Part 40

1106 Words
Part 40 "Malik." "Iya-eh Cantik." Malik yang tadinya mengambil barangnya yang diletakkan di dalam loker pun menoleh dan kaget mengetahui seseorang yang memanggilnya baru saja ialah Cantika yang sudah berganti baju biasa. "Dipanggilin dari tadi, lo gak denger?" Cantika mendengus sebal dan bersedekap d**a. "Enggak denger sama sekali gue." Malik berkerut bingung dan mencoba mengingat-ingat apa yang sedang ia lakukan tadi sampai-sampai tak mendengar suara Cantika yang sudah memanggilnya sedari tadi. "Astaga padahal gak jauh banget jaraknya gue manggil lo." Cantika berdecak kesal. "Sorry-sorry gue emangg gak denger sumpah." Malik mengangkat kedua tangannya di atas. "Btw, lo habis kerja kok tetep wangi ya." Cantika mendengus dan mencium wanginya parfum khas milik Malik. "Benerkah?" Malik menciumi aroma tubuhnya sendiri dengan mengangkat tangan dan menarik baju ke depan lalu didekatkan ke indera penciumannya. "Iya, Malik. Aroma lo kecium sampai disini sih." Cantika tidak heran, tubuh Malik masih saja wangi sebab Malik sudah hidup dalam keluarga yang bercukupan. Namun kagumnya, Malik ingin merasakan kerasnya dunia pekerjaan padahal cowok itu sudah ada rencana tujuan kemana di masa depannya. Beda seperti Cantika yang masih perlu banyak persiapaan lagi supaya impian besarnya tercapai suatu saat nanti. "Hahaa gue juga gak tau atau emang gue terlahir sudah ditakdirkan wangi terus kali ya." Gurau Malik sambil tertawa kecil. "Ish, emang gue pernah lihat disitus apa gitu. Kalau cowok sih rata-rata emang wangi dan beda sama cewek. Cowok itu wanginga tahan lama." "Katanya gak punya hp lo." "Emang gak punya." "Terus tau info tadi dari situs, kan dari hp." "Gue sering pinjam hpnya Melani waktu temen gue itu tidur jadi gue tau hal-hal di media sosial ya pinjam ponselnya Melani," ujar Cantika. Gadis itu tau hal-hal media sosial dari Melani dan sering meminjam ponsel temannya itu. "Oalah, kenapa gak minjem hp gue aja?" "Emang gue selalu ada dideket lo? Lagian gue gak bakalan minjem, lebih nyaman pinjam hpnya Melani." Cantika mencebikkan bibirnya sambil tangannya membantu Malik memasukkan barang-barang lelaki itu ke dalam tas agar segera selesai. "Kan gue temen lo, kalau butuh bantuan pun gue bakal langsung tanggap apalagi cuman minjam hp doang. Santai aja kok, gue punya hp lagi juga." Malik merogoh sakunya dan menunjukkan ponselnya yang lain di hadapan Cantika. "Buat apa sih punya hp banyak-banyak? Satu aja sudah cukup." Cantika menggelengkan kepalanya heran, Malik memiliki tiga buah ponsel ternyata dan cowok itu menunjuk satu per satu. Tiga ponselnya dengan berbeda merk, warna dan ukuran. "Iya masing-masing hp gue sih ada kegunaan, yang satu buat game, sekolah dan masa depan." Malik sambil menunjukkan satu per satu ponselnya berserta kegunaannya. "Maksudnya masa depan?" tanya Cantika seraya mengernyitkan dahinya heran. "Gue otw masih belajar tentang dunia saham sih." "Buset, hati-hati aja main gituan. Lebih banyak belajar lagi dan resiko cukup besar." "Iya gue sudah tau resikonya kayak apa dan gue masih belajar kok dan gak hanya saham tapi ada sih hal-hal lain yang intinya penting buat masa depan gue nanti." Malik membuat Cantika terpana dan kag lagi. Cantika tidak menyangka sosok yang dikenal begitu santai sekali dalam kehidupannya itu sangat niat sekali untuk sukses di masa depan. Kalau bisa dibilang tipe cowok seperti Malik adalah impian semua wanita tak terkecuali Cantika. Tapi ia kembali sadar bahwa Cantika merasa tidak pantas bersanding dengan sosok cowok yang sekarang tengah berdiri tegap di hadapannya. "Ya sudah gue pinjamin hp yang buat gue main." "Enggak usah Malik, gue sudah nabung buat beli hp sendiri." Cantika menolak sambil kedua tangannya digerakkan ke kanan dan kekiri. "Eleh, masih lama pasti kekumpulnya nah sambil nunggu lo sudah bisa beli hp. Sementara pakai hp gue aja, gak masalah kok. Ini hp yang buat ngegame dan gue lagi mengurangi game juga. Soalnya kalau ada apa-apa kita bisa komunikasi, gak enak lho kalau gak punya hp di jaman begini." Malik menarik tangan Cantika dan meletakkan hp yang dipilihnya untuk dipinjamkan ke Cantika. "Tapi---" "Sudah, Cantik. Gak usah lah ngerasa gak enak, tenang aja kok ini hp sengaja gue pinjaman karena positifnya, gue bisa lebih fokua belajar juga dan gue gak kena amukan dari bokap hehe. Gue kalau ngegame, lupa sama semuanya sampai gue pernah sakit juga." Malik menggaruk tekuknya yang tidak gatal sambil terkekeh pelan menceritakan kebodohannya akibat bermain game terlalu lama. "Lo terlalu berlebihan main gamenya, sampai sakit begitu. Emang game bisa ngobati lo kalau lagi sakit? Enggak kan? Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Main game boleh tapi harus kenal waktu juga." "Iya, nyonya." "Kok nyonya sih?" "Haha ya pantes saja gitu dipanggil nyonya." "Enggak pantes." "Terserah gue, gue yang manggil dan ini gak boleh nolak. Gue pinjamin intinya." Sejenak Malik mengusap rambut Cantika dan membuat gadis itu tertegun oleh sikap manis cowok tersebut. "Ish." Cantika mendorong Malik agar tubuh mereka tidak sangat dekat dan itu bisa membuat jantungnya semakin berdebar tidak karuan. Cantika akui, perlakuan Malik yang selalu manis kepadanya menimbulkan benih-benih cinta di hatinya tapi Cantika tidak percaya kalau perasaan ini ada padahal sebelumnya ia memberi benteng kokoh agar tidak ada yang bisa menrobos masuk dihatinya. Namun Malik dengan mudahnya menrobos masuk ke hatinya dan memporak-pondakan hatinya sekarang ini. 'Ini yang gue takutin, menerima permintaan pertemanan dia dan sekarang hal itu kejadian juga. Gue suka sama dia dan gue pasrah sama perasaan ini yang baru muncul ini. Tapi apakah dia ada perasaan lebih ke gue ya? Emm kayaknya gak mungkin deh dan gue juga gak percaya kalau dia ada perasaan yang sama kayak gue'--Cantika membatin di dalam hatinya. "Hahaa kenapa sih, Cantik? Gue mau bantu benerin rambut lo soalnya gue habis bantu masukin barang-barang gue." Malik tertawa lagi dan berusaha mendekat ke Cantika. "Ih sudah-sudah, gue bisa sendiri tanpa lo bantu." Cantika langsung menguncir rambutnya asal dan keluar dari ruang ini. Tentu saja Malik berlari kecil mengejar langkah kaki gadis itu yang suka sekali jalan lebih duluan ketika merasa kesal padanya. "Berantakkan itu." "Bodo amat." "Hadeh, jadi gak rapi dan kelihatan jelek." "Iya, emang gue jelek." "Aih bukan itu maksudnya." Malik memegang pundak Cantika dan Cantika dengan cepat memlintir tangan Malik sehingga Malik berteriak kesakitan meski tak terdengar begitu keras. "Aduh aduh sakit Cantik." "Makanya jangan pegang-pegang, gue gak suka." Bisik Cantika tepat ditelinga Malik dan Malik merasa lemas saja mendengar suara Cantika yang dekat dengan telinganya. Itu adalah titik kelemahannya dan Cantika masih belum tau soal ini. "Iya ya ya suer." Kemudian Cantika melepas tangannya yang memlintir tangan Malik tadi. "Garang amat sih, gue jadi takut." Malik memanyunkan bibirnya dan Cantika mengabaikan lelaki itu. Tetap melanjutkan jalannya dan disisi lain ia juga merasa gemas pada lelaki itu. Diam-diam dia tersenyum tanpa disadari oleh Malik sedangkan Malik tersenyum memandang punggung Cantika yang semakin menjauh dari tempatnya berdiri. Malik memegang dadanya dan merasakan sesuatu getaran aneh disana. "Apa jangan-jangan gue.." ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD