini!" Suruh Malik pada dua adik keponakannya. "Apa sih Malik!" "Adek." Zena menatap Salma kala mendengar anaknya tidak sopan memanggil Malik tanpa embel-embel kakak di depan nama Malik. "Hehe kakak Malik paling ganteng." Salma berjalan gontai disusul Silma di belakangnya menuju ke Malik. "Cantika, ganti baju gih. Itu baju tante yang gak kepake lama, tante berikan ke kamu aja." Zena beranjak berdiri dan dia yang akan mengantarkan Cantika untuk berganti baju. "Terima kasih, Tante. Maaf kalau jadi merepotkan tante." Cantika tersenyum dan merasa tidak enak terhadap kebaikan yang diberikan dari Zena. Tantenya Malik sangat begitu baik dan lembut orangnya. "Sama-sama, ayo tante temani." ... "Sebenarnya sih kemarin si kembar sama dua adik kandung gue itu kangen sama lo. Noh lihat si kembar caper ke lo." Silma dan Salma memboyong mainan barbienya ke ruang keluarga. Si kembar ingin bermain bersama Cantika saja dan Malik hanya menjadi penonton serta sesekali menganggu mereka. "Oh gitu. Mereka lucu semua, ntar gedenya cantik juga." Cantika mengulas senyum tipis dan tangannya mengelus pipi Salma dan Salma bergantian. Cantika membayangkan dirinya memiliki saudara yang saling menyayangi seperti mereka mungkin ia akan sayang bahagia sekali. "Iya dong dan gue yang jadi pengawal para tua putri semuanya." Malik terkekeh pelan. "Lo mampu kan merawat mereka sekaligus dua adik lo mereka semua masih kecil lho dan gue gak bisa percaya lo mampu." Cantika tidak percaya mendengar cerita Malik tadinya bahwa dia selalu merawat adik-adiknya semuanya ketika orang tua mereka sibuk. "Gue gini-gini juga penyabar, gue sudah terlatih dari gue kecil dan sudah punya adik. Jadi ya biasa gitu kalau mereka usil atau berbuat nakal lainnya asal ditegur dengan cara halus dan baik mereka bakalan ngerti walau susah sekali. Namanya juga anak kecil dan belum mengerti apa-apa." Malik menguncir kuda pada rambut Salma begitu lihai dan hasilnya sangatlah rapih. Cantika menatap takjup kepada Malik dan membuatnya sedikit mulai percaya bahwa Malik sangat pandai mengurus adik-adiknya. "Tehnya jangan lupa diminum, mumpung masih hangat." Malik baru saja menyeruput teh dan tidak sengaja melihat teh milik Cantika yang belum disentuh oleh Cantika sama sekali. "Eh iya." Cantika sadar tadi dibuatkan teh oleh Zena dan segera menghabiskan teh hangatnya. "Itu ada roti barang kali lo lagi laper juga." Malik juga membantu adik-adik meminum teh. "Iya, gue jadi gak enak sebenarnya selalu ngerepotin lo lagian lo datang di waktu gue susah." Awalnya berterima kasih ean berujung menyalahkan. Itulah perempuan dan Malik menggelengkan kepalanya mendengar ucapan yang baru saja terlontar dari mulut Cantika. "Haha sudah takdirnya kali. Kita kan teman dan kalau ada teman lagi keadaan susah, ya harus gue bantu la dan gue senang banget bisa jadi orang yang berguna bagi orang lain." Malik tersenyum lebar menatap balik ke Cantika. "Walau lo ngeselin sih, gue akui lo baik juga dan gue merasa berhutang budi ke lo." Cantika menghela napasnya. "Kebaikan gue gak perlu dibalas, cukup lo mau beneran jadi teman gue dan gue sudah senang banget kok." Malik tau kalau Cantika masih belum sepenuhnya mau berteman dengannya dan hanya perlu waktu saja Cantika menerima pertemanan darinya. Cantika terdiam dan tidak membalas ucapan Malik. Menerima pertemanan pada lawan jenis sangat susah baginya sebab ia belum terbiasa berteman dengan para lelaki. Cantika akui juga banyak yang mendekatinya namun Cantika suka menjauh dari para lelaki dan memilih sendirian. Cantika merasa jika didekat laki-laki itu tidak nyaman menurutnya. Setelah si kembar puas bermain, Malik mengajak Cantika ke rumahnya karena dua adiknya ingin bertemu dengan gadis itu. Sama seperti si kembar menyambut kedatangan Cantika, Aisyah langsung merentangkan kedua tangannya namun Malik yang menggendong Aisyah sehingga adiknya menangis. "Kakak Cantik lagi sakit kakinya, jadi gak bisa gendong Aisyah. Nanti kalau sudah sembuh digendong sama kakak Cantik lagi." Malik mencium pipi Aisyah dan Aisyah pula merengek sambil tangannya memegangi kaosnya Cantika. "Ih mau digendong kakak Cantik." Aisyah mengerucutkan bibirnya. "Jangan nakal dong adiknya Malik ganteng ini entar kalau nakal jadi adiknya siapa?" Malik menggoda adiknya dan menggelitiki perut Aisyah. "Emmh." Aisyah bergumam dan tangannya mengalun ke leher Malik. Mereka pun masuk ke dalam rumah dan tidak lupa mengucapkan salam. Cantika menperhatikan rumah Malik bagian dalam yang nampak luas meski tidak memiliki halaman depan seluas rumah si kembar. "Akak!" Pekik si kecil yang merangkak dan sesekali berdiri sebentar menghampiri Malik yang baru saja menurunkan Aisyah. "Eh eh si bungsu." Malik meraih adiknya itu lalu dipangku saat ia duduk di sofa ruang tamu. Malik menyuruh Cantika duduk di sebelahnya. "Kak Cantik." Aisyah duduk di sebalah Cantika yang lain dan kini Cantika duduk di tengah mereka. "Iya adik." Cantika membelai rambut Aisyah yang begitu halus dan bagus. Jujur saja Cantika menginginkan rambut seperti ini tapi apalah dirinya yang memiliki rambut banyak dan lebat sekali sehingga membuatnya terkadang suka risih dan gerah. "Kakak Cantik temannya kakak Malik?" tanya Aisyah sambil mata bulatnya berkedip-kedip. "Iya, Dek." Cantika mengangguk sekali. "Kakak Cantik rumahnya dimana?" Aisyah sepertinya sangat ingin tau tentang Cantika. "Gak jauh dari sini," jawab Cantika dan tidak lupa ia selalu tersenyum manis ketika merespon anak kecil. Tentu Malik tidak menyia-nyiakan memandang senyuman manis Cantika yang sangat adem rasanya dan berharap Cantika bisa seterusnya menampilan senyuman indahnya. Malik tau Cantika hanya menunjukkan senyuman manisnya hanya kepada anak kecil saja. "Oh gitu." Aisyah mengangguk paham dan dahinya diketuk dengan jari telunjuknya beberapa kali. "Iya, lucu banget sih." Cantika mencubit pelan pipi Aisyah dan Aisyah malah memoyonkan bibirnya. "Aish cium duyu." "Oh mau dicium nih kakaknya." Malik merasa iri pada Aisyah yang bisa sedekat itu dengan Cantika. 'Apa gue harus jadi anak kecil dulu ya biar bisa deket sama Cantika dan diberi senyuman manis kayak gitu. Gue juga pengen dicium hihihi'--Malik tertawa kecil di dalam hatinya sembari melihat adiknya mencium pipi Cantika dan Cantika juga mencium balik ke Aisyah. "Napa kakak Malik?" Aisyah bingung melihat kakaknya yang diam dan sibuk memandangi Cantika dengan senyumannya yang penuh arti. Cantika menoleh ke Malik dan membalas tatapan Malik. "Lihat bidadari." Ucapnya tidak sadar. "Mana bidadarinya?" tanya Aisyah yang tidak paham maksud ucapan Malik. "Yang kakak lihat ini." Malik terkekeh mengetahui gelagat Cantika yang salah tingkah dan gadis itu menatap ke arah lain. "Kakak Cantik?" Aisyah menatap Cantika dengan matanya yang menyipit. "Iya." Malik mengangguk semangat. "Mana sayapnya kan bidadari punya sayap terus kenapa di rumah, kok gak di air terjun." Aisyah menanggapi serius seperti apa yang pernah didongengkan oleh Malik. Malik tertawa mengerjai adiknya lalu cowok itu memangku Aisyah dan menciuminya gemas. Aisyah tertawa geli sedangkan Syabil sudah pergi lebih dulu bersama pengasuhnya tadi karena kebelet buang air besar. Cantika menahan diri untuk tidak ikut tertawa, adiknya Malik sangat lucu sekali apalagi Malik yang suka usil pada adik-adiknya. "Ihh kakak malah ketawa." Aisyah menepuk bibir Malik beberapa kali. "Kakak gigit tanganmu ini." Mendengar itu malah Aisyah meletakkan kembali telapak tangan mungilnya di bibir Malik dan sengaja agar digigit oleh kakaknya. Malik pun mengigit tangan Aisyah gemas dan tentu tidak membuat adiknya sakit malah tertawa geli. "Gemes banget sih adiknya kakak satu ini." Cantika memandang sendu ke arah mereka, andai ia memiliki saudara yang saling menyayangi dan tidak menyakiti hatinya. Akan lebih tenang hatinya memiliki seorang saudara sekaligus temannya juga dan adanya adik kecil juga membuatnya terhibur melihat tingkah lucu dan menggemaskan. "Cantika. " Panggil Malik sekali dan Cantika masih larut dalam lamunannya. " Kakak Cantik diam." Aisyah menepuk pundak Cantika beberapa kali sampai gadis itu tersadar dari lamunannya. "Eh maaf adik, kakak melamun." Cantika mengerjapkan matanya dan tersenyum manis menatap Aisyah yang duduk di sebelahnya sambil merangkul lengannya. "Melamun?" beo Aisyah yang masih kurang paham. "Melamun itu duduk diam lama," jawab Malik menjelaskan ke adiknya sesuai umur Aisyah. "Bisa gitu ya." "Iya,tapi gak boleh kayak gitu." Malik membelai rambut adiknya. "Gak boleh?" "Iya." Malik mengangguk cepat. "Kalau gak boleh kenapa kakak gak marah-marah tadi kakak melamun lho." Aisyah mengadu ke Malik karena Cantika baru saja melamun dan melamun tidak dibolehkan oleh Malik sendiri. "Mungkin kakaknya lagi mikir sesuatu." "Ah kakak ih, Aisyah enggak ngerti lho." Aisyah mencebikkan bibirnya. "Sudah sudah, gimana kalau Aisyah jagain kakak Cantik dulu. Kakak mau mandi ini." Malik mencubit lembut pipi adiknya yang chubby. Sedangkan Cantika sudah mandi tadi sewaktu berganti baju dan Zena menyuruhnya sekaligus mandi sebisanya karena lukanya belum mengering. "Ih pantes bau kecut." Aisyah menutupi hidungnya dan pura-pura mencium aroma tidak sedap dari tubuh kakaknya padahal Malik tetap saja wangi walau berkeringat. Cantika sendiri yang merasakannya karena lelaki itu selalu ada didekatnya. "Heleh." Malik menepuk lembut bibir Aisyah dan Aisyah terkekeh pelan. Malik beranjak berdiri lalu menatap Cantika yang lebih suka diam saja dan mungkin suatu saat nanti ia akan menjadikan Cantika, gadis yang banyak bicara. Malik suka medengar omelan wanita dibanding pria seperti ayahnya. "Kalau mau ambil cemilan, ambil aja Cantik dan itu juga ada minuman. Nanti gue buatin minuman hangat dan gue pamit sebentar mau mandi," ucap Malik. "Iya." Cantika menjawab singkat dan menatapnya sekilas saja. Gadis ini entah mengapa sudah menarik dari awal bertemu dan Malik tidak mau kehilangan Cantika. Ia yakin Cantika adalah teman barunya dan sekaligus teman cewek pertamanya. Ini adalah firasat Malik yang ingin siap sedia di sisi Cantika mengingat beberapa kejadian buruk menyerang Cantika. Setelah Malik pergi, Cantika lebih tenang duduk berdua bersama Aisyah. Aisyah lebih suka mendengar cerita atau mengobrol dibanding bermain seperti si kembar. Beberapa menit kemudian, Malik sudah selesai mandinya dan mengajak mereka makan malam. Saat setelah makan malam, Cantika tak sengaja mendengar suara wanita yang dikenalinya dan makin dekat menuju ke arah ruang makan. Suara wanita itu sedang bercengkrama dengan pengasuh Aisyah yang dilihatnya tadi. "Lo kenapa?" tanya Malik kala menyadari Cantika berhenti berjalan menuju ruang bermainnya Aisyah. Cantika malah membalikkan badannya dan kembali menuju ruang makan. "Cantika?" "Mbak Vera." Cantika terkejut melihat seseorang yang dikenalinya ada disini. "Eh kalian saling kenal." Malik ikut nrimbung dan kaget pula kalau Cantika mengenal sosok kepala pembantu di rumah ini. "Mbak Vera, orang yang nolongin gue dulu dan rumah kita berdekatan," jawab Cantika. "Nolongin apa? Eh baru tau kalau rumahnya juga deketan." Malik masih bingung sendiri. "Ya dulu intinya hehe. Gue gak mau bercerita." Cantika menggeleng dan tersenyum tipis. "Kamu temennnya Malik kah Tik?" tanya Vera. "Iya mbak, cuman beda jurusan aja." "Ah iya ya." "Mbak disini ya kerjanya?" "Iya, mbak jadi kepala pembantu di rumah ini. Mbak sudah bertahun-tahun kerja disini dari sebelum orang tua Malik menikah dan sebelum mbak kerjanya di orang tua dari mamanya Malik." "Wah kerja bisa bertahun-tahun. Aku kira mbak itu pindah-pindah tapi tetap jadi asisten rumah tangga." Cantika tidak menyangka orang yang dekat dengannya juga orang yang dekat dengan keluarga Malik. "Iya karena sudah terlanjur nyaman disini." Lalu Vera menggendong Aisyah yang tengah rewel dan memintanya digendong. Mungkin anak itu mulai mengantuk. "Iya dong harus nyaman mbak Ver, kalau gak ada mbak Ver. Malik gak mau tinggal di rumah ini." Malik mengerucutkan bibirnya seperti anak kecil. "Haha bisa saja kamu, Malik." Vera tertawa dan paham saja Malik suka bercanda orangnya. Vera memang sudah nyaman disini karena keluarga besar Anggun sudah dianggap keluarganya sendiri. "Bagus dong kalian berteman. Cantika, kamu gak perlu takut dan Malik itu orangnya bail banget. Seru juga anaknya jadi mbak malah lebih tenang aja gitu mengetahui kamu berteman sama Malik." Vera paham sangat betul permasalahan keluarga Cantika sebab Puji selalu mencurahkan hatinya kepadanya. Cantika sering mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari seseorang yakni saudaranya sendiri. Vera tau itu karena pernah melihat Cantika terluka. "Iya, Mbak." Cantika tidak banyak bicara dan hanya tersenyum sambil mengangguk saja. "Eh bentar." Vera mengernyitkan dahinya merasa ada yang tidak beres dari Cantika dan benar saja dugaannya. "Kamu habis jatuh?" Vera agak membungkukan badannya sebentar dan ada luka perban dilututnya. Cantika mengenakan kaos dan celana agak pendek sebatas paha saja. "Emm iya." Namun Vera tidak percaya Cantika jatuh terluka begitu saja dan ada alasan dibalik lukanya Cantika. Malik mengamati gerak-gerik mencurigakan dari Vera sebab ucapan demi ucapan yang terlontar dari mulut Vera sepertinya Vera mengenal betul permasalahan Cantika. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan rapat-rapat oleh mereka. 'Mereka sudah saling mengenal dari lama, apa ya kira-kira yang mereka sembunyikan?' ... Hari ini Cantika memilih menenangkan dirinya di rooftop sekolahan dan Melani sengaja tidak diajak karena Cantika ingin sendirian. Cantika duduk di atas sofa yang sudah disediakan, rooftop tak terlalu ramai mungkin musik dari para anak tari membuat rooftop tersebut menjadi ramai dan hanya beberapa murid saja di tempat ini. Cantika menghembuskan napasnya yang berat, frustasi tak mendapatkan kerja dan uang semakin menipis. Ia berpikir keras mencari tempat kerja yang mau menerimanya dan ketika ia sudah menemukan tempat pekerjaan yang memperbolehkan anak sekolah bekerja malah penuh terus. Cantika bisa mengandalkan kemampuan memasak dan suka beres-beres saja. Sebisa mungkin Cantika ingin kerja di rumah makan. Tiba-tiba sekelebat ingatannya tertuju sewaktu ia diajak makan Malik bersama teman-temannya di rumah makan Zena. Namun disisi lain, Cantika merasa tidak enak kepada Zena dan Malik. Ia juga takut dikira memanfaatkan mereka kerja disana. "Harus cari tempat kerja dimana lagi? Capek tau beberapa hari ini gak nemu." Cantika mengacak-acak asal rambutnya yang tergerai. "Oh disini ternyata." Seseorang datang dan duduk di samping Canrika. Lantas Cantika terlonjak kaget dan tidak menyangka orang itu datang di tempat ini. "Astaga kenapa lo selalu muncul dan menemukan keberadaan gue?" Heran Cantika pada sosok laki-laki yang suka mengikuti dirinya, siapa lagi kalau bukan Malik? "Lo gak lihat gue?" tanya Malik balik. Akhirnya Cantika menatap cowok itu dengan jelas. Nafas Malik terdengar tidak beraturan dan tubuhnta pula nampak berkeringat meski tak terlalu kelihatan. "Selama lo masuk di sekolah dan teman lo gak kasih tau lo dimana, gue bakal cari lo sampai ketemu." Malik mengulum senyumnya simpul. "Gombal." "Enggak gombal, gue takut teman gue ini kenapa-napa. Lagian kaki lo masih sakit malah disini apa gak tambah sakit jalan ke rooftop," ujar Malik. "Enggak sakit," jawab Cantika singkat. "Bohong ih, tuh lo pegangin rok biar ujung rok lo gak kena lutut. Biasanya lo duduk tinggal duduk aja." Malik selalu memperhatikan gerak-gerik Cantika secara teliti dan membuat Cantika berdecak kesal. "Apa sih, serah gue dong." Cantika mengelak bahwa ia juga sedang merasakan sakit di kedua lutut kakinya. Apalagi saat menaiki sepedanya dari berangkat sampai tiba di sekolah dan Cantika menahan rasa sakitnya itu demi masa depannya. "Ya sudah terserah lo tapi obatnya jangan lupa dipakai dan semoga kaki lo segera sembuh." "Iya semoga saja, gue gak papa dan gak usah berlebihan." "Bukan berlebihan, gue beri perhatian ke lo dan peduli tentang lo." Pandangan Malik dari awal ke sini pun hanya tertuju pada gadis itu walau tatapan tidak dibalas dan Cantika lebih memilih menatap ke sekitar tempat ini. "Gue gak butuh itu." Bohong Cantika menjawab ucapan Malik, sebab dari kecil sampai sebesar ini Cantika kurang kasih sayang dari sang ayah. Karena orangnya juga mudah kebawaperasaan, Cantika selalu baper diberi perhatian oleh seorang laki-laki seperti apa yang selalu dilakukan Malik setiap hari ini. "Butuh." "Enggak." "Ya deh enggak dan gue juga sudah tau semuanya." Sontak ucapan Malik baru saja langsung membuat Cantika ketar-ketir dan cemas kalau Vera menceritakan tentang dirinya dan ibunya di masa lalu kepada Malik. "T-tau apa?" tanya Cantika gugup. "Kalau sebenarnya lo..." "Apa sih?" Cantika tidak sabar mendengar pernyataan Malik yang katanya tau suatu hal dan Cantika meremas ujung roknya, mengatasi rasa kecemasannya. "Hahaha pengen tau ya? Iya ya?" Malik malah menggodanya dan Cantika pun kesal. "Haha wajahnya kalau kesal gini lucu tapi lebih cantik lagi kalau tersenyum sih." Malik malah membicarakan hal lain. "Malik." Peringat Cantika menatap tajam ke Malik. "Iya ya, gue baru tau ternyata lo lagi cari kerjaan." "Lo nguping?" Cantika merasa sedikit lega mendengar jawaban Malik yang ternyata bukan hal yang dicemaskannya tadi. "Hehe sengaja." Malik mengangkat kedua tangannya dan menunjuk dua jarinya. "Hadeh." "Kerja aja di rumah makan bulek, lagi buka lowongan dan anak sekolah juga diperbolehkan nantinya dapat shift sore. Khusus lo gue minta ke bulek, sore sehabis pulang dari sekolah dan gue gak mau lo pulang larut malam," ucap Malik terdengar begitu tegas. Sudah diduga Malik akan mengatakan itu, tawaran lowongan kerja di depan matanya sangat menggiurkan namun lagi-lagi bersangkutan dengan Malik. Ia takut dikira memanfaatkan Malik secara Malik sangat baik sekali kepadanya dan Cantika membalasnya dengan bersikap jutek pada cowok itu. 'Sebaik itu dia ke gue tapi gue kesannya jahat banget ke dia'---Batin Cantika. "Malah diam, nanti gue bilangin ke bulek dan masih ada waktu bulek belum ke luar kota. Lebih mudah melalui bulek soalnya yang berhak, gue meski masih saudara tetap saja gue gak berhak tanpa izin dari yang punya langsung hehe. Gimana?" tanya Malik pada Cantika yang baru saja dia tepuk pundaknya. 'Dia kok sering banget melamun sih? Apa ada masalah berat sampai membuatnya berpikir sangat lama begini. Wajahnya saja tidak bisa ditutupi kebohongannya. Gue yakin pasti ada sesuatu pada Cantika dan gue ingin bantu dia' Ini soal hatinya yang ingin membantu Cantika. Sejak pertama kalinya bertemu dengan gadis itu, sorot matanya sudah menunjukkan kesedihan dan itulah alasan Malik berusaha selalu ada saat gadis itu meminta pertolongan. Malik ingin menjadi orang pertama di dalam hidup Cantika yang bisa memahami apapun masalah yang menimpa Cantika. "Enggak usah." Cantika menggeleng. "Nolak gitu. Tetap gue bilang ke bulek." "Kan pasti lo begini jadi percuma nawarin." "Hehe, kalau ada apa-apa, cerita aja ke gue dan gue bakal usahakan bantu lo apapun yang terjadi." Malik mengulurkan telapak tangannya di depan Cantika. "Lo jangan terlalu baik ke gue." Cantika menatap telapak tangan Malik lalu menatap ke Malik. "Gue tetap baik ke lo, karena berbuat baik itu gak ada batasannya. Gue tau lo butuh bantuan jadi gue ulurin tangan gue buat bantu lo walau lo masih suka menutupi masalah sendiri." "Terserah lo deh." "Iya terserah gue." Merasa Cantika tidak membalas uluran tangannya, ia pun meraih tangan Cantika dan menggenggamnya. Cantika menatap sendu pada tangannya yang digenggam erat oleh Malik. "Gue selalu ada selalu bisa buat lo." "Bentar-bentar, itu kayak slogannya aplikasi toko hijau kan?" Cantika tidak bisa menahan tawanya mendengar slogan yang diucapkan oleh Malik baru saja. "Hahaha iya, gara-gara adik gue suka nonton acara itu sih tiap bulannya ada jadi gue hafal betul apa yang diucapin adik gue." Malik menggaruk tekuknya yang tidak gatal. "Adik lo yang Aisyah kan?" tebak Cantika. "Iya." Malik mengangguk dan tersenyum lebar. "Hahaha lucu banget kalian kakak beradik ini." Cantika tertawa seketika dan Malik tertegun. Tak percaya ia bisa membuat gadis itu tertawa renyah sekarang. "Eh?" Cantika sadar ia baru saja tertawa dan menoleh cepat ke Malik yang tersenyum lembut memandangnya. "Ish." Cantika menangkup wajahnya sendiri dan merasa malu. "Renyah banget suara tawanya." "Eh eng-enggak kok." Cantika menggeleng cepat dan gugup kembali. "Ha ha ha lo juga lucu gitu." ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD