Part 11
Cantika dan murid-murid lain yang terlambat tadi tengah melaksanakan hukuman sesuai apa yang diberikan oleh para guru BK. Dihukum membersihkan sampah di sekolah adalah hal yang bukan pertama kali juga bagi Cantika. Namun yang menjadi permasalahan Cantika adalah ia takut seragamnya bau sampah dan menganggu teman-teman sekelasnya.
Cantika melihat ada yang beberapa murid mengenakan seragam olahraga dan memang sebagian yang terlambat ialah murid-murid yang jam pelajaran pertama adalah olahraga.
"Ah gimana ini?" Cantika tak bisa menebak hukuman apa hari ini ternyata membersihkan tempat sampah.
Cantika lebih memilih menyapu atau mengambil dedaunan kering di lapangan dibanding hukuman membersihkan tempat sampah yang menjijikan. Walau pernah di hukum membersihkan tempat sampah namun sewaktu itu memang jam pelajaran awal adalah olahraga.
Cantika berjalan gontai menuju halaman belakang sekolah bersama murid-murid lain. Tanpa Cantika sadari, ada seseorang dari lantai dua memperhatikan Cantika baru saja dan orang itu menatap kasian pada gadis tersebut. Tak sengaja, Cantika memergoki seseorang di lantai dua dan gadis itu buru-buru membuang muka ke arah lain. Orang itu langsung berlari setelah Cantika berada di halaman belakang dan masih berbaris karena seorang tukang kebun sekolah menjelaskan bagaimana caranya membersihkan tempat sampah yang baik dan benar.
"Hadeh." Cantika menghela napasnya sambil menggeleng pelan.
Saat selesai dijelaskan dan dibubarkan barisan. Melani memanggilnya dari tempat yang tak jauh dimana ia berdiri lantas Cantika menghampiri temannya.
"Kenapa Mel?" tanya Cantika bingung.
"Dari Malik." Melani memberikan tote bag berisikan baju dan celana training untuk Cantika. Barang-barang itu pemberian dari Malik.
"Ha? Dari dia?" Cantika melihat isi tote bag itu dan tidak langsung menerimanya.
"Iya, Tik. Kayaknya dia beneran peduli banget deh sama lo, khawatir dia tadi karena lo belum juga datang ke sekolah eh ternyata telat dan gue juga sudah bilang, Cantika memang kadang suka datang terlambat ke sekolah. Terus ya, dia kasih lo nasi bungkus dan gue taruh di meja kita. Super duper perhatian banget deh, gue mengiri walau pernah digituin sih sama mantan." Melani terkekeh pelan dan meraih tangan Cantika agar dibawa oleh temannya itu.
"Gue ngerepotin dia."
"Aish enggak, dia emang tipikal orang suka perhatian kok. Cuman teman sih, ya gue tau. Lama-lama jadi demen dia ke lo. Jangan sia-siain cowok kayak dia deh, jarang ada orang sepeduli ini padahal masih berteman," ucap Melani tersenyum simpul.
"Iya gue tau, tapi gue gak enak aja gitu karena gue selalu ditolong sama dia dan ketila gue dalam keadaan sulit pun dia selalu peka." Cantika merasa tidak enak pada Malik yang suka memberinya pertolongan di saat keadaan genting ataupun sulit seperti sekarang.
"Iya mungkin dia mulai suka sama lo atau ada benih-benih cinta yang tumbuh darinya." Melani menggoda temannya yang memang tak pernah dekat dengan lelaki. Mungkin jika tampak dekat dengan lelaki karena sebatas kebutuhan sewaktu menjadi atlet yakni kebutuhan belajar taekwondo yang kebanyakan diikuti oleh laki-laki di sekolahannya.
"Ah gak mungkinlah, dia emang gitu aja orangnya." Cantika tidak percaya cowok itu menyukainya sebab dari awal lelaki itu memamg selalu suka memberinya perhatian.
"Heleh." Melani tersenyum dan merasa ikut senang saja melihat temannya sekarang dekat dengan lelaki.
Selanjutnya, Cantika bergegas mengganti baju dan mulai menjalankan hukumannya. Di saat membersihkan sampah, ada saja murid yang masih belum paham caranya dan disitulah Cantika berusaha memberi penjelasan. Namun ujung-ujungnya dirinya sendiri yang mengerjakan hukuman orang lain dan Cantika hanya tersenyum tipis saja mengetahui ia hanya dimanfaatkan oleh beberapa siswi.
Selesai dengan hukumannya kemudian Cantika tidak lupa berganti baju dan mencari surat izin masuk kelas ke guru BK. Hukumannya sudah selesai dan dia mendapatkan surat izin masuk kelas. Meski mendapat omelan guru mata pelajaran pagi ini dan belum tenang duduk dibangkunya, Cantika dipanggil guru yang tengah mengajar itu untuk membawa buku-buku temannya yang masih di kantor guru ke kelas.
"Sedikit capek." Cantika meregangkan tubuhnya lebih dulu lalu meraih tumpukan buku tugas dan membawanya ke kelas.
Ketika di koridor, ia dihadapi oleh seorang gadis berkuncir dua dan hobbynya suka memilin rambutnya sendiri.
"Kenapa?" tanya Cantika saat ia menunggu beberapa detik gadis itu hanya tersenyum miring ke arahnya.
"Haduh judesnya, inikah teman Malik?" Cantika membaca nama gadis itu sekilas dan sepertinya pernah bertemu dengan gadis bernama Echa itu.
Mendengar Malik disebutkan, Cantika sudah menebak gadis di hadapannya ini adalah penggemar Malik yang terlalu fanatik atau berlebihan.
"Ingat gue kan? Iyalah gue yang kemarin." Echa terkekeh pelan dan bersedekap d**a saat ini.
"Iya, ingat. Ada apa? Gue gak asa waktu lama karena lagi disuruh guru." Cantika tidak suka diganggu dan dia juga tidak pernah mengganggu orang lain. Ia tampak tidak nyaman saat gadis itu menghadang jalannya balik ke kelas.
"Uh sok sibuk."
"Iya sok sibuk gue."
"Cih, sok banget jadi orang. Mentang-mentang deket sama Malik eh iya lo cuman numpang tenar tapi sayangnya gak ada yang suka sama lo. Kasian amat sih dan pakai pelet apa sih lo bisa bikin Malik lengket?"
"Hadeh ini orang membuang-buang waktu gue deh." Cantika malas dengan obrolan ini dan ia melangkah maju tapi gadis itu masih saja menghadangnya. Cantika menghela napasnya kasar dan ia malas mendengar ceramah dari gurunya yang menyuruhnya membawa buku tugas teman-temannya ke kelas.
"Siapa juga yang buang-buang waktu lo?" Echa memutar bola matanya malas.
"Orang di depan gue ini."
"Hah? Siapa? Gue?" Echa menunjuk dirinya sendiri.
"Bukan, setan di depan gue ini menganggu." Cantika berjalan meneroboh hadangan Echa dan Echa hampir jatuh ketika bahujya ditabrak keras oleh Cantika.
"Heh berani-beraninya ya lo!" teriak Echa kesal dan melototkan matanya. Baru saja bahunya ditabrak oleh Cantika dengan sengaja.
"Haha tapi gue seneng dan lega sih. Ternyata Malik punya tipe cewek sendiri dan bukan dia. Jadinya gue kepo sama tipikal cewek yang disukai Malik kayak gimana." Echa tersenyum dan tertawa sendiri. Lalu melanjutkan jalannya menuju ke kelas.
Di sisi lain...
"Haduh ketemu orang gak waras, kasih aku kesabaran ya Tuhan menghadapi orang-orang seperti tadi." Cantika merasa lega saja bisa menahan emosinya dan tidak menghajar cewek tadi yang berani-beraninya menganggu aktivitasnya.
...
Sudah waktunya istirahat dan Cantika mulai membuka nasi bungkus yang dibelikan oleh Malik.
"Enak tuh kayaknya." Melani mengintip nasi bungkus itu dan lagi-lagi menggoda Cantika.
"Iya enak namanya juga makanan."
"Enak tergantung selera la. Aih gue dibekalin ayam goreng tapi nyokap lupa kasih sambal dan yang gak gue suka tuh, nasinya banyak sedangkan lauknya sedikit." Melani mendengus sebal melihat kotak bekalnya hari ini dan tidak membuatnya selera makan. Tentunya siapa pun anak yang masih bersekolah pernah merasakan apa yang dirasakan Melani itu sendiri.
Cantika melihat kotak bekal milik Melani. Andai Melani tau, Cantika ingin dibuatkan kotak bekal oleh ibunya sendiri. Mengingat keadaan fisik ibunya membuat Cantika tidak ingin membuat ibunya terbebani karena permintaannya. Mungkin takdir ibunya yang tidak bisa melihatnya membuat dirinya belajar banyak tentang mandiri.
"Kotak bekal itu dibuat dengan rasa kasih sayang tulus dari seorang ibu. Apapun itu jangan pernah lupa dengan rasa bersyukur. Bersyukur nyokap lo masih bisa atau mau membuatkan kotak bekal untuk anaknya supaya anaknya tidak menghabiskan uangnya untuk jajan banyak agar kenyang perutnya." Petuah dari Cantika kepasa temannya.
"Haha iya, gue gak pernah lupa untuk bersyukur." Melani tersenyum lebar dan mulai berdoa sebelum menyantap makanannya di jam istirahat pertama ini. Melani jarang sarapan pagi, maka dari itu sering dibuatkan bekal oleh ibunya.
"Bagus itu."
Ketika selesai makan, Cantika mendengus mengetahui botol minumnya sudah habis dan ia yang sudah tidak tahan dengan rasa hausnya membuatnya turun ke bawah. Melani tidak ikut sebab belum selesai mengerjakan tugasnya yang nanti akan dikumpulkan.
Sesampainya di kantin, Cantika tidak sengaja melihat Malik yang sedang bersama para siswi di meja depan stan penjual siomay.
"Coba aja kalau gue disana, didorong lagi dah gue." Cantika menggeleng samar lalu membayar botol mineral yang dibelinya.
Cantika duduk di salah satu kursi kantin yang hanya diisi dua orang saja. Ia meneguk air putih sebab tak kuat menahan tenggorokannya yang sudah mengering sedari tadi. Walau Melani sempat menawarkan air minumnya, selama Cantika bisa beli sendiri pula ia ingin membeli sendiri saja dan bisa puas meneguk air putih tanpa ada perasaan gak enak takut menghabiskannya.
Merasa sudah lega, Cantika berniat kembali ke kelas. Namun saat beranjak berdiri, dirinya dikejutkan oleh seseorang yang berdiri tepar di depannya dan Cantika menjatuhkan bokongnya lagi.
"Lo." Cantika terkejut dan memegang dadanya. Tak menyangka lelaki yang diperhatikannya tadi, sekarang ada di hadapannya.
"Hai Cantik!" Sapa Malik menyengir kuda sambil melambaikan tangannya.
"Ck, ngagetin deh lo."
Malik pun duduk di seberangnya dan kedua tangannya dilipat di atas meja.
"Akhirnya keluar juga lo dari kelas."
"Gue cuman beli minum dan mau balik."
"Eh jangan balik dulu! Santai aja disini."
"Gak." Cantika menyapu pandangannya ke sekitar dan benar saja dirinya menjadi bahan obrolan disana. Malik ikut menatap kesana dan dia mengangguk paham.
"Lo risih sama mereka?"
"Gak."
"Terus?"
"Apa?"
"Ya gelagat lo kayak gak nyaman disini."
"Iya karena gue pengen balik la." Cantika mendengus.
"Gue kan teman lo, lo mau ninggalin gue gitu saja?"
"Emang lo mau apa?" tanya Cantika balik.
"Gue cuman mau lo disini sama gue," jawab Malik.
"Emang lo gak sama temen lo?" Cantika merasa heran Malik sendirian di kantin ah bukan sendirian lebih tepatnya bersama para gadis tadi.
"Gak tau deh mereka kemana, tadi ninggalin gue gitu aja ke kantin dan bakal balik sediri sih atau beli jajan di luar sekolah." Malik mengedikkan bahunya dan mengida-ngira saja dua temannya di luar sekolah tengah membeli jajan.
"Btw, lo ada ponsel gak?" tanya Malik.
"Emang buat apa?" Cantika tampak bingung.
"Iya kita bisa komunikasi lebih enak aja gitu kalau dari jarak jauh." Malik mengulas senyumnya tipis.
"Gue gak punya ponsel." Cantika menggeleng samar.
"Masak sih?" Malik tidak percaya kalau Cantika tidak memiliki ponsel.
"Iya emang gue gak ada uang buat beli, dulu sih punya tapi gue jual buat bayar hutang." Cantika menghela napasnya perlahan.
"Padahal hp itu penting dan kalau ada apa-apa kita bisa hubungi orang terdekat kita. Lo gak khawatirin ibu lo kalau semisal lo lagi dalam keadan genting di luar rumah tapi lo gak bisa hubungi keluarga lo. Emang lo tega gitu?"
"Lagian kalau punya ponsel, ponsel dalam keadan mati pun lo juga gak bisa hubungi siapapun dan itu sama saja bukan? Intinya gue selalu yakin kalau gue baik-baik saja," balas Cantika.
"Lo itu remehin hal-hal kecil deh, apapun itu ponsel di jaman sekarang penting dan lo malah santai gitu saja tanpa ponsel."
"Iya kan hidup-hidup gue, kenapa lo jadi yang ngurusin sih?" Cantika menatap Malik tidak suka.
"Hmm maaf deh, bukan maksud ngurusin hidup lo dan gue cuman bilang tadi, coba pikirkan nyokap lo ketika lo tinggalin nyokap keluar dari rumah." Malik memijit pelan pelipisnya.
"Iya, gak apa dan makasih dah khawatir nyokap gue. Gue anaknya dan gue yang tanggung jawab kalau nyokap gue ada apa-apa ketika gue lagi di luar rumah." Cantika mengangguk sembari beranjak berdiri.
"Lo mau gue belikan hp?" Malik ikut berdiri juga dan mereka saking berhadapan.
"Lo pasti tau jawabannya dan tetap nanya."
"Iya sapa tau lo lagi butuh banget atau pakai hp gue yang satunya sih. Gue punya tiga hp dan satu hp yang gue pakai sekarang. Dua hp lain ada di rumah." Malik menunjukkan menyodorkan ponselnya ke Cantika.
"Enggak usah, gue mau beli pakai duit gue sendiri dan gue gak mau menerima hp dari lo." Cantika menyilakan dua jari telunjuknya bertanda menolak diberi ponsel oleh Malik.
"Baiklah, tapi setidaknya simpan nomer ponsel gue dan buat jaga-jaga kalau lo bener-bener butuh bantuan dari gue. Gue siap membantu apapun keadaannya." Malik meminta kertas sobekan dan pena milik salah satu ibu kantin disini. Kemudian menuliskan nomer ponselnya di atas lembaran kertas robekan tersebut.
"Ini." Malik memberikannya kepada Cantika.
"Sebenarnya gak--"
"Terima saja, Cantik. Gue selalu siap sedia ada di samping lo ketika butuh bantuan." Malik menepuk pundak Cantika saat gadis itu menerima lembaran kertas berisikan nomernya sekarang.
"Gue---"
"Gue pergi dulu ya, temen gue lama ditungguin dari tadi." Malik tidak mau mendengar penolakan dan memilih pergi saja. Membiarkan Cantika melanjutkan aktivitasnya.
Seketika Cantika terdiam sambil membawa kertas robekan yang diberikan oleh Malik dan gadis itu membawa nomer ponsel Malik dari dalam hatinya.
"Perlakuannya sangat manis, hingga gue lupa kita hanya sekedar teman dan gue juga gak mau perasaan lain tumbuh."
...
Cantika berjalan menyelusuri koridor IPS kelas 2 yang letaknya di lantai dua dan baru saja mengantar temannya dari kamar mandi. Cantika memeluk buku tugasnya yang entah mengapa tadi kebawa. Sesekali ia membalas ucapan Melani yang sedang menggosip seseorang yang tidak disukainya.
Cantika memandang ke arah lapangan bola dan dimana ada Malik sedang bermain bola bersama teman-temannya. Ia menatap awan yang gelap hari ini dan sudah ditebak mereka akan hujan-hujanan menjelang waktu pulang. Yang dimana jam terakhir hari ini kosong karena guru-guru mata pelajaran hampir semua mengikuti rapat mendadak.
Melani menarik lengannya lantas Cantika menaikkan sebelah alisnya dan menatap bingung ke temannya itu.
"Napa Mel?"
"Bentar berhenti dulu, pengen lihat anak bola di sana." Melani tersenyum lebar sekilas menatapnya dan pandangan sekarang hanya tertuju ke lapangan sepak bola yang lagi ramai disana. Untung saja mereka berhenti di tempat dimana mereka bisa melihat jelas tanpa harus turun ke bawah.
"Hadeh." Cantika menggeleng mengetahui sikap temannya yang suka centil dan genit ke semua lelaki. Maklum habis putus dari sang kekasih sehingga ia menjadi seseorang yang kurang belaian ah gak deh, itu bercanda.
"Ah keren banget sih mereka."
"Lebih kerennya lagi pakai kostum sepak bola bukan seragam." Cantika mencibir.
"Justru pakai seragam, juga gak kalah damagenya apalagi kancingnya dibuka semua dan cuman namoak bodynya doang. Aduh hai aduh seksinya." Melani cekikian melihat ada cowok yang berani tampil toples saja dan membuat para siswi berteriak histeris melihat tubuh menggoda nan berkotak enam tersebut.
"Gak ada damagenya, gue dah biasa lihat tubuh-tubuh begituan." Cantika mengedikkan bahunya dan tidak ada hal yang menarik dimatanya melihat lelaki yang tampil seperti itu.
"Astaga masak gak menarik sama sekali sih, padahal tampil kayak gitu kan gantengnya nambah apalagi ngelap keringetnya aduh pikiran gue kemana-mana deh." Melani memuji lelaki yang sedang dilihatnya disertai tertawa cekikiannya yang tak berhenri dari tadi.
"Lo mulai gak waras ya? Bahaya deh deket lo sekarang. Ayo balik!" Suruh Cantika kepada Melani yang masih asyik memandangi para jantan yang tengah menunjukkan pesonanya di lapangan bola dan disertai pekikan demi pekikan yang menurut Cantika terdengae menggelikan.
"Ih entar aja deh, lihat santapan sore ini masak disia-siakan. Kapan lagi coba lihat beginian." Melani mencebikkan bibirnya, memiliki temannya yang kesukaannya berbeda jauh dengan kita itu agak menyebalkan juga.
"Ya sudah kalau gak mau, lo balik ke kelas sendiri."
"Lo tega apa ninggalin gue sendirian kan gue gak bisa apa-apa sendiri dan gue malu lewat sana banyak lakiknya." Melani menghentakkan kedua kakinya dan tingkahnya seperti anak kecil yang disuruh berhenti asyik bermain di luar rumah oleh orang tuanya.
"Makanya ayo balik bareng, gue juga males disini terus cuman lihatin cowok gak jelas gitu."
"Mereka jelas kok, jelas-jelas ganteng kayak itu. Gantengnya yang sulit gue gapai sih." Melani masih saja mendamba-dambakan para lelaki yang asyik bermain bola dan Cantika merasa memandangi mereka adalah kegiatan yang membuang-buang waktunya.
"Melani..." Cantika memberi peringatan pertama kepada Melani.
"Gue di kelas ngantuk kalau hawa dingin begini kan lihat mereka gak jadi ngantuk.'
"Melani..."
"Iya bentar dong ih--"
"Cantika!" teriak seseorang di lapangan bola baru saja dan suaranya itu menggelegar hingga Cantika terdiam mematung. Pandangan gadis itu mengarah ke asal suara seseorang yang memanggilnya disana.
"Ekhem, gue gak iri kok ekhem." Melani menahan bibirnya agar tak terlalu lebar senyumannya, ia ikut kebawaperasaan mendengar seseorang menyebut lantang nama temannya dan orang itu ialah sosok lelaki yang tengah dekat dengan temannya.
"Alay banget deh." Cantika memasang muka tidak nyaman apalagi pandangan orang-orang disana mengarah kepadanya.
"Gue ikut pansos ya biar terkenal terus dapat cowok-cowok ganteng." Sepertinya temannya itu sudah gila. Ya, Melani melambaikan tangannya ke semuanya dan mencium dari jarak jauh.
"Hai semua, gue temennya Cantika!" teriak Melani heboh sendiri dan tidak punya rasa malu sama sekali menyapa hampir seluruh murid yang ada di area lapangan sepak bola. Mereka semua malah membuang muka masing-masing karena tingkah Melani disebut norak oleh mereka dan itu tak membuat Melani sedih justru ikut senang saja mendapat perhatian walau hanya sebentar saja.
"Ya namanya gue sebut tadi, turun gih!" teriak Malik yang berkedok menyindir Cantika supaya segera turun ke bawah.
Cantika bimbang antara ikut kemauan Malik atau logikanya yang memilih mengabaikan Malik. Tapi disisi lain, Cantika berpikir Malik telah banyak membantunya membuatnya jadi orang yang tidak enak kepada Malik. Sedangkan Melani terus menyuruhnya turun ke bawah dan mengikuti ucapan Malik tadi.
"Gue sebenernya gak mau banget." Cantika berdecak kesal di tengah jalannya turun ke bawa bersama Melani yang sangat semangat ke lapangan sepak bola.
"Gue jadi lo merasa orang paling menang di antara cewek lain. Maksudnya menangin perhatian Malik. Buktinya banyak cewek caper di sekitar Malik tapi pandangan Malik cuman ke lo doang. Haduh gue jadi baper sendiri sumpah." Melani memekik kegirangan dan melonjak-lonjakan tubuhnya sebentar.
"Alay banget deh lo." Cantika sudah turun ke bawah dan saatnya berjalan menuju lapangan sepak bola yang tengah ramai.
"Iya alay, gak papa deh sumpah gak papa lo katain gimana pun gue. Yang penting gue ikut terkenal hehe numpang pansos gue." Pansos Melani yang membuat Cantika geleng-geleng kepalanya. Kenapa dia bisa dapat teman seperti Melani? Entah apa yang membuatnya dulu bisa berteman dengan Melani.
"Hadeh terserah lo deh." Kini mereka berdua berada di pinggir lapangan sepak bola dan Malik berlari kecil menghampiri Cantika.
"Kenapa?" Cantika juga menatap ke sekitar yang jelas saja ada banyak siswi yang tidak menyukainya atau merasa iri karena tidak mendapatkan perhatian dari Malik.
"Lo duduk disana ya!" Suruh Malik yang telah menyiapkan dua kursi tentunya Melani juga disiapkan olehnya.
"Gue duduk disana? Ngapain?" Cantika menatap sekujur tubuh Malik dipenuhi keringat dan tampak tercetak jelas tubuh Malik yang banyak disukai oleh para sisiw disini. Apalagi Malik dalam kondisi tidak mengenakan baju lagi dan hanya seragam. Sangat begitu jelas bukan jika dibayangkan tubuh penuh keringat itu menembus seragamnya. Ditambah Malik yang suka berolahraga dan tubuh Malik sangat diidam-idam cowok lain juga.
"Nonton gue sambil jagain minum gue."
"Emang gue satpam lo apa jagain minuman lo kan ada cewek-cewek lain disana." Cantika bersedekap d**a sedangkan Melani sudah duduk disana duluan. Benar-benar temannya itu sangat membuatnya malu sendiri.
"Bukan satpam tapi pawang gue hehe."
"Ck, gaje deh lo."
"Ayo dong kesana, kan lo temen gue."
"Ih ogah gue mau balik."
"Mau gak mau lo harus disana pokoknya." Malik memasang wajah sebal seperti anak kecil dan Cantika merasa gereget sendiri. Haruskah cowok itu memasang muka menggemaskan di depannya?
"Iya ya deh."
"Nah gitu dong Cantik."
"Oh ya lo kalau haus ambil aja." Malik tersenyum lebar dan menepuk lembut puncuk rambut Cantika. Cantika menelan salivanya pelan, jantungnya tidak aman saat ini.
"Sini Tik!" teriak temannya yang tak ada akhlaknya itu kepadanya.
"Hadeh dasar bocah satu ini." Cantika pun duduk di sebelah temannya itu.
Beberapa jam kemudian, permainan sepak bola berakhir dan dimenangkan oleh timnya Malik. Ini hanyalah pertandingan biasa saja dan tidak ada perkelahian. Malik tidak mengikuti ekstra apapun dan sepak bola hanya sekedar hobby saja di tengah pikirannya yang terkadang berkecamuk. Malik jarang main keluar rumah ketika orang tuanya sibuk bekerja dan tugasnya adalah menemani adik-adiknya bermain di rumah.
"Lo pulang gih, ini dah mau hujan." Malik mendongak ke atas sebentar, menatap awan gelap di sore ini dan gemuruh langit pula sudah terdengar.
"Iya gue emang pengen cepet pulang." Cantika beranjak berdiri dan ia menatap kursi yang ditempati temannya tadi sudah kosong. Melani sudah pulang lebih dulu saat bel pulang berbunyi dan temannya itu mengatakan tak sabar menonton drakor sore ini.
"Bosen ya lihat gue main, gak seru gitu?" tanya Malik heran.
"Seru aja tapi gue lebih senengnya lo gak pakai seragam tapi kostum sepak bola. Lo gak tau apa seragam yang lo pakai ini harganya mahal, kalau sobek gimana?" Cantika mencemaskan seragam yang dikenakan Malik yang kainnya pun sudah ditebak harganya mahal dan beda dengan seragamnya sendiri.
"Sobek ya kalau gak hati-hati aja atau emang waktunya sobek dan tinggal beli deh." Malik terkekeh saja.
"Lo sukanya buang-buang duit kah?"
"Buang duit?" Malik menggaruk tekuknya yang tidak gatal dan jika ada dua teman semprulnya disini dipastikan dirinya akan ditertawakan. Mana ada Malik buang-buang yang ada Malik suka pelit ke teman-temannya.
"Enak banget bilang tinggal bilang beli, sadar deh banyak yang hidupnya jauh dari kita. Harga seragam lo aja bisa buat makan seminggu. Nih tas lo!" Cantika menyerahkan tas milik Malik kepada si empunya.
"Iya ya gue tau kok. Lain kali gue pakai kostum biar seragam gue gak sobek," kata Malik.
"Iya, tapi kalau ko sukanya pakai seragam ya pakai aja sana. Gue kan bukan siapa-siapa lo dan gak berhak ngatur hidup lo," balas Cantika.
"Berhak kok, lo kan teman gue dan baguslah gue diperhatikan malah senang banget bisa tau kesukaan lo kayak gimana hehe." Malik menyengir kuda dan Cantika salah tingkah lalu. Cantika sebisa mungkin tidak terlalu lama menatap Malik dan nantinya bisa muncul kemerahan pada wajahnya saking malu-malunya ditatap dalam oleh lelaki itu.
"Ilih, ya sudah gue mau pulang." Pamit Cantika pada Malik.
"Iya, hati-hati ya." Malik melambaikan tangannya dan mendapat hadiah senyum tipis dari gadis itu membuat Malik berteriak kesenangan. Itu hanya senyuman tipis belum ke hal lain. Di antara cewek lain, Cantika yang mampu menghangatkan hatinya.
...
"Haduh dah hujan mana deres banget lagi." Seketika datanglah hujan lebat yang mendadak membuat seragam Cantika langsung basah kuyup dan Cantika menghembuskan napasnya berat.
"Kalau udah basah kuyup gini jadi malas cari tempat teduh."
"Tapi, nasib buku-buku gue." Cantika panik dan mencari tempat teduh yang tidak jauh dari sini.
Belum aja dapat, tiba-tiba seseorang pengendara motor yang lagi berboncengan dan orang yang berada di belakangnya itu menendang kakinya dengan sengaja. Sehingga Cantika jatuh dari sepedanya dan berteriak karena rasa kagetnya yang mendadak ditendang orang yang tidak ia kenal. Akan tetapi, ia ingat betul siapa sosok yang membencinya dan selalu melukainya.
"Pasti suruhan dia." Tebak Cantika yang bersusah payah berdiri lalu ada beberapa orang membantunya. Bahkan tak sedikit dari merela mencaci pengendara motor tersebut.
"Sudah pak bu, saya tidak apa mungkin mereka tidak sengaja menyenggol saya." Cantika tidak mau masalah ini menjadi panjang karena percuma saja melawan orang-orang seperti itu.
Tidak berapa lama ia berdiri dengan rasa sakit di kedua lutut kakinya yang sama-sama berdarah, seseorang langsung mencerca banyak pertanyaan setiba di hadapannya.
Beberapa menit sebelumnya...
Malik menghentikan motornya di pinggir jalan saat tak sengaja matanya melihat arum manis dan ia keingat adik-adiknya di rumah yang jarang makan jajan tersebut.
Tak hanya adik kandung, ia juga membelikan untuk adik-adik keponakannya juga. Sambil menunggu, Malik menelpon oranh suruhannya menjemputnya dengan menggunakan kendaraan mobil. Ia tau akan hujan dan tidak mau jajan yang dibelinya rusak sebelum sampai di rumah.
Selesai membelikan jajan untuk adik-adiknya, Malik menunggu orang suruhannya datang dan nantinya ia berniat mampir ke rumah si kembar sebentar dan sudah ketebak akan turun hujan. Malik tidak mau membuat buleknya khawatir karena kehujanan dan Malik pula membeli jajan yang lain.
Ketika sudah tiba mobilnya, Malik langsung masuk ke dalam mobil dan motornya dibawa oleh orang suruhannya. Malik juga meminta motornya diperiksa sebab merasakan ada yang tidak beres di stirnya.
Tepat saat itu hujan tiba-tiba deras dan gemuruh langit sangat terdengar menakutkan. Malik menatap jalanan sekitar apalagi toko-toko dan pedang kaki lima mulai bergegas membereskan dagangannya.
Malik menyipitkan matanya dan tangannya menjawil sang sopir untuk memperlambat laju mobilnya saat tak sengaja menatap sosok gadis yang jatuh dari sepedanya gegara ada orang yang menendang kakinya. Malik berteriak kesal dan mobilnya dihentikan. Ia mengabaikan orang-orang yang mengomelinya karena mobil berhenti mendadak serta menyeberangtidak aturan.
Yang utama ada dipikiran Malik berlari menghampirinya gadis itu walau sangat sulit menyeberang jalan yang ramai kendaraan yang melaju tinggi karena hujan deras hari ini.
"Cantika!"
"Lo gak papa kan?"
"Kenapa lo bisa ditendang mereka?"
"Lo mau dirampok?"
"Lo gak papa kan."
"Mana yang sakit? Lutut lo berdarah gini pasti sakit ini."
Bibir Malik tidak berhenti menanyakan keadaan Cantika dan melihat kondisi kedua lutut kaki gadis itu membuatnya meringis.
"Gue gak papa kok," ucap gadis itu dan terkejut mendapat pelukan hangat dari Malik yang sepanik ini mengetahui dirinya dicelaki oleh seseorang.
...