5

2478 Words
___--Froid Kingdom--___ Andreas tertawa bahagia. Pria itu duduk di atas singgasananya. Beberapa pengawal kerajaan Froid yang melihat pemimpin mereka tertawa lepas pun, bergidik ngeri. Tentu saja mereka tau penyebab kebahagiaan Andreas. Mereka juga turut ambil bagian dalam misi membunuh Aric dan Cerelia. Sejujurnya mereka ketakutan saat ini, jika King Devil mengerikan itu mengetahui pelakunya, maka dapat dipastikan saat inilah terakhir kalinya mereka bernapas. "Karena kalian tidak memiliki adik maupun kakak. Jadi lebih baik aku melenyapkan kalian berdua. Melenyapkan putra kalian itu akan sangat sulit. Sebenarnya bisa saja aku membunuh putri kalian, tapi sayangnya saat aku berkunjung, dia tidak ada di sana," ujar Andreas sendirian. Oh! Jangan lupakan seringaian yang membuatnya terlihat tampan. Pria itu tidak sadar saja telah membangunkan monster Devil yang tengah tertidur. "Yang Mulia, pertahanan di perbatasan Istana telah hancur," lapor salah seorang prajurit. "Ck ck!! Kau merusak kebahagiaanku BODOH!!" Pengawal yang dibentak oleh Andreas itu, bergetar ketakutan. Entah takut karna dibentak ataukah ketakutan karna melihat serangan mengerikan yang terjadi di perbatasan Kerajaan Froid. "Brangton, siapkan pasukan ke perbatasan, aku akan menyusul." Brangton yang merupakan kaki tangan Andreas segera mengangguk patuh. Pria itu melaksanakan perintah dari pemimpinnya. Brangton memimpin perjalan ke perbatasan Istana dengan beberapa panglima kerajaan dan jangan lupakan para pengawal berkemampuan tinggi berjumlah 3000 lebih. Sesampainya mereka semua di sana. Pemandangan mengerikan terpampang dengan jelas, di mana para pengawal yang ditugaskan berjaga di area perbatasan kini tubuh mereka terkapar tak berdaya dengan keadaan tubuh yang hangus. Ada yg bahkan membeku di tempat. Bahkan area tanah dekat perbatasan pun ikut hangus. Dari kejauhan pun mereka bisa merasakan. Bahwa pasukan yang menyerang Kerajaan Froid pasti merupakan pasukan Kerajaan terkuat bersejarah di dunia Ophelix. Tak lama kemudian, Andreas tiba dengan pakaian khusus perang melekat ditubuh tegapnya. Andreas tersentak saat merasakan aura tegas dan mengerikan ini, tidak salah lagi. 'Lord....Kenzie.' Beberapa saat lalu di Istana Ophelix.... "Kita akan menyerang Kerajaan Froid, terutama klan Caliborne." Edgard, Aaron, Ared maupun Evelyn terkejut mendengar ucapan Kenzie yang terdengar sangat dingin. "J-jadi mereka yang membunuh mom and dad?!" pekik Evelyn pada Kenzie. Gadis itu tentunya masih mengurai air mata. Evelyn mendekati Kenzie hingga tangannya menyentuh d**a bidang pria itu. "Jawab aku kakak!!" seru Evelyn keras. "Ya." "Bunuh mereka! Jangan pernah biarkan mereka lolos!! Jangan ampuni mereka!!" pekik Evelyn keras. Ketiga panglima yang masih berdiri di belakang Kenzie tentunya sangat terkejut. Untuk pertama kalinya mereka mendengar Evelyn sampai semarah ini. "Tentu, adikku," gumam Kenzie dengan seringaiannya. "Kita berangkat sekarang juga!" "Baik Lord!" Tak butuh lama bagi mereka, untuk menuju ke Kerajaan Froid. Bahkan kini mereka telah sampai di perbatasan Istana. Kenzie hanya membawa pasukan berkekuatan tingkat kelas A, 50 orang saja, tiga panglima dan dirinya sendiri. Kenzie merasa sangat mudah untuk membumihanguskan Kerajaan yang menjulang tinggi di depannya ini. Dari tempatnya saat ini, Kenzie bisa melihat beberapa pengawal yang ditugaskan menjaga di perbatasan ini. "Mundur!" Ketiga panglima beserta beberapa prajurit menuruti perintah Lord mereka. Mereka tahu kenapa pria itu menyuruh mereka mundur. Mundur bukan dalam hal menyerah, tapi mundur untuk waktu sementara karena Lord mereka ingin bermain-main tanpa gangguan dari mereka. "Scorch!" Tanah lapang yang ada di perbatasan tempat para pengawal Istana Froid pijak mengeluarkan lava panas yang tentunya membuat mereka terkejut setengah mati. Hingga tiba-tiba tubuh para prajurit Kerajaan Froid serasa terbakar dari dalam. Suara rintihan dan teriakan penuh rasa sakit terdengar bersahut-sahutan. Kenzie tersenyum puas melihat karyanya yang nampak indah. Para pengawal itu bahkan sampai menangis berguling-guling menahan rasa sakit nan panas dari dalam tubuh mereka. Hingga dengan sendirinya, tubuh mereka mengeluarkan api dan membakar tubuh mereka sendiri. Kenzie melihat dua orang yang berlari ingin memasuki Istana. Salah satu yang ada di sana ia bekukan menggunakan elemen es nya. Sedangkan satu orang lagi ia biarkan kabur. Agar menyampaikan apa yang terjadi di sini pada pimpinan mereka. Oh! Kenzie merasa tak sabar lagi untuk mencincang tubuh pria berdarah dingin itu. Andreas! Saat Andreas berjalan di garis depan. Seringaian keji Kenzie kian melebar. Ia bisa melihat tubuh Andreas yang sedikit tersentak dan mematung. Tapi hanya beberapa saat, dan selanjutnya pria itu juga menunjukkan seringaiannya. "Sepertinya dia menjadi lupa daratan," gumam Ared yang sedari tadi memerhatikan tatapan Kenzie dan juga Andreas. "SERAAANGGGG!!" Teriakan melengking Andreas membuat Kenzie justru semakin berseringai. Kenzie beserta antek-anteknya masih terlihat santai. "Majulah!" 50 prajurit kenzie mulai maju melawan beribu-ribu pasukan Kerajaan Froid. "Kalian bertiga tetap di tempat!" Edgard, Aaron dan Ared yang mendapatkan telepati dari Kenzie menghentikan pergerakan mereka saat akan melangkah maju ke garis depan. "Lihatlah… baru prajuritku yang turun, sudah banyak mayat berhamburan," kekeh Kenzie. Yang pria itu katakan memang benar. Banyak mayat pengawal Kerajaan musuh yang berhamburan, beberapa prajurit Kenzie juga memang ada yang terkalahkan, ada juga yang terluka cukup parah, tapi tidak sebanyak prajurit Kerajaan Froid. "Edgard, Ared aku serahkan para tikus ini pada kalian," ujar kenzie "Tentu My Lord," hormat Edgard dan Ared kompak. "Aaron, ikut denganku," titah Kenzie pada Aaron "Baik My Lord." Kenzie membuka sebuah portal. Bersamaan dengan tertelannya tubuhnya bersama Aaron ke dalam portal, sedangkan Edgard dan Ared pun maju melawan ribuan pasukan musuh. Andreas masih berdiri santai ditemani Brangton di belakangnya. Hingga ia menyadari sebuah portal terbuka dari arah depan tubuhnya. Dengan cepat, Andreas bersiap siaga. Aura yang sangat kuat ini hanya Kenzie yang punya. Bahkan portalnya berwarna kemerah-merahan bagai api, sedangkan mahluk Immortal lain jika membuka portal warnanya akan biru keunguan. Hal itu menandakan betapa kuatnya kekuatan yang Kenzie miliki. "Apa kabar Caliborne?" Andreas bisa melihat seringaian menjijikkan dari Kenzie. "Sangat baik, Lord," balas Andreas mencoba tenang. Tapi ia tidak menampik, rasa takutnya memang cukup besar. Ditambah lagi warna mata Kenzie yang berwarna gold. Tanpa diberitahupun, Andeas tahu warna mata itu milik monster Devil yang bersemayam di tubuh Kenzie. "Sudah cukup bersenang-senangnya!" geram Kenzie. Warna mata gold-nya tiba-tiba menjadi lebih bercahaya. Andreas tersentak kaget. Hanya dalam satu kali kedipan mata, keberadaannya tidak lagi ia ketahui. Hanya suasana gelap yang menemani kesendiriannya. Tadinya ia bisa melihat lautan peperangan. Sekarang justru kosong melontong. Hanya warna hitam yang netranya tangkap. Bahkan keberadaan Kenzie pun tak terdeteksi. Hingga tiba-tiba sosok berjubah hitam yang wajahnya tertutupi tudung jubah muncul di depannya. Jangan lupakan sepasang sayap hitam yang besar di punggungnya. "S-siapa kau?!" pekik Andreas setelah sadar dari keterkejutannya. "Pencabut nyawamu." Seketika tubuh Andreas terasa terbakar. Organ-organ dalamnya terasa dibakar oleh api yang sangat panas, ia juga merasakan badannya yang seolah tertutusuk anak panahan dengan jumlahnya yang tak terkira. "AAARRGHHH!!" Andreas meraung-raung kesakitan. Sosok pria berjubah tadi, hanya memandangnnya penuh kepuasan. Aaron dan Brangton pun juga terus bertarung mencoba saling melenyapkan satu sama lain. Mekipun terkadang, Brangton tak fokus karena mendengar teriakan Andreas yang tengah tersiksa. Sedangkan Kenzie hanya diam memandang tubuh Andreas yang tengah meraung-raung karena kesakitan. Meskipun terlihat tenang, Kenzie saat ini tengah bermain-main dengan alam bawah sadar Andreas. Inilah salah satu kemampuan Kenzie yang tak dimiliki oleh siapapun. Menyiksa seseorang di alam bawah sadar orang itu sendiri setelah menatap matanya yang sempat berkilat. Andreas terus berteriak kesakitan atas apa yang ia dapatkan di alam bawah sadarnya, di mana hanya dia dan penyiksa yang bisa melihatnya. "AMPUNI AKU LORD! KUMOHON AMPUNI AKU!!" teriak Andreas pilu. "Tenanglah! Aku hanya ingin memberikan kenikmatan padamu." Beberapa menit berlalu, Andreas pun mulai sadar. Matanya perlahan terbuka, rasa sakit panasnya api di tubuhnya masih sangat terasa. Andreas segera berlutut di depan Kenzie dengan tertatih-tatih. "Maafkan hamba My Lord. Hamba telah melakukan kesalahan besar." Brangton dan Aaron yang sedari tadi beradu kekuatan telah berhenti dengan posisi Aaron yang menyodongkan sebilah pedang di leher Brangton yang kini telah tumbang ke tanah. Brangton dan Aaron menoleh pada Andreas dan Kenzie saat melihat pimpinan bangsa Vampire yang tadinya terlihat angkuh itu justru kini berlutut memohon ampun pada Kenzie. Tanpa mengulur waktu lagi, Aaron segera menebas leher Brangton. Sedangkan Kenzie justru semakin berseringai. "Cih! Nyawa harus dibayar dengan nyawa," ujar Kenzie dengan suara rendah. Tapi jika didengar dengan seksama, Kenzie tengah menahan amarahnya yang ingin meledak sekarang juga. "Sudah cukup main-mainnya...." Andreas mendongakkan kepalanya saat mendengar Kenzie berbicara. "Kau tentunya masih ingat kan? Bagaimana caramu melenyapkan ibuku?! Dengan... Pedang ini," ujar Kenzie menekan kata ibuku yang sontak membuat Andreas terbelalak. Oh, jangan lupakan pedang yang telah menusuk jantung Cerelia, kini Kenzie ayunkan di depan mata Andreas. "J-jangan Lord! Ampuni hamba--" Tanpa belas kasih. Kenzie menghunuskan pedang itu tepat di jantung Andreas. Tepat seperti cara Andreas melenyapkan Cerelia. Darah Andreas bahkan terciprat di tubuh Kenzie. Darah Andreas juga keluar dari mulut pria itu. Bukan hanya sekali, Kenzie menusuk d**a Andreas dengan pedang itu tapi berkali-kali hingga Andreas benar-benar tewas. Aaron bahkan sampai menahan napas. Semuanya berakhir dengan para prajurit dan juga Edgard beserta Ared yang memenangkan peperangan. Seluruh pasukan Kerajaan Froid telah tumbang. Ada yang sudah tewas, ada juga yang masih hidup tapi dalam kondisi sekarat. Kenzie dan pasukannya kembali ke Istana Ophelix membawa kemenangan. ••• "Aku duluan ya Jesslyn!" Jesslyn menganggukkan kepalanya sebagai balasan ucapan Fyna. Kedua gadis itu baru saja selesai bekerja di Club Kadie tepat jam 10 malam. Gadis cantik itu malam ini mengenakan terusan dress putih polos selutut yang terlihat sedikit kumal. Meskipun begitu, tetap tak menghilangkan kecantikannya. Di jam seperti ini akan sangat sulit bagi Jesslyn untuk menaiki angkutan umum. Jadi gadis itu memilih berjalan kaki sendirian. Rumah Fyna dan Jesslyn berbeda arah tepat di persimpangan dekat Cafe Flore. Fyna yang berbelok berlawanan arah dengan Cafe. Sedangkan Jesslyn yang harus melewati Cafe. Setelahnya ia harus melewati jalan yang cukup sepi karena sangat sedikit-- ah mungkin tidak ada pejalan kaki di sekitar sana selain Jesslyn yang selalu melewatinya tiap malam. Sepuluh menit berjalan kaki, Jesslyn sampai di tempat yang sepi itu. Mata gadis itu mengerjap-ngerjap agar matanya tetap terbuka. Karena rasa kantuk yang menyerang, membuatnya sulit untuk melihat keadaan dan mengimbangi langkah kakinya. Saat ia sampai di jalan yang paling gelap dan hanya diterangi cahaya bulan yang memang sangat terang malam itu. Dengan mata setengah terbuka, Jesslyn melihat sesuatu yang tidak masuk akal menurutnya. "B-benda apa ini?" tanya Jesslyn menolehkan kepalanya ke samping kanan. Karena benda yang Jesslyn maksud sekarang memang di sampingnya. "Seperti pusaran air, tapi ini bukan air," gumam Jesslyn yang kini kesadarannya telah terisi penuh. "Apa ini hanya halusinasi ku saja?" lanjutnya masih mencoba meyakinkan diri. "Ah mungkin karena aku tengah mengantuk. Mana mungkin ada sesuatu seperti ini, dan ini juga bukan lukisan." "Ataukah aku sedang bermimpi?" Ucapan Jesslyn semakin melantur. Benda yang Jesslyn maksud merupakan portal yang sempat Aaron buka dan melupakan kutukan membuka portal di dunia manusia ketika malam hari. Dan dengan bodohnya, Jesslyn malah mendekati portal itu. Sebenarnya portal itu sudah melemah, tapi masih bisa memindahkan seseorang ke dunia Ophelix. __-Ophelix-__ Kenzie beserta pasukannya telah kembali ke Istana. Pria itu harus menyiapkan pemakaman Aric dan Cerelia. Meskipun berat, tapi ia harus tetap melakukannya kan? Kenzie memasuki Istana, dan langsung menuju kamar orang tuanya. Sesampainya di sana, ia menemukan dua buah peti, tempat ibu dah ayahnya akan tinggal. Tubuh Aric maupun Cerelia masih terbaring tapi sekarang sudah di atas ranjang tidur mereka. Dengan tergesa-gesa, Evelyn menghampiri Kenzie yang baru tiba. "Kakak, bagaimana?! Kau sudah membunuhnya kan?!" tanya Evelyn memandang mata Kenzie yang berwarna abu-abu itu. Gadis itu ingin menangis lagi rasanya. Warna mata Kenzie serupa dengan warna mata ayahnya, sedangkan warna mata Evelyn yang berwarna emerlad seperti ibunya. "Kau tidak perlu memikirkannya. b******n itu sudah di neraka," jawab Kenzie tenang. Tangan pria itu terulur mengusap puncak kepala Evelyn. Kemudian menyeka air mata adiknya yang tak kunjung berhenti. Sedari sebelum ia berangkat berperang ke Istana Froid. Kenzie selalu menahan mati-matian kendali dirinya. Aroma Evelyn sedikit berbeda dan hampir serupa dengan aroma Aaron kemarin. Istilahnya aroma yang menempel di tubuh keduanya adalah aroma seseorang yang mereka temui terakhir kali hingga mereka kembali ke tempat ini dan sialnya bau itu hampir berhasil memecah belah pertahanan emosi Kenzie. Kenzie segera menepis pemikirannya mengenai aroma menusuk nan menggoda itu. Ia bisa hilang akal di tempat itu sekarang juga. "Kita harus segera memakamkan jasad King Aric dan Queen Cerelia, My Lord." Evelyn semakin ingin menangis rasanya. Matanya kembali menatap jasad orang tuanya yang kini sudah berada di dalam peti. "Jangan menjadi lemah, Evelyn!!" tegas Kenzie. Pria itu tidak suka melihat adiknya yang pemberani dan semena-mena menjadi menyedihkan seperti ini. "M-maafkan aku, kakak." Perkataan Kenzie adalah mutlak. Mereka harus menuruti perintah atau ucapan yang pria itu katakan. Bahkan, jika itu harus melenyapkan diri mereka sendiri. Begitu pun dengan Evelyn, ucapan tegas Kenzie yang terkesan memerintahnya harus ia turuti. Gadis itu menyeka air matanya kasar. Jika ia terus menangis mungkin ayahnya, Aric, akan menertawai dirinya yang terlihat menyedihkan. Sedangkan ibunya, Cerelia akan memberikan omelan padanya. Putri dari keluarga Reynand tidak boleh selemah itu! Bahkan meskipun penyebabnya adalah karena kehilangan orang tersayang. King and Queen Bangsa Fairy, Penyihir, Mermaid bahkan Alpha dan Luna Werewolf turut hadir di acara pemakaman Aric dan Cerelia. Tentu saja berita penting dan tak terduga itu menyebar dengan cepat. Seluruh warga Ophelix ikut merasakan duka kesedihan Lord mereka. Meskipun Kenzie sangat kejam, dan terlihat tidak sedih sama sekali, seluruh warga Ophelix tahu bahwa Lord mereka menahan segala emosinya dalam diri pria itu sendirian. Hanya saja para warga masih belum mengetahui siapa pembunuh dari Aric dan Cerelia, kecuali para petinggi di dunia Ophelix dan Istana Ophelix. Kenzie merahasiakannya dari banyak orang. Berita peperangannya yang menyerang Istana Froid dan membawa kemenangan pun turut menjadi buah bibir warga. Tentang apa penyebab perang itu terjadi? Tapi tetap saja tidak ada yang berani mengungkit perihal itu di Istana Ophelix. Para warga masih menyayangi nyawa mereka. Di saat prosesi pemakaman tengah berlangsung dengan keheningan. Berbeda dengan keadaan di dunia manusia. Tepatnya Jesslyn yang masih setia menatap portal di depannya. Gadis itu ingin melihat lebih dekat lagi tapi dengan bodohnya, ia tidak menatap jalannya hingga ia tersandung kakinya sendiri dan membuatnya terhuyung ke depan. Gadis itu terjatuh tepat di lubang portal. Membuatnya memasuki benda itu. "KYAAaaaaa~~~" Teriakan Jesslyn kian memudar bersamaan dengan tubuhnya yang tertelan masuk ke dalam. Jesslyn ketakutan, rasa kantuknya langsung menguar entah kemana saat mengalami hal tak terduga ini. 'Oh tuhan selamatkan aku. Aku masih ingin hidup.' Kedua mata gadis itu pun terpejam erat. Dengan terus berdoa dalam hati. Ia merasa takut, amat teramat. Hingga tubuhnya ambruk di suatu tempat, di mana terdapat pagar yang terlihat seperti dinding yang sangat tinggi menyerupai rumah bibinya bahkan mungkin melebihi. Jesslyn mendarat sempurna di sana dengan kesadaran yang perlahan menghilang. Gadis itu jatuh pingsan dengan keadaan tubuh yang sedikit luka tergores, wajahnya pun terlihat kotor, parahnya ada beberapa luka goresan di wajah cantiknya itu entah dari mana luka itu berasal dan jangan lupakan dress nya yang terlihat bernoda, karena mendarat tepat di atas tanah, tapi tanah di tempat itu berwarna hitam gelap. Sangat mengherankan. Jesslyn berada tak jauh dari gerbang perbatasan Istana Ophelix. Karena portal Aaron yang semakin lama semakin melemah, membuat pendaratannya tidak sempurna. Sehingga Jesslyn keluar dari portal bukan di tempat seharusnya portal itu membawanya. *TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD